2 Pengantin Baru

2.3K 248 11
                                    

2 Pengantin Baru

Pamela mencatat apa-apa yang penting dari meeting yang di lakukan Levin dengan klien. Ia merekomendasikan beberapa konsep bangunan yang sekiranya cocok dengan tanah yang akan di bangun.

Levin ternyata sangat pintar mengambil hati klien. Meski orang itu memang agak ribet dan cerewet, tapi Levin berhasil mendapatkan hatinya.

Bahkan si klien yang awalnya sangat ketus, kini tertawa lepas. Pria tua itu sepertinya sangat puas dengan konsep yang Levin rancang. Ya walaupun, Levin masih perlu sedikit revisi lagi.

Pamela langsung mengalihkan pandangan saat mata Levin bertemu matanya. Sejak insiden ciuman tidak disengaja kemarin, Pamela menjadi sangat canggung. Apalagi setelah Levin meminta maaf. Itu membuatnya semakin tersipu.

Setelah percakapan kedua pria itu selesai, sang klien pamit. Pamela pun membantu Levin membereskan dokumen dan laptop bekas presentasinya.

"Dia minta revisi sedikit. Sepertinya jika besok oke, kita bisa langsung pulang." Levin membuka suara.

"Baiklah!"

"Sampai kapan kamu mau menghindariku?"

"Siapa yang... "

Levin menarik wajah Pamela saat wanita itu terus menunduk dan gugup. Dia memaksa Pamela untuk bertatapan dengannya. "Kemarin itu hanya kecelakaan, maaf jika membuatmu tidak nyaman."

Jantung Pamela berdebar semakin kencang. Kenapa sih dia harus meminta maaf lagi dan lagi? Pamela malu! Malu!

"Tidak...."

"Baiklah, kalau begitu jangan bersikap canggung dan menghindariku lagi."

"Lalu apa... rencana kita hari ini?"

"Free, tapi aku mau cari tukang urut. Punggungku kehantam batu. Untung saja bukan kepalamu yang kena, bisa gagar otak jika iya! Insiden itu secara tidak langsung menolongmu!"

"Maaf jika aku merepotkan." Pamela menunduk.

"Tidak apa, nanti setelah kembali ke Jakarta aku akan periksa lebih lanjut ke dokter."

"Separah itu?"

"Tidak juga, hanya saja... "

"Ya sudah ayo cari tukang urut! Atau langsung ke rumah sakit saja. Kenapa harus menunggu ke Jakarta?"

Pamela langsung menyandat tas yang berisi dokumen dan laptop, lalu menarik bossnya dengan raut khawatir. Gara-gara memikirkan ciuman tidak disengaja itu, ia melupakan luka yang Levin alami karena menyelamatkannya. Pantas pagi ini Levin terus meringis seperti tak nyaman.

"Kamu nggak perlu terlalu khawatir, Pamela."

"Astaga, siku Bapak juga memar!" Pamela setengah berteriak saat lengan kemeja yang Levin angkat hingga siku itu, menampilkan luka memar yang cukup parah.

Ingat, mereka jatuh di atas bebatuan kemarin. Punggungnya kehantam batu, sikunya juga karena Levin menahan diri agar kepalanya tidak ikut terbentur.

Sebenarnya sangat sakit. Namun karena Pamela tidak sengaja menciumnya, mendadak ia mati rasa dan tidak merasakan apapun saat insiden jatuh itu menimpanya.

"Kenapa kamu tidak bilang? Kita seharusnya langsung membawanya ke dokter!"

"Pamela sudahlah, aku tidak apa-apa!"

"Pasti sakit ya? Jujur saja!"

Levin termenung saat Pamela meniupi lukanya. Membelainya dengan lembut dan penuh kekhawatiran. Ini pertama kali ia mendapat perhatian semacam ini setelah kekasihnya meninggal.

Wicked ChoiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang