09. Gerbang sekolah

138 22 0
                                    

.

Bab 09

.

Kamar bernuansa hitam itu diterangi lampu tidur saja. Dan pemiliknya hanya merebahkan tubuhnya tanpa menutup mata. Banyak sekali yang menganggu pikirannya akhir-akhir ini.

Walau Ayahnya tidak lagi menyuruhnya pergi ke kantor, tapi sekarang dia memiliki tanggung jawab yang lebih besar. Menjaga anak orang lain bukan pekejaan yang mudah, apalagi dirinya yang berandalan. Dia sudah pasti memiliki musuh. Dan itulah yang sedang dia pikirkan, bagaimana jika ada orang yang tidak suka menyakiti gadis itu?

“Lo Cuma manfaatin kata ‘Peri Zee'”

Kalimat itu juga yang sedang menganggu pikirannya. Dari mana cowok itu tahu panggilannya untuk gadis yang dia temui tiga belas tahun lalu? Dan apakah mereka pernah bertemu? Atau memang benar apa yang Andra katakan padanya?

Sudah lama juga dia menunggu gadis itu. Pertemuan singkat yang membuatnya tidak bisa memikirkan gadis lain. Seolah gadis itu memiliki daya tarik yang begitu kuat. Tapi nyatanya memang begitu. Dia berhasil membuat seorang Alvendra menunggunya.

Permintaan yang diajukan padanya sudah disetujui, bagaimana cara membatalkannya?

Dert

Handphone di nakas bergetar membuat cowok itu duduk dan mengambil handphonenya. Sahabatnya yang mengirim pesan.

Allen :

Andra tadi datang ke markas. Katanya besok harus jadi.

Saat Alvendra ingin mengetikkan balasannya, dia teringat seseorang yang mengatakan buat apa ikutan kaya gitu, jangan ikutan lagi ya? Tapi jika tidak, maka Andra sudah pasti akan menginjak-injak kepalanya juga sahabatnya yang lain.

Kemudian dia mengetikkan balasan di room chat dengan Allen.

To Allen :

Atur aja.
Tapi kali ini buat kesepakatan, kalau kita menang, ini yang terakhir.
Gue yakin kita bakal menang lagi.
Gue serahin sama lo.

Setelahnya dia mematikan handphonenya. Cowok itu kembali merebahkan tubuhnya, dan mencoba untuk tidur sebelum matahari terbit.

Entahlah, tapi apa yang sudah terjadi rasanya dia ingin mematuhi perkataan tempo lalu itu.

Alvendra bagian 09

“Pagi, Bunda.” Nazeera menuruni tangga dengan hati-hati. “Ayah belum berangkat, Nda?” tanya kemudian.

“Belum. Ayah mau ikutan sarapan sama kita. Katanya kangen kamu.” Nadine, wanita itu tersenyum pada putrinya. “Al, mau kesini?”

Nazeera senang mendengar jika Ayahnya belum berangkat. Tapi untuk yang kedua, Nazeera tidak tahu. Alvendra tidak memberitahu lagi padanya. “Enggak tau, Bunda. Tapi kalau dia sering-sering antar Nazeera, dia ke ganggu, Bunda. Dia juga butuh main sama teman-temannya. Nazeera gak keberatan kalau harus di antar Pak Maman.”

ALVENDRA [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang