Sudah kurang lebih dua minggu, Karina dan kawan-kawannya menjalani KKN di desa Kelabu dengan damai. Tapi pagi itu, kepalanya yang terasa berat membuatnya harus tinggal sendiri di rumah dan memilih untuk beristirahat.
Begitulah rencananya, sampai sua...
Langit malam diluar sana begitu gelap, hitam dan pekat. Sepertinya bulan tengah absen malam ini, bintang pun entah pergi ikut bersembunyi kemana. Gemuruh kecil terdengar sejak beberapa jam lalu, namun belum juga turun hujan, mungkin memang belum waktunya.
Suara tapak sepatu Sander bergema disepanjang langkahnya, menyusuri lorong yang sepi dan gelap. Lentera tak semuanya dihidupkan, begitu pula dengan lampu gantung yang berada di langit-langit. Seolah dipasang hanya untuk dinikmati keindahannya saja.
Tak lama sepatunya berhenti tepat di depan sebuah kamar. Kamar yang pintunya didesain khusus dari ruangan lain, kamar yang sebulan belakangan ini tak dimasuki pemilik aslinya.
Sander begitu enggan memasuki kamar ini, aroma khas yang kuat langsung menusuk hidungnya ketika pintu dibuka. Woody aquatic bercampur dengan Citrus, Sander langsung mengerutkan keningnya begitu aroma ini menusuk hidung.
Bukan aromanya yang tidak disukai Sander, tapi lelaki dari pemilik aroma inilah yang tidak disukainya. Menghirupnya saja seakan Sander berada di ruangan yang sama dengannya. Padahal, sudah lumayan lama ruangan ini tak digunakan pemiliknya.
Tak ingin berlama-lama, Sander segera kembali pada tujuan awalnya masuk ke kamar ini. Mengembalikan barang yang seharusnya tidak di ambil, barang yang sudah beberapa tahun belakangan ini dicarinya.
Sudut bibirnya ditarik tipis, setelah tangan kirinya mengambil peti kecil seukuran lengannya, tepat dibawah tempat tidur. Sedikit berdebu, namun Sander tak begitu terganggu. Tangannya yang bebas merogoh benda tajam yang sedari tadi ia bawa.
Sebuah pisau yang masih tajam walau sudah bertahun-tahun tak pernah diasah. Panjangnya sepanjang telapak tangannya, tak terlalu besar dan kecil karena memang hanya pisau biasa.
Pisau biasa yang menyebabkan peristiwa luar biasa kala itu. Sebuah pisau yang melahirkan penyesalan terbesar dalam hidupnya.
Nafas hangat dikeluarkan dengan cara yang kasar. Sander menelan ludahnya diikuti dengan rahang yang mengeras. Dadanya mulai bergemuruh saat kilatan ingatan buruk kembali muncul di kepalanya.
Tangannya yang menggenggam pisau semakin ia eratkan. Rasa perih ia abaikan, matanya yang kosong menatap bagaimana bagian tajam pisau itu mengoyak telapak tangannya. Darah semakin mengucur keluar seiring dengan tekanan pada pisau yang semakin menguat.
Cairan kental itu mengalir, awalnya melambat kemudian bergerak cepat melintasi lengan kokohnya. Berhenti diujung siku sesaat sebelum jatuh ke karpet yang bewarna senada.
Mulanya hanya setetes. Semenit kemudian karpet merah itu terlihat lebih menggelap, menyerap darah yang masih terus mengalir deras. Beberapa tetes jatuh menodai sepatunya.
Mata biru yang terpasang pada wajah tak berekspresi itu masih terus memperhatikan. Ketika Indra penciumannya mulai merasakan bau anyir yang menguar, barulah dilepaskan pisau itu.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.