Meneduh

38 4 1
                                    

Sovia mulai was-was ketika hawa dingin menyentuh kulit lengannya. Gadis itu menggosok telapak tangan, berharap agar awan gelap di atas sana jangan dulu menurunkan rintiknya sebelum ia sampai. Sovia semakin erat mendekap diri, saat Johan dengan lihai membelah jalanan dengan motornya.

"Jangan ngebut!" teriaknya dari samping kiri.

Nampaknya Johan tak mendengar. Langit semakin gelap mungkin hal itu yang membuat Johan menambah kecepatan dan hal ini pula didukung jalanan yang ramai lancar, tak begitu macet seperti biasa. Cowok itu membelokkan motornya ke kiri, memasuki sebuah gang dan beberapa belokan lagi akan sampai di kosan Sovia.

Gadis tinggi itu mengernyit saat merasakan tetesan air hujan. "Han, udah gerimis."

"Iya, gue tau."

Banyak polisi tidur di jalan padat pemukiman ini, membuat Johan mengurangi kecepatan. Cowok itu harus ekstra sabar saat rintik hujan mulai lebat.

"MULAI DERES NIH, NEDUH DULU!" teriak Sovia dari belakang.

"TANGGUNG, DIKIT LAGI SAMPAI."

Akhirnya mereka benar-benar sampai. Sovia langsung turun dari motor, membukakan pintu pagar. "Masukin aja motornya," suruh gadis itu menunjuk arah gazebo.

Johan hanya mengangguk menurut, memarkirkan motornya di samping gazebo. Sementara itu Sovia sudah masuk ke dalam dengan berpayung tas sekolahnya. Ada rasa lega melihat Sovia masuk ke kos dengan selamat.

Ditinggal Sovia membuat Johan langsung naik ke gazebo setelah melepas sepatu. Duduk memeluk lutut, melihat hujan kian lebat ditambah dengan angin kencang membuat air masuk ke gazebo. Dingin, itu yang Johan rasakan. Beberapa kali ia melihat ke arah pintu, berharap Sovia keluar mengajaknya ke tempat lebih hangat. Bahkan sebelum pergi sempat mengucap terima kasih pun Sovia tidak. Hampir sepuluh menit Johan menunggu, sesekali menggosok telapak tangan lalu meniupnya.

Johan jadi tersenyum, saat Sovia membuka payung dan sebuah gelas mug di tangannya berjalan mendekat. Gadis itu mengulurkan gelas terlebih dulu sebelum ia naik ke gazebo.

"Di samping tangga sebelah sana, ada kamar mandi. Lo bersihin diri dulu," kata Sovia menunjuk arah selatan gazebo.

Johan menggosok hidung. "Percuma bersih-bersih kalo nggak ganti baju."

"Udah gue siapin, di samping pintu."

"Gue pakai baju lo gitu?" kaget Johan.

Sovia berdecak. "Gue ada hoodie hitam, terus lo gapapa kan, pakai celana training olahraga kita?"

"Dih, itu kan baru dipakai dua hari lalu. Pasti lo belum cuci," duga Johan bergidik ngeri.

Sovia mencuatkan bibir. "Gue nggak sejorok itu, ya! Lagian lo nggak mau juga gapapa. Biarin kedinginan, beku sekalian nggak peduli gue."

"E-eh, enak aja. Mana sini payungnya," pinta Johan menurut dan segera turun.

Sovia menyerahkan payungnya, lalu naik ke gazebo. Membuat Johan langsung beranjak ke kamar mandi yang ditunjukkan oleh Sovia tadi. Gadis itu melihat tas Johan yang basah di bagian depan, ia khawatir jika bukunya ikut basah. Ia kemudian mengecek, ternyata aman. Walau di luar basah, namun ada lapisan dari parasut di dalamnya yang membuat bagian dalam tetap kering.

Sebenarnya, Sovia juga sudah bernegosiasi dengan ibu kosnya untuk mengajak Johan ke dalam rumah. Namun, peraturan tetaplah peraturan. Tamu laki-laki tidak diperbolehkan masuk, hanya sekedar gazebo pun tidak masalah. Untuk itu Sovia menyiapkan pakaian ganti untuk Johan dan kebetulan memang ada kamar mandi luar.

Tak lama setelahnya, Johan datang dengan wajah yang tampak segar. Cowok itu memasukkan baju seragamnya ke dalam bagasi motor, lalu ikut duduk bersama Sovia.

1004 Days With JohanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang