Mancing Emosi

43 8 1
                                    

"Udah lama nggak ke sini, mas?" sapa seorang pria tambun tersenyum pada Johan. Saat cowok itu baru saja tiba di area pemancingan.

Johan mengangguk lalu tersenyum kecil. "Belakangan agak sibuk soalnya, pak." Cowok itu lantas menerima pemberian pria yang kerap ia sapa Pak Eko itu. Sebuah ember plastik berserta alat pancing.

"Mari pak," lanjutnya berpamitan.

Memang sudah lama Johan tidak pergi memancing, terhitung sejak dua bulan lamanya. Baginya, memancing adalah hal yang dapat membuatnya lupa akan masalah yang sedang ia hadapi, walau hanya sesaat. Melepas semua beban pikiran dengan cara melamun hingga disadarkan oleh seekor ikan yang memakan umpannya. Itu adalah pelarian terbaik bagi Johan.

Johan berjalan menuju tempat yang biasa ia tempati, yaitu dibawah pohon mangga. Namun saat ia jalan ke arah sana, terdapat dua orang gadis yang juga sedang memancing. Bahkan satu diantara mereka tampak tidak asing baginya. Jika yang satu  asyik berceloteh, maka satunya lagi seperti menundukkan kepala. Seolah tak ingin cowok itu melihatnya.

Benar dugaan Johan, gadis yang menunduk itu adalah Sovia. Cowok itu nekat duduk di sebelah teman Sovia, dengan jarak beberapa meter. Saat Johan mulai duduk, ia tersenyum ke arah gadis bermata sipit itu, dibalas hal yang sama oleh Verin. Lalu pandangannya beralih pada Sovia yang kini semakin menunduk, sambil menutupi separuh wajahnya.

"Mbak, itu temennya kayak ngantuk gitu," kata Johan pada Verin, menunjuk pada Sovia. "Takutnya nanti jatuh ke depan, terus nyemplung ke empang. Kan nggak lucu," lanjutnya tak merasa canggung sama sekali.

Verin pun langsung menatap Sovia, mengguncang lengan gadis itu. "Lo ngantuk, Sov?"

Sovia mengerang, menepis tangan Verin. "Apaan sih, enggak!"

"Terus kenapa lo nunduk gitu? Lo pusing nyium bau kolam lele di sebelah?" serbu Verin penasaran.

Sovia tampak menghela napas, mengangkat kepala lalu merapikan rambutnya dan memperlihatkan wajahnya pada Verin. "GUE GAPAPA VERINDA ARIANA!"

"LOH, SOVIA!" kata Johan pura-pura kaget, menunjuk ke arah Sovia.

Sementara itu Verin lantas menoleh bingung ke arah Sovia, seolah meminta penjelasan. Mengapa cowok itu mengenalnya.

Sovia lagi-lagi membuang muka. "Temen sekelas gue."

Verin ganti tersenyum ke Johan. "Oh, temen sekelas Sovia."

"Gue boleh gabung, kan?" tanya Johan sembari memasang umpan. "Cuma disini yang view-nya enak."

"B-boleh kok," balas Verin mencoba tersenyum cantik. Yang setelahnya mendapat cubitan kecil dari Sovia. Hingga cewek itu menoleh. "Apaan sih?"

"Lo ngapain kasih izin?" bisik Sovia.

"Emang kenapa? Timbang duduk doang."

Sovia berdecih. "Verin, mah."

Verin hendak menjawab, namun dehaman dari Johan membuatnya urung melakukan itu. Yang membuatnya langsung menatap Johan kembali.

"Oiya, gue Verin temen Sovia juga." Gadis itu mengulurkan tangan, berniat berjabat tangan.

"Eh, iya. Aduh, gimana nih." Johan ribet sendiri, saat umpan yang ia pasang tidak mudah seperti biasa. "Sorry, nggak bisa salaman ini susah banget soalnya."

"Gapapa kok." Verin tersenyum ramah. "Lo tuh yang namanya siapa sih? Temen cowok Sovia tuh banyak banget. Gue sampai pusing ngapalinnya."

Sovia melebarkan mata, merasa terfitnah. Sejak kapan dia punya teman cowok banyak dan dikenalkan ke Verin? Sejauh ini yang pernah ia ceritakan hanya Victor, itu pun mereka belum bertemu langsung.

1004 Days With JohanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang