Joseph dan Bonita saling pandang, lalu kompak menggeleng. Pagi yang cerah seperti ini, bisa-bisanya keduanya menjadi saksi pertengkaran antara Sovia dan Johan. Bukan di kelas ataupun di lapangan, bukan juga di parkiran, melainkan di kantin. Yang mana mereka datang untuk sarapan, malah diperlihatkan tontonan layaknya sinetron. Beruntung pagi itu kantin tidak seramai biasanya.
"Kita pergi aja yuk," ajak Bonita menggoyangkan lengan Joseph yang berada di sebelahnya.
Joseph menoleh. "Masih ada mereka. Emang gak jadi sarapan?"
Bibir Bonita mengerucut sebal. Tadinya ia berpikir untuk memesan nasi uduk untuk sarapan. Namun kedatangan kedua anak manusia itu membuatnya tak lagi nafsu makan. Mendengar pertengkaran itu membuatnya kenyang.
Bonita menatap Sovia dan Johan dengan menopang dagu. Seakan seperti Joseph, cowok itu menyimak dengan baik pertengkaran tersebut.
"NGGAK BISA GITU DONG, LO BISA-BISANYA CATAT NAMA GUE TANPA PERSETUJUAN GUE?"
Sovia menghela napas. "BEGINIAN DOANG GUE HARUS MINTA PERSETUJUAN DARI LO?! EH, INI BUAT KELAS. BUKAN BUAT KEPENTINGAN GUE SENDIRI APALAGI LO!"
"TAPI KAN, GUE BARU SEMBUH. BARU SEHARI GUE SEKOLAH."
"EH, JOHAN! LO PIKIR LOMBA HARI INI? DETIK INI JUGA? BUKAN, NYET. MASIH SEMINGGUAN LAGI."
Kedua tangan Johan bertengger di pinggang. "KOK LO JADI MONYET-MONYETIN GUE SIH? SECANTIK APA LO, NGATAIN GUE MONYET?"
"GUE EMANG CANTIK," balas Sovia mengibaskan rambut panjangnya.
Johan berdecih. "CANTIK DARI LUBANG SEDOTAN?!"
"Capek banget punya temen kayak mereka," keluh Joseph memalingkan muka.
"Johan temen kamu doang, ya," bisik Bonita.
Perlahan keadaan membaik. Johan tidak lagi menceloteh, dan Sovia sudah tidak membantah. Membuat atmosfer di kantin kembali dingin.
"Oke, gue nggak akan paksa lo lagi. Kalau tiba-tiba Bu Rita panggil lo, jangan cari gue," kata Sovia mengangkat tangan pasrah. Lalu menarik bangku kosong dan duduk di sana.
Johan memijat pelipisnya. "Sep, pala gue sakit. Entar lo izinin ke guru piket."
"Eh, mau kemana lo?" tanya Joseph.
"UKS." Johan meraih tasnya, membawanya di satu sisi bahu. Kemudian pergi dari sana.
Sovia berbalik badan setelah Johan pergi, menghadap Bonita dan Joseph yang duduk di belakangnya.
"Kok lo betah sih, temenan sama cowok mageran kayak dia?" Pertanyaan itu Sovia tujukan pada Joseph.
Joseph menghela napas. "Gimana lagi, udah dari sama-sama masih pampers."
"Lo juga sih, Sov. Udah tau Johan baru sembuh. Lo daftarin futsal," sahut Bonita.
"Gue cuma kasih tau dia. Dan maksud gue ngasih tau dia, biar dia prepare dan berjalannya waktu badan dia udah vit terus ikutan tanding," ucap Sovia membela diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
1004 Days With Johan
FanfictionBerawal dari tragedi kecil di bar malam itu, yang mana bisa saja akan membuat image Sovia hancur jika seseorang buka mulut. Ia tidak pernah menyangka akan menghabiskan masa putih abu-abunya bersama cowok ngeselin dan mageran seperti Johan. Apalagi c...