10. Perihal Dasi.

122 25 6
                                    

“Gara-gara lo anjir kita telat!”

Sedari tadi Allen tidak henti-hentinya ngedumel. Dia jadi ikut menghormat ke bendera akibat putar balik menjemput Alvendra. Jika dipikir-pikir lagi kenapa juga harus putar balik? Bodoh memang.

“Bukannya Zidan yang salah?” elak Alvendra mencari kambing hitam.

“Kenapa gue yang disalahin!” sahut Zidan tidak terima dirinya dikambing hitamkan.

“Lo 'kan yang tiba-tiba berenti di tengah jalan. Pake acara belum sarapanlah.”

“Emang bener gue belum sarapan! Terus lo semua ngapain tungguin gue!?”

“YA KAN SOLID!” balas mereka kompak hingga membuat beberapa orang yang sedang beristirahat menoleh ke arah mereka.

Sebetulnya mereka telat lima menit saja, tapi sayangnya untuk sekarang ini mereka tidak bisa bernegosiasi alhasil dihukum menghormat sampai jam istirahat, tapi jangan khawatir mereka tidak sepenuhnya menghormat, kadang mereka jongkok lalu duduk setelah ada guru yang mengontrol barulah mereka berdiri lagi.

“Lah? Kenapa sekarang pada nyalahin gue?” Zidan memelas, mengkhatirkan. Mau melawan pun memang kesalahannya sedikit.

“Karena lo penyebabnya.” Alvendra dengan wajah tenangnya, seolah dia tidak merasa jika dirinya juga penyebabnya.

“Nagaca!” sembur Zidan dengan wajah masamnya.

“Sebenernya lo itu kenapa, Al? Kaya orang bego lo, motor lo tinggal di rumah dia, terus lo jalan kaki. Sinting emang.” Itu suara Allen. Memangnya siapa lagi yang berani mengatakan kalimat itu selain dirinya?

“Ampun! Gue gak ikutan.” Zidan dan Langit mundur satu langkah.

Kali ini Alvendra hanya menghela napas saja. “Kalo lo di ajak sama bokap cewek lo, apa lo bakal nolak?”

Mereka berempat melongo tidak percaya.

“OUH JADI DIA SEKARANG CEWEK LO?!”

Alvendra bagian 10

Sejak kejadian di lapangan itu, meja Alvendra terus dikerubungi gadis-gadis terutama Syafira dan gengnya yang diketahui penggemar berat Alvendra sendiri.

Cowok itu terus dicerca dengan berbagai pertanyaan yang tidak berbobot.

“Lo beneran punya cewek, Al? Siapa, Al? Apa yang pernah digosipin, ya?” Syafira terus saja menanyakan hal itu, sudah kelima kalinya kalimat itu ditujukan pada Alvendra.

“Al? Lo diem terus dari tadi, kita mau tau kebenarannya,” lanjut Syafira terus penasaran malah semakin penasaran dengan diamnya Alvendra.

“Bener, Al. Kita mau tau.”

“Jawab dong, Al.”

“Satu kata aja.”

“Iya,” kata Alvendra yang mampu membuat mereka tidak bersuara lagi.

ALVENDRA [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang