Menurunkan Harga Diri

64 11 3
                                    


•••

"Terus kenapa kalau gue lagi?"

Sovia yang masih terengah itu, kini menggeleng. "Mm.... maksud gue tuh tumben lewat sini."

Victor mengernyit menatap gadis dihadapannya, tampak berantakan dengan keringat di dahi serta napas tak beraturan.

"Motor lo bermasalah lagi, Sov?"

"Biasa lah, susah distater." Sovia mengecek arlojinya lagi. "Gue mesti buru-buru nih, udah mepet banget."

"Lo mau lari ke sekolah?" tanya Victor memastikan.

"Ada temen gue nungguin di depan gang, tapi belum kasih kabar sih."

"Gue anter aja, cepet naik!" suruh Victor, menegakkan motornya..

"Gapapa nih, kan beda arah?" tanya Sovia ragu.

"Gapapa, ayo!"

Sovia tersenyum samar, mulai menaiki motor cowok yang sudah lama ia sukai itu.

•••

Johan menghela napas, lagi-lagi namanya tercatat di buku pelanggaran. Saat ini ia berada di ruang BK,  beberapa saat lalu ia terciduk hendak melompat pagar samping oleh satpam sekolah. Dan berakhir dirinya duduk berhadapan dengan Pak Martin, sang guru BK.

"Kadang saya tuh heran, Han, sama kamu." Pak Martin menyodorkan selembar kertas, mengisyaratkan agar Johan menandatanganinya. "Seakan prestasi kamu selama ini itu sia-sia."

"Hidup itu harus seimbang, Pak. Biar enggak berat sebelah."

Pak Martin terkekeh, geleng-geleng dengan jawaban Johan. Mengingatkannya pada sosok ayah cowok itu. "Ajaran ayah kamu jangan kamu pakai, kamu sama dia sama aja. Sesat."

"Haristama murid bapak dulu itu, ayah saya Pak. Mau nggak mau harus saya ikuti, namanya juga ayah sama anak. Wajar dong kalau nurun gini," bela Johan.

"Ya ikuti yang baik-baik, tinggalin yang buruk dong!"

"Susah pak, kalau satu cetakan gini."

•••

Sovia sedang celingukan, pandangannya tertuju pada bangku baris kedua dekat dinding. Mengawasi sang pemilik belum juga datang menempati bangkunya. Jika bisa melihat Joseph di sana, maka, mana teman sepaket cowok itu? Bolos lagi, kah?

"Nit, ada yang nggak masuk?" tanyanya pada Bonita yang sedang mengisi jurnal kelas.

"Nihil kayaknya."

"Kok ada yang kurang ya, gue lihat."

Sovia kalau sedang mode ketua kelas begini, terlihat sangat serius saat merasakan anggotanya kurang lengkap. Terlebih itu Johan, dan secepatnya ia menemui cowok itu.

"Ah, masa?" kaget Bonita mengecek kembali buku absensi.

"Lo ada lihat Johan?"

Bonita ikut celingukan. "Eh, iya, nggak ada." Gadis itu kembali merunduk.

"Kemana ya, dia?" ucap Sovia pelan.

Mendengar hal yang tak biasa dari teman sebangkunya, membuat Bonita melirik Sovia keheranan.

"Kenapa lo lihatin gue gitu?"

Bonita mencebik bibir. "Sejak kapan lo jadi peka sama sekitar, hah? Sejak mas crush lo peka juga?"

"Apaan sih, gue juga biasa kali nyari anak-anak kalo nggak lengkap."

"Kok gue nggak tau ya?" goda Bonita, menggelitik dagu Sovia.

1004 Days With JohanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang