XVIII -Memandangmu-

41 2 0
                                    

"Llee,,,, Eh! Pak Niko?" Reaksi yang tepat! hahaha aku sudah mengira dia akan sekaget ini
"Mobil pertama sudah jalan tuh, Ayo! mumpung jam segini, biar gak kena macet...." Sahutku dengan gaya se biasa mungkin.

Kenapa juga aku tiba-tiba dia jadi peramal kondisi lalu lintas? hahaha

"Bapak ngapain disini?" tanyanya lagi
"Setahu saya Direktur gak perlu field trip deh, apa gunanya HRD sama SHE kok masih merepotkan Direktur nya?" tambahnya kemudian.

"Mungkin kita membaca buku pedoman perusahaan yang berbeda, Khalila...'' Balasku lagi dan kulihat reaksi ketidaksukaan diwajahnya. Aku tak perduli, yang penting kamu ada di jangkauan ku hari ini... Sebegitu tidak profesional nya aku? oho tidak, Sekalipun pemegang tampuk kekuasaan tertinggi di perusahaan juga tetap perlu mengunjungi lokasi kerja 'sesekali'. Lagipula aku perlu memastikan bahwa aku punya visi misi sama dengan pengganti ku, Pak Dian.

Sepanjang jalan aku mengobrol dengannya tanpa kulibatkan Khalila. Tidak bisa kubiarkan dia merasa nyaman dengan Pak Dian. Cinta tumbuh dari rasa nyaman kan? Sudah pernah satu kali kulihat mereka saling mengakrabkan diri dihari pertama kali bertemu! ini tidak baik! denganku saja dia begitu kaku saat itu! Kenapa aku tak masalah dia pergi dengan staf yang lain? mereka satu tim, aku sudah memastikan mana-mana saja orang yang aman kubiarkan bersamanya dan mana yang tidak. Posesif? lebih tepatnya mengamankan posisi. Seperti sudah kukatakan sebelumnya, dia harus bertanggung jawab atas apa yang saat ini terjadi padaku.

Kembali dari lokasi kedua, aku dan Pak Dian melanjutkan perjalanan menuju lokasi site pertama yang kami datangi tadi pagi. Malam ini kami menginap disini, masih ada beberapa hal penting yang masih harus di kerjakan besok. Aku juga tak lagi punya alasan mengekori Khalila ke site kami di utara. Puas seharian ini aku memandangi nya. Dia antara bingung dan jengah kupandangi berulang kali mengalihkan pandangannya ke luar jendela atau lebih memilih memainkan handphone nya. Senang melihatnya salah tingkah begini. Menambah kadar gemasku padanya...

Lalu, ada seorang pengacau yang mengusik kesenanganku. Khalila yang baru sempat tertidur terkaget karena dering handphone nya. Kulirik dia mematikan suara dering itu tanpa merespon teleponnya. Dia memilih berkirim whatsapp! Ada rasa ketidaksukaan ku melihatnya karena, setelah beberapa waktu kulihat beberapa kali ia menarik nafasnya. Suara tarikan nafasnya terdengar lebih keras dari suara tawa renyah Pak Dian yang sedari tadi bicara denganku. Seperti ada tekanan besar menyapanya lewat pesan singkat itu. Naluri ingin sekedar bertanya kutahan walaupun rasa penasaran sungguh hilir mudik dikepalaku. Semoga itu bukan sang mantan yang merayunya untuk kembali. Kalaupun iya, kuharap dia tidak mudah kembali goyah. Kesempatan kedua itu memang ada, tapi jangan membuat nya terlihat mudah. Agar apa? seseorang lebih menghargai setiap menit-menit kebersamaan, laiknya kertas putih mulus yang di remas kuat, walaupun di rapikan kembali ia tak akan serapi sebelumnya. Tangan dan isi kepala si peremas lah yang patut di tatar lagi, jangan mudah meremehkan hal-hal sekecil apapun.

Seperti Nadia, heh sedikit mengingatnya lagi. Beberapa kali ia pernah berkata aku tak tulus padanya. Aku tak mengerti apa yang ia mau. Bahkan katanya aku tak mencintai nya seperti dia mencintai ku. Semua hal itu yang membuat hubungan kami pasang surut. Ia tak pernah menganggap berapa banyak waktu ku habiskan dengannya, menunggunya, menemaninya. Sekali saja aku membantah maunya dia akan merajuk layaknya anak kecil yang memaksa minta es krim padahal sedang flu! Cinta? entahlah kalau cinta, pertama kali bersamanya perasaanku sangat membara. Namun dia membalasnya dengan kehidupan bebasnya yang tak boleh ku campuri. Dia menuntut aku ada disetiap dia membutuhkan ku. Sedangkan saat aku memerlukan support nya, dia mengabaikan ku dengan alasan pemotretan, sibuk dengan konten, panggilan kerja luar kota. Padahal dalam satu tahun, paling dua atau tiga kali aku pernah meminta dia ada untukku. Jadi selama tiga tahun putus nyambung dengannya, sebenarnya siapa manusia bodohnya?

