.
Sialan.
Alvendra mengepalkan tangannya. Tapi tak lama dia tersenyum tipis yang membuat Andra dan gengnya terheran melihat ekspresi cowok itu.
"Sebelum gue bertindak, gue juga punya rencana, Andra."
Tatapan Alvendra kini teralihkan ke gadis yang menjadi sanderaan mereka. Bukan pada wajah ataupun matanya, tapi pada sesuatu yang berada di resleting tasnya. Tak lama dari itu, dia melirik Allen yang berada di samping kanannya, lirikannya itu mengisyaratkan sebuah perintah.
Berkatnya dia bisa merencanakan semua ini.
Sudut bibirnya tertarik singkat mengingat itu.
"Lepasin dia," ucap Alvendra tertuju pada anak buah Andra yang sedang menyandera salah satu siswi sekolahnya.
Yang dituju tidak berkutik. Perintah Alvendra tidak berlaku padanya. Ternyata kesolidaritasan mereka cukup kuat.
"Alvendra. Lo lupa cewek lo itu sendirian di sekolah? Mau gue telpon dia nggak?"
Andreas berkata seperti itu, seolah lupa dengan pukulan yang dia terima beberapa waktu lalu.
Ekspresi tenangnya masih dia pertahankan. Alvendra cukup yakin jika cowok itu tidak akan melukai gadis itu. Tapi jika dipikirkan lagi, dia begitu muak mengingat mereka berteman.
"Ada cari lain buat kita nggak ganggu lo."
Andra maju beberapa langkah dari posisi berdirinya.
"Pertama, gue bakal lupain masa dimana lo rebut apa yang gue impikan, syaratnya lo sama kacung-kacung lo itu ngaku kalah." Jeda ada di kalimat yang Andra katakan. "Kedua atau yang terakhir, kita akuin kalo lo emang hebat dengan syarat lo sujud sekarang di sini. Anggota lo nggak perlu, cuma lo doang."
"Monyet!!" umpat Zidan dan Langit berbarengan.
"Lo kira kita bakal lakuin kemauan bangsat lo itu!?" sambung Zidan yang mulai emosi, urat lehernya mulai menegang.
Allen yang tidak biasanya tenang, kini dia mulai bisa mengontrol emosinya. Dia membuang napas untuk tidak marah mendengar ucapan Andra yang membuat darahnya mendidih. "Lo pikir kita bakal buat Alvendra sujud di bawah kaki lo? Dia bukan hanya sekedar ketua kita, dia sahabat kita. Kalo lo mau mempermalukan dia di depan kita ini, lo yang kita hajar!" ucapnya dengan tegas.
"Nggak ada yang bakal ngaku kalah."
Empat inti Bigbang mengatur posisi. Memberi celah untuk melancarkan rencana mendadaknya.
"Nggak ada yang bakal sujud." Alvendra berdiri di depan yang lainnya. "Karena lo bukan Tuhan."
"Kalo itu mau lo, dia bakal jadi korban. No no, bukan hanya dia tapi ada dua orang cewek lagi."
Dari belakang Andra datang dua orang yang sedang menyandera dua gadis lagi.
Andra kembali melangkah ke depan.
"Bagus terus maju."
"Lo kira gue nggak bakal nyelakain Nazeera?"
Satu langkah menuju rencananya.
Smirknya menghiasi wajahnya. "Gue cukup yakin soal itu. Secara lo pernah jagain dia sebelum gue."
"Tapi sekarang nggak akan lagi."
"Oh ya?" Senyuman tercetak di wajah rupawannya. Alvendra menoleh ke belakangnya. "Sekarang Gabriel!" teriaknya ke sahabatnya yang berada di atas gedung sekolah.

KAMU SEDANG MEMBACA
ALVENDRA [Hiatus]
Novela JuvenilNew Version Alvendra said; Lupain sedihnya atau kamu tidak akan bahagia. Singkat saja ini kisah Alvendra dan Nazeera yang semula hanya orang asing tak saling mengenal tak ada rasa apapun dihati mereka. Hingga akhirnya mereka saling jatuh kedalam per...