Chapter 1

895 67 0
                                    

Ketukan pintu terus saja terdengar begitu Sasuke memukulkan tangannya di benda keras itu, Karin yang jengah membiarkan saja sembari bersendekap di sebelahnya. Sejak belasan menit lalu mereka berada dalam keadaan ini namun Sakura tidak kunjung bereaksi. "Sakura, ku mohon keluarlah."

"Dia mana sudi bertemu denganmu."

"Kita harus bicara sayang."

"Laki-laki sepertimu seharusnya tidak ada di dunia ini."

"Aku bersumpah! Aku akan bertanggung jawab untuk anak kita."

"Sakura, kau jangan terpedaya dengan ucapan busuknya."

"Diamlah kau perempuan cerewet!" Lama-lama Sasuke jadi naik pitam, tapi Karin sendiri malah santai-santai saja tanpa ada rasa bersalah. "Sakura, ku mohon. Kita harus bicara."

Andai saja Sasuke bisa, segala cara apa pun pasti akan ia tempuh untuk merebut hatinya. Dari dalam kamar Sakura mendengarkan seluruhnya yang diucapkan Sasuke, hanya saja ia enggan. Ia masih saja takut. Matanya sembab dan keadaannya begitu berantakan. Bagaimana nanti? Bagaimana jika semua orang tahu jika dirinya hamil di luar nikah? Yang paling menjadi ketakutan Sakura adalah Ibu dan kakak laki-lakinya sendiri. Mereka pasti akan mengusirnya dari rumah, bahkan mungkin mereka bisa lebih kejam dari itu. Hidupnya sudah hancur, Sakura sadar benar ini semua terjadi karena salahnya.

"Sakura..." Suara Sasuke di luar sana terdengar semakin putus asa.

Tidak. Sakura tidak ingin mengalami ini.

Hatinya perlahan layu, setengah hati Sakura memberanikan diri untuk membukakan pintu dan menemukan keberadaan Sasuke di sana. Laki-laki itu kemudian memeluknya begitu erat. "Ku mohon katakan padaku, jangan menyimpannya sendiri."

"Masuk saja ke kamarku, kalian harus bicara." Karin yang mengerti privasi keduanya segera mundur, ia memilih berada di lantai bawah untuk menonton televisi. Biarkan mereka menyelesaikan masalahnya, tapi ia masih belum puas pada Sasuke. Lihat saja, ia akan memberi perhitungan pada laki-laki itu.

Perasaan cinta ada kalanya merepotkan.

Sakura masih saja diam begitu Sasuke membawanya duduk di atas ranjang, mereka sama-sama berada dalam kebingungan. "Maafkan aku."

Ini bukan hanya salah Sasuke, tapi salah keduanya. "Ti-tidak."

"Aku yang membuatmu seperti ini." Sakura lagi-lagi menggeleng dengan masih menangis, ini membuat Sasuke semakin bersalah dan menangkupkan kedua tangan pada pipi kekasihnya itu."Ku mohon jangan menangis."

"Aku tidak mau hamil Sasuke-kun, bagaimana nanti jika semua orang mengataiku?"

"Tidak ada yang bisa mengataimu jika ada aku di sampingmu." Sekejap tetapi sanggup membuka hatinya. Sakura merasakan dadanya bergemuruh dan membuat ia semakin terisak keras di dada Sasuke. "Ku mohon berhentilah menangis, aku janji akan mengupayakan apa pun."

Sejujurnya Sasuke kurang yakin dengan hatinya, ia juga belum siap menjadi seorang Ayah muda. Beberapa bulan lagi ia genap berusia tujuh belas tahun, masih banyak mimpi-mimpi yang ingin digapainya. Takut. Tidak jauh beda mereka sama-sama takut. "Tapi apa bisa? Kita bahkan masih kelas 2 SMA."

"Sakura, aku bilang aku akan mengupayakan apa pun." Mereka masih sangat muda untuk menerima ini. Sekian detik berada kebisuan, Sasuke memberanikan diri menghapus jejak air mata di pipi Sakura. "Dia... Apa baik-baik saja di sana?"

Tindakan Sasuke nyatanya berhasil meredakan tangis Sakura, perempuan itu kini terlihat mengelus perutnya sendiri yang masih rata. "Iya."

"Sudah berapa lama?"

"Aku tidak tahu, tapi sepertinya ini sudah minggu ke enam."