Pak Dian sudah masuk kamarnya. Dia tampak kelelahan dengan aktifitas hari ini. Beda dengan Juni si maniak traveling! dia akan mengajakku mengobrol semalaman sampai aku sering mencekokinya bir agar dia mabuk dan tertidur. Untuk Pak Dian, bagus Pak, kamu mempermudah ku. Aku belum mau tidur, belum bisa tidur tepatnya. Ada seseorang yang ada jauh disana yang sedari tadi ku pandangi fotonya di handphone ku. Aku menelusuri Instagram nya, sama sekali tak ada postingan foto dirinya yang sempurna. Maksudku semua foto nya blur, berbayang, random. Astaga! Foto yang kupandangi pun hasil jepretan rahasiaku tadi. Juga foto di Derawan, fotonya mengeringkan rambutnya sambil berjemur dibawah matahari pagi. Dia punya banyak pengikut di Instagram nya, kalau dihitung bisa jadi teman TK, SD, SMP, SMA dan Kuliah semua digabung jadi satu, masih kurang. 100 ribu pengikut itu jumlah yang fantastis mengingat dia bukan selebgram atau influencer. Lumayan tercengang juga aku olehnya. Dia hanya memposting foto random, no caption, tapi banyak yang berkomentar emoticon hati dan menyukai setiap kiriman nya. Dia membelinya kah? suatu saat akan kutanyakan ini padanya.

Jujur aku juga sama lelah nya dengan Pak Dian, tapi susah sekali memejamkan mata ini. Hingga akhirnya....

"Jangan malam-malam tidurnya"
Langsung terkirim dengan dua centang biru. Dia juga belum tidur?

"Iya Pak"
Balasnya singkat.

"Apaan manggil gue Pak?".
"Lah elu Direktur, keki gue manggil pake elu gue".
"Bedanya apa gue yang dulu sama sekarang?".
"Dulu lu bos HRD, sekarang lu bos semua orang" balasnya. Menyebalkan.
"Lantas karena gue bos semua orang lalu lu jaga jarak gitu".
"Siapa yang jaga jarak?".
"Elu".
"Gak merasa tuh".
"Kalo gak jaga jarak kenapa seharian tadi diam? Lu tuh anaknya rame".
"Jaim sama Pak Dian, jaga citra lu juga di depan dia, gua sadar suka nyeplos seenaknya".

Aku tersenyum, bisa-bisanya dia kepikiran menjaga citraku.
"Buat apa jaim sama Pak Dian? Lu naksir dia?". candaku. Jujur aku gugup menunggu balasannya. Aku tak akan sungkan melemparkan handphone ku ini ke sungai dan menggedor kamar Pak Dian jika balasannya mengecewakan ku!
"Enggak....".
"Enggak?".
"Dia bukan tipe gue, dia bukan orang yang bisa bikin gue jatuh cinta pada pandangan pertama".
Senyumku terkembang lagi.
"Gue tau, tipe lu kan yang kayak gue". balasku dengan segudang kepercayaan diri yang seakan rela ia runtuhkan, tergantung respon apa yg ia berikan.
"Nah itu elu tau".
Deg deg deg Apa-apaan?? aku melompat kegirangan di kasur sampai menimbulkan derit berisik dikamar ini.

"Gak usah mancing kalau gak mau umpannya di lahap ikan". Balasku malu setengah mati.
"Lu yang mancing duluan". Sahutnya
"Harus nya lu yang jangan mancing, ikannya terlanjur ngabisin umpan lu" tambahnya kemudian. Aku gemas sekali, sumpah!

"Jadi karena umpanku udah di abisin sama si ikan, harusnya kan ikan nya kutangkap dong? sebagai bentuk tanggung jawabnya padaku".

"Pancing lu mata kail nya ada satu apa dua? di cek lagi ada berapa ikan yang nyangkut disitu".

"Cuma ada satu" balasku.
"Aku akan menangkap ikan itu dengan tanganku sendiri, dan tak kulepaskan". Tambahku. Hingga lama sekali tak ada jawaban apapun darinya. Berulang kali ku scroll percakapan kami memastikan ini bukan salah faham hingga aku tertidur nyenyak sekali...




Office Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang