Gorden berbahan satin yang menjuntai cantik itu terbang melambai tertiup angin dari pintu balkon yang terbuka. Permukaannya semakin mengkilap terkena sinar bulan malam ini. Bagian lantai yang mengarah balkon pun terlihat lebih terang dari pada bagian lain.
Didalam kamar yang temaram itu, Karina terlihat meringkuk di atas tempat tidur yang nyaman. Tak lama ia menggeram, merasakan tenggorokannya yang kering. Hingga akhirnya, matanya terbuka perlahan.
Hal pertama yang sorot matanya tangkap adalah langit-langit ruangan yang terlihat asing. Kelopak matanya kembali terpejam selama beberapa detik. Ingatannya beberapa saat lalu mulai kembali hingga gadis ini menghela nafas.
"Bukan mimpi....." Ucapnya parau.
Suara angin yang kencang membuat kepalanya menoleh. Gadis ini segera bangkit untuk duduk, kini kepalanya bergerak, sorot matanya menyusuri ruangan. Karina tak sepanik sebelumnya, namun hatinya masih kalut.
Dia tolehkan kepalanya pada perapian yang menyala hingga menimbulkan bunyi percikan api. Apinya bergerak dengan ribut tak tentu arah, terganggu dengan angin yang masuk dari arah balkon.
Gadis ini tersenyum pahit, dipeluknya kedua lutut yang tertutup selimut tebal itu. Menumpu kepalanya di atas sana sambil terus memperhatikan api yang berusaha menghangatkan kamar ini.
Perapian itu saja sudah sangat asing baginya. Di dunianya dia jarang melihat rumah yang mempunyai perapian seperti itu. Yang ia tahu, penghangat ruangan portabel lah yang biasa dipakai. Bukan dari kayu yang langsung dibakar dibawah cerobong asap begitu.
Tempat ini sebenarnya dimana?
Tidak apa-apa Karina! Mari berfikir dengan tenang....
Kalau begitu, mari pikirkan apa yang terjadi padanya sekarang. Karina menepuk kedua pipinya hingga bersemu merah. Menghilangkan perasaan tak enak yang sempat kembali menjalar ke hati.
"Jadi sebelumnya, aku kebangun karena dengar piano dari lantai dua."
Karina menyentuh dagunya, pandangannya ke arah selimut yang sedang dipakainya. Wajahnya terlihat fokus berfikir keras, seolah menggali isi otaknya.
Tapi pas udah di atas, malah jadi tempat yang berbeda. Ada cogan pula yang main piano.....
Sander?
"Sander kan namanya?" Benar, seseorang sempat masuk dan memanggil nya Tuan Sander.
Karina menganggukkan kepalanya, menerka-nerka sendiri apa yang menjadi jawaban dari pertanyaan dikepalanya. Hanya itu yang dia ingat, setelahnya Karina sadar bahwa tangga yang ia naiki menghilang. Rumah ini pun benar-benar jauh berbeda dengan rumah sementaranya. Begitupula lingkungan luar yang sempat ia lihat.
Sebenarnya Karina terpikirkan akan satu hal. Kalau di anime yang dia tonton, ini namanya Isekai. Kalau dari novel yang dia baca, karakter utamanya masuk ke dunia novel yang dibaca, dan memasuki tubuh karakter didalamnya. Tentu saja itu masuk akal, karena dunia fiksi.
Tapi dia kan bukan anime.
Bukan juga Novel.
Ini dunia nyata.
Tidak heran kalau dia masih tak percaya dengan apa yang terjadi padanya saat ini. Dunia apa ini pun dia tak tahu.
Saat pikirannya masih dipenuhi rentetan pertanyaan, sorot matanya menemukan cermin lebar yang tertempel di dinding. Pinggirannya memiliki ukiran kayu yang terlihat cantik.
Disibaknya segera selimut nya, Karina buru-buru bangkit dan berlari kecil ke sana untuk memastikan sesuatu.
TUH KAN MASIH WAJAH KU!!!

KAMU SEDANG MEMBACA
1928
Novela JuvenilSudah kurang lebih dua minggu, Karina dan kawan-kawannya menjalani KKN di desa Kelabu dengan damai. Tapi pagi itu, kepalanya yang terasa berat membuatnya harus tinggal sendiri di rumah dan memilih untuk beristirahat. Begitulah rencananya, sampai sua...