"Jangan dilepas ... dingin."
Enzy terusik kecil, satu tangannya menarik pakaian tidurku agar tetap merapat padanya. Dia tidak membuka mata setelah itu, mencoba untuk terlelap kembali dan mengabaikan lenganku yang kesemutan karena menjadi bantal kepalanya selama 3 jam penuh!
"Kau terbangun?" tanyaku memastikan, tapi Enzy tidak menjawab. "Tanganku kesemutan, Zy. Apa kau ingin aliran darah di tanganku terhenti, huh?"
Enzy sedikit cemberut, kemudian mengangkat sedikit kepalanya hingga aku bebas menarik lengan yang terasa kebas. Dia sendiri menggeliatkan tubuhnya sejenak sebelum bangkit dari posisinya, mengelus perutnya yang mengeluarkan alarm lapar.
"Aku lapar, Kak. Tidak bisa tidur lagi sejak tadi," ujarnya.
"Kau lapar selarut ini?" Aku melihat jam di dinding, masih menunjukkan pukul 01.00 dini hari.
"Tadi kita melewatkan makan malam, Apa Kakak tidak lapar juga? Aku lapar sekali," ujar Enzy seraya menatapku dengan wajah memelasnya.
Aku melihatnya jadi tidak tega sendiri, wajar saja dia lapar karena kami memang belum sempat makan malam. Akhirnya aku beranjak dari tempat tidur dan berjalan menuju dapur, melihat stok persediaan bahan makanan yang dimiliki Ibu dalam kulkas. Ternyata hanya ada telur dan beberapa mentimun dan wortel di sana.
"Kakak mau masak apa? Memangnya Kakak bisa masak, ya?" tanya Enzy yang terus mengikutiku sejak tadi.
"Kau mau membuatnya sendiri?"
Enzy cemberut kecil, merapat bibirnya seraya memperhatikanku memasak nasi goreng untuk kami. Tidak banyak yang bisa kumasak sebenarnya, hanya makanan yang mudah seperti nasi goreng, telur dadar, mie instan, tapi cukup membuatku bertahan selama bertahun-tahun saat menempuh pendidikan yang jauh dari orang tua.
Aku tidak bisa membebani Ibu dan Ayah lebih jauh saat kuliah, hingga aku terpaksa bekerja di kafe milik sahabatku, dialah kakak dari istriku sendiri.
Ternyata dunia ini sangat sempit, lama sekali aku mengenal Langit Wiranaldhy sejak SMA, tidak pernah kusangka dia akan menjadi kakak iparku tahun ini.
"Bisa-bisanya aku menjadi adik iparnya. Apa mungkin aku sudah gila?" Aku bergumam sangat pelan sekali, mengomeli diri yang tidak semestinya terjebak dengan adik dari sahabatku.
"Hah? Kakak bicara apa?" tanya Enzy.
"Tidak ... ayo, cepat makan ini. Mumpung masih hangat," ujarku seraya menaruh piring berisi nasi goreng yang sudah matang ke atas meja makan.
Enzy tampak girang sekali melihat penampakan nasi goreng buatanku.
"Baunya enak!"
"Makanlah, jangan buat lambungmu kumat lagi. Itu sangat merepotkanku," ujarku yang membuat bibirnya kembali mengerucut.
Sampai aku memulai makan lewat tengah malam ini, Enzy malah beranjak dari kursi dan pergi dari hadapanku. Apa dia marah? Tidak. Dia segera kembali dan duduk lagi di atas meja setelah berhasil mengikat kesepuluh jemarinya menggunakan tali.
"Apa yang kau lakukan, huh?"
"Suapi aku ...." Enzy berkata dengan nadanya yang sangat manja.
"Hentikan, cepat makan makananmu."
"Kakak tidak lihat? Kedua tanganku terikat, mana bisa aku makan sendiri? Suapi aku ...."
"Enzy--"
"Suapi aku ....."
Enzy sengaja menggeser kursinya, mendekat ke arahku dengan gerak-geriknya yang sengaja menggoda-goda imanku sebagai lelaki. Astagfirullah, apa lagi ini? Apa dia sungguh mempermainkanku? Bagaimana bisa dia sangat mati rasa saat ada orang yang ditolaknya di depan mata, tapi malah bersikap manja padanya setiap waktu?
KAMU SEDANG MEMBACA
HOT WIFE-Mengejar Cinta Istri Kecilku
RomanceCerita si gadis super manja dan pria dewasa dingin