•••
Johan menepi dari lapangan, cowok itu meraih botol air mineral yang ia beli tadi lalu menenggaknya hingga habis. Melihat teman-temannya sedang merunduk dan fokus pada ponselnya masing-masing, membuat Johan menyadari di mana keberadaan benda pipih miliknya tersebut.
Seperti biasanya, tiap sore Johan selalu rutin main futsal dengan kedua belas teman-temannya. Berasal dari komplek perumahan yang sama, lalu membentuk sebuah circle pertemanan yang berisikan cowok-cowok ganteng tapi setengah gila.
"Dek, lihat hape gue kagak?" tanya Johan saat ada Deka didekatnya.
Arthur Mahardika, atau biasa dipanggil Deka, aslinya sih Arthur. Tapi karena terlalu keren dan kurang cocok buat cowok agak sinting, dengan pemikiran di luar nalar itu, lebih sering dipanggil Deka oleh teman-temannya. Cowok itu sedang duduk tak jauh dari Johan, lalu menoleh sebentar.
"Emang lo bawa hape?"
"Bawa lah."
Johan meraba saku celana, namun tak ada. Sementara Deka sedang menyibak jaket yang tergeletak di sebelah ia duduk. Lalu sebuah hape hitam itu, sang empunya langsung meraihnya.
Melihat notifikasi pesan dari Sovia membuat cowok itu ingin tahu. Dibukanya aplikasi chatting, betapa terkejutnya ia melihat entah berapa ratus yang gadis itu kirimkan.
"Buset, banyak banget!" ucapnya masih terus scrolling.
Deka menoleh, "Apanya yang banyak, bang?"
"Duit-duit gue, hehehe," kata Johan asal.
"Kirain apaan," balas Deka lalu melengos.
Menyadari bahwa semua pesannya sudah dibaca, membuat Sovia lantas menelepon. Johan yang kaget dibuatnya, kini memilih agak menjauh dari teman-temannya. Bodohnya, Johan malah menjawab panggilan itu.
"LO TUH YA! EMANG NGGAK NGERASA KEGANGGU APA, GUE KIRIM CHAT SEGITU BANYAK?"
Johan agak menjauhkan benda tersebut dari telinganya, tidak betah dengan suara cempreng gadis itu. Suara Sovia kalau lagi marah tuh gini ya?
"Hape gue silent, ngapain gue kepo isi chat lo?"
"Minimal di read kali." Suara Sovia kini agak memelan.
"Rabun lo?"
Sovia terdengar menghela napas. "Gini ya, Han. Gue minta lo hapus foto gue dan setelah itu gue nggak akan kirim chat segitu banyak."
"Kenapa harus?"
"YA KAN ITU FOTO ADA DI GALERI LO, WAJAR KALO GUE MINTA HAPUS!"
Johan mulai tertarik dengan pembicaraan ini, cowok itu sekarang sedang bersandar pada dinding si sebelahnya. "Lo tuh takut banget ya? Bahkan dua bestie lo itu agak ada kirim chat segitu banyak."
"ITU KARENA LO CUMA ADA FOTO GUE DOANG!" Sovia kembali ngegas. "AWAS YA, KALO GUE TAU LO GUNAIN FOTO GUE BUAT ENGGAK-ENGGAK, DETIK ITU GUE BOTAKIN KEPALA LO, MONYET!"
Mendengar bukan namanya disebut, Johan langsung berdiri tegak. "APA LO BILANG?!"
Sialnya, kata-kata itu tidak sampai pada Sovia. Karena gadis itu lebih dulu memutuskan sambungan telepon. Buat Johan dia tidak akan takut dengan ancaman Sovia, lagian mau dibuat apa sih?
Sejak hari itu, Johan tidak pernah melihat foto Sovia lagi, hanya sekali ketika ia mengirim foto tersebut. Bahkan tak sengaja muncul di galerinya pun tidak. Cowok itu juga ragu, apakah ia masih menyimpannya atau tidak. Karena kebanyakan isi galerinya adalah foto-foto memeable milik selusin teman-temannya dan beberapa foto selfienya yang tersembunyi di tempat yang aman.
KAMU SEDANG MEMBACA
1004 Days With Johan
FanfictionBerawal dari tragedi kecil di bar malam itu, yang mana bisa saja akan membuat image Sovia hancur jika seseorang buka mulut. Ia tidak pernah menyangka akan menghabiskan masa putih abu-abunya bersama cowok ngeselin dan mageran seperti Johan. Apalagi c...