• • •
"Sumpah, ini baju bencong mana sih yang lo pinjam, Ju?"
Gadis yang tengah berdiri di depan cermin itu merasa risih dengan pakaian yang ia kenakan. Dress silver blink-blink dengan tali tipis menggantung di kedua pundaknya, tampak begitu mengekspos bagian dada. Ditambah panjangnya satu jengkal di atas lutut membuatnya semakin tidak nyaman. Apa yang dikatakan kedua orangtuanya jika melihat putrinya berpakaian seperti ini? Sumpah, seumur-umur baru kali ini ia memakai pakaian yang tidak sesuai ukuran tubuhnya.
"Gue pakai baju gue tadi aja deh," katanya sambil memungut hoodie hijau tua dan celana jeans panjang yang tergeletak di atas kasur.
"Sovia, kita tuh mau dugem, bukan mau camping di puncak. Masa pakai hoodie, yang bener aja?" cegah salah satu gadis di sana. Gadis itu bernama Jovanka Juliana, alias Vanka. Tapi karena sakit-sakitan dipanggilnya jadi Juju. Sibuk merebut kembali pakaian milik Sovia.
Sovia memandang temannya yang lain, meminta pertolongan. "Sindi, tolongin gue," rengeknya.
Sindi yang sedang memakai softlens pun hanya berdeham, fokusnya tetap pada softlens.
"Sin, kita tukeran dress dong?" pintanya mendekati Sindi.
"Itu juga udah cocok buat lo, Sov."
"Tapi kecil banget ini, gue nunduk kelihatan dong entar."
"Ya jangan nunduk."
"Sindi...."
"Apa sih? Gue lagi pakai softlens, nggak usah ganggu."
Sovia semakin mendekat, bahkan kini tengah mengguncang lengan kiri Sindi. Berulang kali gadis itu menyuruh untuk minggir, tapi masih saja Sovia merengek minta tukar.
"GUE NGGAK AKAN BERHENTI SAMPAI LO MAU TUKAR BAJU!"
"AAAAUUUUU!!!! MATA GUE KECOLOK BANGKE!!!"
•••
Dentuman musik keras diiringi dengan manusia-manusia yang berjoget di bawah lampu remang-remang membuat seorang cowok yang duduk di sudut ruangan itu mulai bosan. Tidak ada yang dapat menarik perhatiannya baik itu minuman, rokok, atau wanita sekalipun. Yang ia inginkan hanyalah pulang dan tidur di kasur empuk miliknya. Ia lantas menyandarkan kepala ke pundak cowok di sampingnya. Baru sedetik, kemudian ia merasakan penolakan dari cowok itu.
"Jangan ngalem gini, ah. Entar dikira kaum pelangi lagi," ujarnya. Cowok ini bernama Choki. Si dalang dibalik terdamparnya manusia mageran seperti Johan di tempat haram ini.
"Lo tuh ngapain sih kemari? Berapa banyak cewek yang lo tolak, hah? Minum juga beraninya Coca-Cola, ck," Johan berdecak, melihat ke arah lain.
Choki menyenggol lengan Johan. "Yee ... Daripada lo, air minum aja bawa dari luar. Itupun lo umpetin dalem celana. Biar apa emang? Biar keliatan gede?" Cowok itu lantas tertawa keras.
"Mau mati sekarang?" tanyanya seram.
Choki tiba-tiba berhenti tertawa, bukan karena pertanyaan dari Johan. Melainkan baru saja ia melihat sosok yang tidak asing baru saja duduk di meja bar. Menenggak minuman berwarna merah yang barusan dituang oleh barista di sana.
"Itu bukannya ketua kelas lo, Han? Iya nggak sih?" tunjuk Choki ke arah jam dua.
Johan yang penasaran ikut menoleh. Benar dan tidak mungkin salah lagi. Itu adalah ketua kelas yang dikenal bijaksana dan tegas, kesayangan para guru pula. Bagaimana bisa gadis baik-baik itu bisa berada di tempat seperti ini? Apa yang dia lakukan? Dan lagi, pakaiannya mungkin bukan ukuran untuknya, terlihat ketat dan pendek.
"Lo ngapain bengong nyet? Buruan cabut, sebelum dia lihat kita dan lapor BK!" kata Choki mulai panik, ia menarik lengan Johan untuk pergi, namun kelihatannya cowok itu masih enggan. Choki melihat Johan membuka aplikasi kamera. "Bukan waktunya foto njir, buruan ayo!"
"Gue yang bakal buat dia ke BK duluan," ucap Johan terdengar santai namun menusuk.
Johan mengarahkan bidikan itu ke arah gadis yang tengah berbincang dengan teman perempuannya. Dan satu foto berhasil ia dapat, lalu menunjukkannya pada Choki.
"Kalem, kita lihat dia atau kita yang ke BK dulu."
Choki mengehela napas, lalu duduk kembali. "Oke, kita lihat."
•••
Sovia yang tadinya ingin mengabari ibu kost agar tidak menutup pintu pagar dulu, mengurungkan niat karena muncul notifikasi pesan dari teman sekelasnya. Cowok itu mengirimkan foto ketika ia memegang gelas barusan, dan beberapa pesan juga ia kirimkan.
Gadis itu sontak balik badan, mencari keberadaan pelaku pengirim foto tersebut. Sovia tahu betul jika cowok ini sangatlah licik dan tidak bisa ditebak jalan pikirannya. Kedua mata Sovia menyapu ke setiap sudut tempat itu, namun tidak ia temukan. Melihat temannya sedang celingukan, membuat Juju penasaran lalu bertanya.
"Cari target sugar daddy?"
"Gue cari Johan."
"Johan? Dia di sini juga?" Juju pun ikut celingukan. "Say hi dong, suruh gabung."
Sovia menyodorkan ponselnya kepada kedua temannya. "Posisi kita nggak aman, dia bisa lakuin apa aja semaunya."
Sindi mengernyitkan dahi. "Posisi lo doang kali, kita mah enggak."
"Lagian dia juga cuma kirim foto lo, Sov," sahut Juju.
"Kita lagi bertiga di sini, kecil kemungkinan kalo cuma gue doang," kata Sovia mulai panik. Ia terus mengirimkan pesan pada Johan namun cowok itu nampaknya mematikan data.
"Iya juga sih," balas Sindi.
"Kok gue juga takut ya, kita pulang aja yuk," ajak Juju setengah menutupi wajahnya.
Saat mereka sedang mengemasi barang-barang, Sindi melihat sosok Johan bersama satu temannya sedang berbincang dengan petugas keamanan.
"Bentar girls, itu bukannya kak Johan sama kak Choki?"
"Iya tuh, Sov. Foto-foto cepetan!"
Beberapa gambar berhasil Sovia dapatkan, dengan begini seri. Sovia juga mempunyai bukti jika cowok itu berbuat nekat nantinya.
•••
Kalau kepo sama isi chat, bisa dibaca di Twitter @/jjijaahaeyoon
To be continued
KAMU SEDANG MEMBACA
1004 Days With Johan
FanficBerawal dari tragedi kecil di bar malam itu, yang mana bisa saja akan membuat image Sovia hancur jika seseorang buka mulut. Ia tidak pernah menyangka akan menghabiskan masa putih abu-abunya bersama cowok ngeselin dan mageran seperti Johan. Apalagi c...