9 Pengakuan

1.5K 192 10
                                    

9 Pengakuan

"Kamu ngapain semalam?" Pamela memukuli Levin yang tengah menyiapkan roti bakar untuk mereka sarapan. Ia manarik-narik kaos hitam tipis yang Levin kenakan hingga melar.

"Memangnya aku berbuat apa?"

"Jangan bohong! Leherku penuh kissmark!" Pamela kembali memukulinya dengan wajah yang telah memerah padam karena marah dan juga malu.

"Aku hanya menciummu, tidak lebih!" Jawab Levin gugup dan suara yang serak. Dia memang tidak pandai bersilat lidah. Siapapun akan melihat kebohongan yang disembunyikan oleh wajah tampannya itu.

"Bohong! Kenapa aku tidak ingat semuanya? Kamu pasti memberiku obat lalu... "

"Kamu pikir aku seputus asa itu? Kalau aku mau, aku akan langsung menawarimu!" Levin spontan menggendong Pamela, dan menaikkan wanita itu di atas meja.

"Kalau bisa langsung minta, kenapa harus pakai obat perangsang?" Lanjutnya seraya tersenyum nakal. Tangan kekarnya bertumpu pada meja, untuk mengurung Pamela di dua sisi sekaligus. Ia membuat wanitanya tidak bisa bergerak bebas.

Kini Pamela dapat melihat dengan jelas wajah tampan itu, karena jarak mereka yang begitu dekat. Ya Tuhan, wanita mana yang tidak terpesona olehnya? Levin benar-benar manusia berwujud Zeus.

"Kamu mau tahu apa yang terjadi semalam?" Bisik Levin dengan suara yang sensual di depan bibirnya.

Pamela langsung melindungi dadanya dengan kedua tangan. Merapatkan kakinya, dan mengalihkan pandangannya dari Levin begitu alarm bahaya memperingati otaknya.

"Jangan mengelak!"

"Aku tidak sebrengsek itu! Aku hanya melakukannya, jika kamu mau." Ujarnya lirih. Tentu saja Levin berbohong.
Karena semalam, dengan brengseknya ia membuat gesekan-gesekan maut hingga mereka keluar bekali-kali. Oh shit! Levin memang sudah gila.

"Lalu kenapa.... milikku sedikit perih?" Pamela berkata dengan bibir kelu. Wajahnya semakin memerah. Meski pertanyaan ini sangat memalukan, tapi ia perlu tahu apa yang terjadi.

"Kamu mabuk karena minum alkoholku semarangan. Kamu terus memelukku dan tidak mau lepas. Kamu bahkan melucuti handukku. Jadi.... "

"Tuh kan!" Pamela spontan menamparnya.

"Hanya bergesekan!"

"Bergesekan apa? Dasar mesum! Gila!" Pamela memukuli Levin dan mengejar pria itu yang kini berlari mengintari ruangan.

"Aku tidak melakukan lebih, sumpah!"

"Bohong!" Teriaknya seraya mengambil sapu. Ia kembali mengejar Levin yang masih terus menghindarinya.

"Aku tahu batasan!" Levin kembali berteriak.

"Mesum gila!" Pamela tidak peduli. Ia tetap mengejar dan mencoba memukulnya dengan gagang sapu yang dipegangnya. Kenapa Levin mesum sekali? Isi otak pria itu sepertinya sudah tidak tertolong lagi. Arghhhhhh!!! Levin memang tidak berahlak! Bisa-bisanya dia memanfaatkan wanita mabuk dan tak berdaya!

"Cukup... aku lelah!" Levin menangkap Pamela yang juga kelelahan untuk duduk di atas pangkuannya. Ia memeluknya erat agar Pamela tidak dapat bergerak, dan berontak. Pria itu menopangkan dagu di atas pundak Pamela yang tengah menarik nafas dengan tidak beraturan.

"Kamu keberatan dengan apa yang aku lakukan?" Tanyanya dengan terengah.

"Kamu masih berani bertanya?"

"Bagaimana kalau kita menikah saja secepatnya?" Levin mencium pipi Pamela seraya menunggu jawaban. "Ayo kita beli cincin, hari ini juga."

"Levin, kenapa harus buru-buru?"

Wicked ChoiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang