"Abang belum mau tidur, nggak usah dimatiin dulu," kata Johan pada Juan yang hendak mematikan sakelar lampu kamar.
"Tapi Juan nggak bisa nyenyak kalo lampu nyala, bang."
"Bentar kok."
Juan menggerakkan bahu, tak peduli. Bocah laki-laki itu kini sudah terbaring di ranjang, memunggungi abangnya yang masih sibuk dengan ponsel di tangan.
"Tidur bang, besok sekolah," suruh Juan menarik ke atas selimut.
"Nanti ya. Selamat malam Juan," balas Johan mengusap rambut Juan lalu mengecupnya kecil. Bagi Johan, Juan tetaplah bayi kecil yang menggemaskan seperti cimol. Beda dengan Jihan yang kini sudah mulai mengeluarkan bibit-bibit macan betina.
Johan tengah mencari sebuah nama. Tak banyak scroll, dia langsung menemukan nama Sovia di sana. Menekan tombol telepon dan menunggu beberapa saat untuk gadis itu terima panggilan darinya.
Terdengar helaan panjang dari Sovia di sana. "Bisa nggak sih, lo biarin gue tidur nyenyak malam ini?"
"Gue cuma pastiin doang kalo file presentasi udah masuk ke elo apa belum."
"Udah nih, barusan."
"Iya udah kalo gitu," balas Johan santai.
"Hah?"
"Kenapa?"
"Jadi lo nelpon gue cuma mau nanyain itu doang?"
"Iya. Apalagi emang?"
Sovia mengendus kesal. "Besok kenapa sih nanyanya? Lo pikir gue nggak butuh istirahat apa?"
"Tinggal tidur aja apa susahnya, sewot mulu lo!"
"Mungkin gue udah tidur ya, Han. Kalo lo nggak nelpon gue sekarang."
"Salah sendiri lo angkat," cibir Johan tak mau disalahkan.
"Jadi lo nyalahin gue?! Entar kalo gue diemin, yang ada lo malah nelponin gue terus. Kayak gue nggak tau lo aja."
"Makasih sarannya. Lain kali gue coba."
"Sinting lo!"
"Orang sinting lo tanggepin."
"Udah ah, gue mau tidur. Capek banget baru balik."
"Mampir kemana aja lo baru balik?" tanya Johan terdengar seperti mengintrogasi.
"Cari makan sama Victor."
"Kurang kenyang lo? Itu perut manusia apa gajah?" ejek Johan.
"Biarin, perut-perut gue."
"Btw, mie gorengnya gimana? Mama tadi nanya." Johan menarik bibir, sedikit berbohong mungkin tak masalah. Sengaja agar obrolan mereka lebih lama.
"Enak, jarang banget gue makan mie goreng seenaknya itu."
Johan terkekeh geli. "Apaan sih, lebay banget. Itu cuma mie instan biasa yang dimasak pakai bumbu racikan mama."
"Serius lo, itu cuma mie instan biasa?"
Johan mengangguk, menarik bantal ke pangkuan untuk ia gunakan sebagai tumpuan siku.
"Wah, saking enaknya sampai nggak berasa bumbu mie instannya sendiri."
"Itu kayaknya nggak mama pakai deh. Soalnya dari gue kecil, mama selalu racikin sendiri bumbu mienya."
"Gue harus recook sih, mintain resepnya dong, Han."
"Dih, nyuruh-nyuruh gue lo! Minta sendiri kalo mau."
KAMU SEDANG MEMBACA
1004 Days With Johan
FanfictionBerawal dari tragedi kecil di bar malam itu, yang mana bisa saja akan membuat image Sovia hancur jika seseorang buka mulut. Ia tidak pernah menyangka akan menghabiskan masa putih abu-abunya bersama cowok ngeselin dan mageran seperti Johan. Apalagi c...