20. Problem (1)

68 17 6
                                    

"AAAAAAARRRRGGGGHHH!!!"

"AHAHAHA!!"

Memang mereka sangatlah kompak melihat sahabatnya yang terjatuh, mereka langsung tertawa puas. Apalagi orang itu banyak gaya.

Satria yang mengalaminya hanya menatap mereka dengan nelangsa. Cowok itu masih mengaduh kesakitan, bagian bokongnya sangat sakit. Tidak, semua badannya terasa sakit. "Terkutuklah orang yang menertawakan kesusahan orang lain," katanya saat sahabatnya belum berhenti menertawakan dirinya.

"Hahaha, sini gue bantu." Langit yang pertama meredakan tawanya. Cowok itu menjulurkan tangannya berniat membantu. "Tertawa lebih dulu baru nolongin, itulah sahabat sejati," ucapnya lagi.

"Sahabat sejati dari mana!? Pala lu peyang!" Walaupun kesal, Satria meraih tangan sahabatnya. Dia menepuk celana dan bajunya untuk menghilangkan debu yang menempel. "Durhaka lo semua."

"Udah di tolong, Sat. Lo juga kebanyakan gaya, mampus kan ujungnya. Makanya jadi orang tuh diem, jangan cosplay kembaran lo." Zidan menambahkan dengan tawa kecil yang masih terdengar. Jujur saja itu lucu, apalagi itu sahabatnya sendiri.

Alvendra gelang kepala setelah ikut tertawa puas bersama mereka. Ia kebetulan berdiri di sebelah Gabriel.

"Itu siapa? Pacar lo?" tanya Alvendra pada Gabriel dengan suara pelan. Tangannya menunjuk layar ponsel cowok itu.

Gabriel yang menyadari jika Alvendra mengintip langsung mematikan ponselnya begitu saja tanpa menjawab dan hanya melirik saja.

"Kalo ada waktu kasih tau gue." Ya, Alvendra tahu jika Gabriel sangat tidak ingin urusan pribadinya diusik, tapi jika dia yang menceritakannya beda lagi ceritanya. Berarti dia mempercayai orang itu.

Sementara Alvendra sudah kembali fokus pada seseorang yang sedang dia jaga. Tatapannya kali ini tidak teralihkan.

Hanya fokus padanya.

"Dari kejadian itu, semua dilakukan Adiyaksa buat menjaga putrinya. Dan sekarang beliau percaya sama kamu."

Satu helaan napas terdengar darinya.

Wajah yang sedang ia lihat berbeda. Kurva kecil yang manis terlihat melengkapi wajah cantiknya. Lengkap dengan bulu mata lentik yang menambah aura kecantikannya. Manis dan lucu. Sekarang harus ia akui itu.

Semuanya tampak sempurna.

Sama sekali tidak ada yang kurang. Sudut pandangannya pun telah berubah. Ia menginginkan dirinya yang berada di hadapannya untuk saat ini.

"Al, gerakan mencurigakan." Allen memberitahu.

Alvendra tahu, dia mengikuti kemana cowok itu pergi. Ia melangkah lebih depan dibanding para sahabatnya. Alis tebal melengkung tajam dengan tahapan matanya yang tak kalah tajam.

"Dia pergi, Al. Kita ikutin?"

"Nggak perlu." Itu jawaban dari pertanyaan Allen dari Alvendra. "Kita di sini bukan buat ngawasi Andra," lanjut Alvendra.

Alvendra melirik satu persatu sahabatnya, sudah jelas jika itu akan membuat mereka terkejut. Tapi ia meyakinkan mereka dengan anggutan kepala.

"Kalian di sini dulu, gue mau nemuin dia."

.

Alvendra bagian 20

.

ALVENDRA [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang