"Sov," panggil Johan lirih. "Asal lo tau, ini kali pertama gue berlutut di depan orang. Bahkan dengan nyokap bokap gue aja belum pernah. Jadi gue minta, lo hargai gue yang udah berlutut gini."
Sovia masih bungkam dengan pengakuan cowok itu. Asli. Kalau saja ia membawa ponsel, tak segan ia merekam bahkan memviralkan Johan yang sedang bersimpuh ini.
"Lo boleh repotin gue, kayak gue sering repotin lo. Dan lo boleh minta ini itu, kayak gue minta ke lo. Apapun itu asal gue masih mampu buat wujudin. Tapi kali ini doang dan terakhir kalinya, gue minta lo mau datang ke acara itu," pinta Johan.
Sovia sendiri bingung, sejujurnya dia tidak tau acara apa yang Johan maksud, karena cowok itu tidak mengatakan dengan jelas. Ia terlalu menaruh curiga pada Johan. Ya, makhluk seperti Johan memang tempatnya menaruh curiga sih.
"Kalau gue datang sama temen gue?"
Johan menggeleng. "Cukup datang sama gue."
Tuh, kan.
"Gue nggak tau itu acara apaan, dan kenapa gue orangnya yang lo ajak. Jadi gue mau lo jelasin semua," ucap Sovia.
"Gue berdiri dulu kali ya, capek tau."
Sovia menggeleng cepat. "Tetap posisi kek gitu!"
Anjir, gue malah dikerjain. Batin Johan.
"Tentang acara itu, gue nggak bisa bilang sekarang. Itu bukan acara asal-asalan, apalagi bagian dari ide gue buat isengin lo. Dan alasan gue ajak lo karena...."
Johan diam agak lama, hingga pada akhirnya cowok itu melanjutkan ucapannya. "Cuma nama lo yang gue pikirin pas itu."
Mendengar itu Sovia sempat tertegun, ada perasaan aneh dalam hatinya. Namun bukan Sovia namanya jika tidak pandai mengontrol diri.
"Kenapa bisa gitu?"
Johan diam lagi cukup lama untuk menjawab. Sementara itu Sovia merutuki diri sendiri karena menanyakan hal aneh tersebut.
"Nggak tau, kepikiran aja."
Sovia hanya mengangguk. "Oke, gue setuju. Gue bakal datang," katanya tanpa beban. Kalaupun Johan sedang merencanakan sesuatu saat ini, dirinya tidak akan segan minta video CCTV dari ibu kost dan memviralkan cowok itu yang sedang berlutut.
Johan tersenyum cerah, lalu berdiri sambil menepuk-nepuk debu yang menempel di celana mahalnya itu.
"Oke, gue balik dulu. Good night," ucap Johan hendak balik badan namun dicegah oleh Sovia.
"Eh, gue belum bilang gue mau apa ya!"
"Buruan, jangan ngulur waktu. Udah malam."
"Dih, yang bikin ngulur waktu itu lo kali," cibir Sovia. "Gue mau repotin lo, kayak yang sering lo lakuin ke gue."
Johan tersenyum miring. "Cuma gitu? Kirain lo mau porotin gue sampai miskin," katanya mulai sombong. "Sehari doang? Apa seminggu?"
"Siapa bilang? Gue mau repotin lo seribu hari lamanya. Terhitung mulai besok, jadi total seribu empat hari, gimana?"
KAMU SEDANG MEMBACA
1004 Days With Johan
FanfictionBerawal dari tragedi kecil di bar malam itu, yang mana bisa saja akan membuat image Sovia hancur jika seseorang buka mulut. Ia tidak pernah menyangka akan menghabiskan masa putih abu-abunya bersama cowok ngeselin dan mageran seperti Johan. Apalagi c...