Sudah satu bulan setengah. Sasuke mengurung egonya sendiri untuk tidak menangis di hadapan Sakura. Jika orangtuanya tahu, Sasuke pasti akan dihajar habis-habisan oleh Ayahnya. Uchiha Fugaku sangat disiplin dan berwatak keras, ia tidak akan bisa tenang mulai saat ini jika memikirkan reaksi Ayahnya nanti. "Sakura, doakan aku."

Sakura sendiri tidak tahu harus bereaksi apa, jelas sekali ada kekhawatiran yang kentara di mata Sasuke.

***

"Kau bajingan! Keparat! Aku tidak habis pikir laki-laki sepertimu bisa-bisanya menghamili Sakura sahabatku yang polos ini. Oh, aku baru ingat. Kau itu kan temannya Naruto, pantas kalian sama. Mengaku saja jika setiap hari kau selalu menonton video mesum dengan teman bodohmu itukan? Ya kan? Makanya kau mempraktekannya pada Sakura. Dasar manusia menjijikan! Berlumur dosa!"

Senin pagi yang melelahkan. Sasuke tidak mengerti, ia baru bangun tidur tapi rasanya dia sangat lelah sekali. Masih terbayang-bayang, di luar perkiraannya sendiri Karin mengoloknya dengan buas setelah dengan baik hati memberinya waktu berbicara dengan Sakura. Tindakan perempuan itu sampai terbawa mimpi. Memikirkan Sakura membuat tidurnya tidak tenang semalaman. Seharusnya ia maklum, Karin bukan tipe penyabar apalagi jika menyangkut sahabatnya sendiri.

"Astaga, kepalaku sakit sekali."

Tiba-tiba saja kepalanya terasa pusing, Sasuke mengerang sesaat kemudian mencoba bangkit dari ranjang menuju kamar mandi. Keramas di pagi hari semoga bisa membuat sakit kepala beserta beban dipikirannya membaik. Selang beberapa menit, laki-laki itu keluar dengan hanya mengenakan handuk. Udara yang dingin membuat Sasuke terburu-buru memakai seragam sekolahnya. Ketika tengah membenarkan tali sepatunya, ia terpikir lagi. Kenapa ia bodoh sekali sampai-sampai menuruti nafsunya tanpa memikirkan konsekuensi? Kembali ke akar masalah, sebenarnya apa yang dituduhkan Karin ada benarnya. Ia memang berteman dengan Naruto, dan laki-laki itu mesum sekali. Lama-lama Sasuke jadi terkena imbasnya, mana tahan jika ia tiap hari terus saja dicemooh jika dirinya masih perjaka.

"Ibu, ampuni anakmu ini Bu." Sebelum membuka pintu, Sasuke mengangkat kedua tangannya dan berdoa semoga harinya kali ini baik. Ia harus tetap tenang seperti biasa. Laki-laki itu kini melangkah menuju lantai bawah dengan memandangi beberapa pigura yang menempel di dinding tangga, kebanyakan merupakan foto Ayahnya yang mengenakan seragam kepolisian. Sasuke semakin merasa kecil sekali dan tidak memiliki daya apa-apa.

"Kenapa kau melamun di tangga seperti itu? Cepatlah turun." Ayahnya berseru dari meja makan, lengkap dengan seragam kerjanya. Ibunya sendiri terlihat masih mondar-mandir di dapur. Tidak tahan begini, Sasuke meremas tali tas ranselnya sendiri sembari duduk berjauhan dari Ayahnya. "Ada apa? Kenapa kau aneh sekali?"

Jangan sampai Ayahnya curiga. "Tidak, aku hanya masih mengantuk karena semalaman mengerjakan tugas."

"Jangan biasakan seperti itu, selesaikan tugasmu dengan benar tanpa mengganggu waktu tidurmu." Ayah yang pengertian, selalu mengajarkannya cara menghargai waktu. Sasuke mungkin tidak akan bisa sama sepertinya, ia lebih kalem dan santai. Tabiat Ayahnya itu hanya menurun pada kakak laki-lakinya. Seperti yang kita tahu, Uchiha Sasuke anak Uchiha Mikoto. Dan Uchiha Itachi anak Uchiha Fugaku. Ia benar-benar tidak habis pikir. "Ibu, lihatlah anakmu ini. Dia terus saja melamun."

"Biarkan saja, namanya juga anak muda. Mungkin Sasuke sedang jatuh cinta, iya kan nak?"

Jatuh cinta apanya? Yang ada jatuh lalu patah rasanya.

"Bu, Itachi-nii mana?"

"Dia sudah pergi sejak pagi tadi, ada urusan penting katanya."














To be continue...

Crazy Love (Sasusaku Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang