01. Really?

389 34 10
                                    

Hai semua, selamat datang di ceritakuu.

Selamat membaca!!

.

Bab 01

.

Ruangan khusus bercat putih itu masih sama, tidak ada yang berubah selama sepuluh tahun lamanya, hanya saja anak laki-laki berusia tujuh tahun yang telah beranjak dewasa, sekarang dirinya sama seperti tahun dimana ia dapat menghajar Ayahnya dan menangis karena ejekan pria itu. Suara samsak di pukul semakin menguat, laki-laki yang memukulnya semakin bersemangat. Pukulan darinya semakin kuat dan harus dihindari jika sedang berlatih dengan Ayahnya.

Keringat membasahi tubuhnya dan rambut hitamnya yang ia ikat karena belum sempat ia potong. Kini, butiran kecil dari keringatnya menetes pada lantai.

Satu sesi latihan fisiknya sudah selesai, terhitung tiga puluh menit lalu. Dan satu pukulan kuat mengakhiri latihannya. Cowok itu duduk, kakinya diselonjorkan dengan napas yang tidak beraturan dan jangan lupakan dengan wajahnya yang merah akibat aktivitas yang baru saja dilakukannya.

Cowok itu menengok saat pintu terbuka, wanita tiga puluh sembilan tahunan masuk. Wanita itu Ibu dari cowok itu yang dipanggil dengan sebutan Bunda.

“Naik kelas sebelas nih,” goda wanita itu lalu duduk di kursi yang berada di sudut ruangan. “Rambut kamu udah panjang, kamu tau waktunya apa, Al sayang?”

Ya, cowok itu Alvendra Errando Gundara.

Cowok itu memutar bola matanya. “Potong,” jawabnya malas-malasan. Sebetulnya ia sudah nyaman dengan rambut panjangnya sekarang, tapi itu akan membuatnya masuk ruangan keramat untuk anak-anak nakal, sama sepertinya.

“Pintar. Nanti Bunda aja yang potongnya, pasti ganteng.”

“Yang ada, Al, kaya Corbuzier kalo Bunda yang potong. Mending panjang kaya gini. Bisa diikat,” balas cowok itu seraya mendekat ke Bundanya.

“Dari pada panjang kaya Limbad. Dipotong pendek aja biar gantengnya nambah. Kalo besok masih panjang, Bunda botakin kamu.” Kirana membuka ikat rambut di kepala putranya. “Nah, kan? Kamu jadi cantik, Al. Potong, ya?”

“Biarin. Kata Bunda kan saking gantengnya laki-laki bisa jadi cantik. Kaya yang Bunda liat kemarin malam,” elak Alvendra dan terus mencari alasan untuk meyakinkan Sang Bunda.

“Beda lah, dia gak sekolah, kamu masih ada dua tahun lagi. Satu lagi, nakalnya dikurangin, kamu naik kelas karena Ayah kamu juga. Catatan guru BK semuanya nama kamu.” Kirana menasehati sembari menyisir rambut anaknya dengan jemari.

Cowok itu memejamkan matanya, diam dan menikmati sedikit pijatan dikepalanya. Jika sudah terdiam seperti itu biasanya ia sedang berfikir. Tidak seperti beberapa menit lalu saat memaksa ingin terus memanjangkan rambutnya.

“Bun,” panggilnya masih terpejam.

Hm.” Kirana hanya berdeham. Menyisir rambut bagian depan yang menghalangi mata anaknya. “Bunda geram sama rambut kamu ini, Bunda ajalah yang potong,” tawarnya.

“Gak mau Bundaaa, Al tau gimana jadinya nanti rambut, Al.” Cowok itu menolak mentah-mentah tawaran Kirana, karena jika melakukan itu padanya akan menjadikan dirinya sebagai bahan percobaan.

Alhasil kepalanya tanpa rambut seperti kembar botak di televisi.

“Baguslah. Kamu juga bakal jadi pusat perhatian, sayang.” Kirana terkekeh setelah mengucapkan itu.

ALVENDRA [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang