"Tolong biarkan aku mandi sendiri saja."
Sepertinya permohonan itu benar-benar sengaja diabaikan. Pelayan yang lengan bajunya sudah tergulung sampai siku itu sibuk memilah-milah botol berisi cairan yang wanginya berbeda-beda. Tak lama dia berpikir, kini pilihannya jatuh pada botol dengan campuran aroma Cendana dan vanila.
Segera Rowa berbalik dan kembali pada bathtub kayu tempat Karina berendam menyembunyikan badannya dibalik air, sampai sebatas leher. Jelas sekali dia sangat malu, walau sesama perempuan yang melihatnya.
"Rowa, aku mohon keluarlah."
"Suhu airnya sudah pas kan nona?"
Karina menghela nafas, Rowa benar-benar mengabaikannya. Tubuhnya semakin merosot sampai dagunya menyentuh air hangat. Dia hanya diam termenung sambil memperhatikan uap-uap disekitarnya. Well, jujur saja, sebenarnya Karina cukup menikmati ini.
Saat ini Rowa tengah membenarkan ikatan rambutnya, menyanggulnya ke atas secara acak. Beberapa anak rambut yang tak ikut terangkat sudah basah menempel pada leher jenjangnya yang putih.
"Jangan terlalu kesal pada saya Nona."
Sentuhan di bahunya terasa, dari nadanya Karina bisa menebak Rowa sedang tersenyum saat ini.
"Pemilik kediaman rumah ini keduanya seorang lelaki. Anda tidak tahu betapa senangnya saya saat Tuan Sander menyerahkan tugas ini kepada saya."
Pijatan dan gosokan lembut mulai dirasakannya disekitar bahu lalu turun ke punggung. Karina sedikit tersentak dan merasa geli, tidak biasa tubuhnya disentuh orang lain.
"Setelah sekian lama saya bekerja disini, akhirnya saya melayani seorang Nona!" Pekiknya kegirangan, mulai menuang sabun pada kain dan air yang memenuhi bathtub.
"Pelayan lain pasti iri pada saya." Kekehnya.
"Tapi tak perlu sampai memandikan ku juga kan?"
"Nona, ini tugas saya. Sepertinya yang saya bilang, saya sangat menantikan momen ini."
Karina hanya membuang nafas pasrah nya, mulai mengamati busa yang semakin lama semakin banyak. Disentuhnya tekstur yang seperti awan itu, aroma manis dan lembut pun mulai menyeruak mengisi ruangan. Menenangkan saraf otaknya begitu menyentuh hidung. Suhu air yang terjaga kehangatannya pun merilekskan tubuh yang kaku.
Lumayanlah, mandi orang kaya. Kapan lagi coba, hehe.
"Aroma nya begitu menenangkan kan Nona? Tuan Sander juga suka menggunakan sabun yang ini." Cetus Rowa kala mendengar Karina melepaskan nafas panjangnya.
Mendengar nama Sander membuat pikirannya kembali bekerja. Mata yang sempat terpejam itu dibuka, Rowa kini berada disampingnya, mengusap pelan lengan tangan kanannya.
"Rowa, apa aku boleh tanya sesuatu?"
"Tentu saja, Nona."
"Kau.. sudah lama bekerja disini?"
Rowa bergumam sejenak sambil mengangkat lengan Karina. Gadis itu terperanjat saat Rowa hendak mengusap bagian ketiaknya. Beberapa air tumpah sedikit karena pergerakan yang tiba-tiba.
"Ah jangan! Bagian itu biar aku sendiri saja."
Rowa bergumam acuh, mengambil telapak tangan Karina yang terendam air untuk dipijat ringan. "Sudah cukup lama Nona, sejak Tuan muda berusia sepuluh tahun."
"Benarkah? Berapa usianya sekarang?"
"Anda tidak tahu Nona? Tapi bukankah Anda adalah kerabat jauh Tuan Sander?"
Karina tertegun. "A-ah ya! Aku lupa haha..."
Rowa menahan tawanya dalam hati saat Nona yang dilayaninya mendadak gugup dan membuang wajah kesamping. Rowa hanya berniat menggoda saja, tentu dia paling tahu bahwa Nona ini tidak benar-benar kerabat jauh dari pemilik kediaman.
KAMU SEDANG MEMBACA
1928
Teen FictionSudah kurang lebih dua minggu, Karina dan kawan-kawannya menjalani KKN di desa Kelabu dengan damai. Tapi pagi itu, kepalanya yang terasa berat membuatnya harus tinggal sendiri di rumah dan memilih untuk beristirahat. Begitulah rencananya, sampai sua...