"Jihan!"
Jihan dan bocah laki-laki di sebelahnya terlonjak kaget. Saat Sovia tiba-tiba muncul di belakang mereka yang juga menatap keduanya sama-sama terkejut. Jihan memandang sekilas pada bocah itu, lalu tersenyum pada Sovia.
Sovia ikut tersenyum, namun senyum canggung yang ia perlihatkan.
Aduh, timming-nya nggak pas banget. Batin Sovia.
"Kak Sovia cari abang ya?" tebak Jihan langsung berdiri.
Sovia mengangguk. "Iya, ada?"
"Abang kayaknya lagi keluar deh, kak."
"Keluar kemana?"
Jihan mencebik bibir, lalu menggeleng. "Nah, itu kak. Abang nggak bilang."
"Oh, biar kakak tunggu di teras aja kalo gitu," pamit Sovia menunjuk arah teras.
"Di sini aja kak!" cegah Jihan saat gadis tinggi itu berjalan keluar.
"Gapapa, kok. Have fun yaa!"
Sovia menghela napas bersamaan dengan menjatuhkan badannya pada kursi rotan di teras. Gadis itu agak mencondongkan tubuhnya, melihat ke arah dalam lalu geleng-geleng kepala.
"Ganggu aja sih lo, Sov. Bocah lagi pacaran juga," katanya merutuki diri.
Sementara itu di dalam, Jihan segera meraih ponselnya dan mengetik pesan untuk abangnya. Memberi tau bahwa Sovia ada di rumah dan sedang menunggunya.
"Juan, abang bilang pergi kemana nggak sama kamu?"
Bocah laki-laki itu menggeleng. "Kakak yang tadi siapa, Ji?" tanya Juan menoleh ke teras sebentar.
"Pacar abang," jawab Jihan singkat membuat Juan mem-pause gamenya.
"Sejak kapan abang pacaran?"
Jihan menggerakkan bahu. "Nggak tau, kayaknya masih pdkt. Tapi Kak Sovia udah pernah dikenalin sama mama dan uti juga."
"Namanya Sovia?" Juan mengulang.
Gadis itu mengangguk. "Pokoknya dia tuh baik banget orang, nggak rese kayak abang. Dan cantik."
Juan menegakkan tubuh, seolah mengintip Sovia yang berada di teras. "Tapi kamu yakin cewek secantik Kak Sovia itu mau sama abang, Ji?"
"Abang kita juga nggak jelek-jelek amat kali."
•••
Sovia langsung menegakkan punggung, ketika melihat sebuah mobil hitam masuk ke garasi rumah Johan. Ia mengernyitkan dahi ketika melihat uti turun sesaat setelah Johan membuka pintu mobil. Gadis itu lantas berdiri, seolah menyambut kedatangan uti yang pelan-pelan menaiki undakan dengan dituntun oleh Johan.
"Aduh, aduh... kenapa nunggu di luar? Ayo masuk-masuk," sambut uti saat Sovia menyalaminya.
Sovia tersenyum. "Di teras aja uti, lagian mau nugas juga kok."
"Kalau gitu uti masuk dulu ya... mau lihat cucu uti yang paling ganteng." Uti memandang Johan sebelum masuk. "Kamu ajak Sovia masuk nanti, udah mau gelap."
Johan bersikap hormat, saat uti mulai berjalan ke dalam.
"Lo kenapa nggak bilang kalau ada uti?" tanya Sovia duduk kembali, meraih tasnya dan mengeluarkan beberapa buku.
"Lah, emang gue harus lapor ke elo?"
Sovia merapatkan bibir. "Iya kan, gue mesti bawain apa kek."
"Lo ke sini aja uti udah seneng banget tadi," balas Johan duduk di sebelah Sovia yang tidak menanggapi perkataannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
1004 Days With Johan
FanfictionBerawal dari tragedi kecil di bar malam itu, yang mana bisa saja akan membuat image Sovia hancur jika seseorang buka mulut. Ia tidak pernah menyangka akan menghabiskan masa putih abu-abunya bersama cowok ngeselin dan mageran seperti Johan. Apalagi c...