XIX -Ikan yang tertawan-

31 3 0
                                    

Alkisah diperairan dangkal, seekor ikan mengolok temannya yang terkena perangkap nelayan.

"Dasar bodoh, lepasin diri sendiri aja ga bisa, itu loh cuma perangkap biasa".

Si kawan yang terperangkap membalas
"Coba saja elu diposisi gue".

Akhirnya si ikan tersebut masuk ke perangkap bergabung dengan temannya, berdua mereka berupaya meloloskan diri namun tak berhasil. Hingga banyak kawanan ikan lainnya melewati mereka mengatakan hal yang sama dan akhirnya memasuki perangkap yang sama dan mereka terjebak bersama. Nelayan kemudian mengangkat hasil perangkap sederhana nya dan tersenyum bahagia. Sungguh kisah yang mengharu biru...

Ditengah malam ini aku tiba-tiba menjelma menjadi seekor ikan. Ikan yang terperangkap dengan sukarela.

Aku yang sedang terlibat di obrolan grup masih ditanyai soal liburan kami ke Derawan waktu itu.

"Move on berkedok liburan". Kata mereka, tanpa mereka tahu liburan itu menyenangkan ku, liburan itu masa-masa nya aku si ikan ini tergoda. Yang mereka tahu, aku berteman dengan pacar dari bos ku, Pak Juni. Hingga tak ada yang curiga bahwa oknum yang paling bertanggung jawab saat itu adalah Niko, Nelayan tampan seantero bumi.

"Jangan malam-malam tidurnya".
Eh apa tadi itu? Aku membelalakkan mataku melihat si pengirim pesan. Kagetku menjalar ke seluruh badan menimbulkan getaran-getaran aneh. Windi teman sekamar ku sampai ikut kaget. Ku beri isyarat padanya bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan.

"Iya Pak". Balasku.

"Lila, kamu salah reply".

HAH? apaan, aku membalas pesan Niko tapi terkirim ke obrolan grup efek getaran aneh merambat sampai ke otak membuat ku tak fokus. Buru-buru aku menghapus nya dan mengganti dengan kalimat maaf salah kirim. Untungnya baru Windi dan Maria yang melihat pesanku tadi. Aku menghela nafas lega.

"Iya Pak". Balasku kemudian mengirimkan balasan ke orang yang tepat.

"Apaan manggil gue Pak?". Balasnya cepat.
"Lah elu Direktur, keki gue manggil pake elu gue". Sahutku sengit.

"Bedanya apa gue yang dulu sama sekarang?". Bedalah, sahutku dalam hati, dahulu kamu masih bisa kujangkau sekarang ku pandang pun sulit sahut hatiku.
"Dulu lu bos HRD, sekarang lu bos semua orang". Balasku polos.
"Lantas karena gue bos semua orang lalu lu jaga jarak gitu".

Eh? jaga jarak? kenapa orang ini? gak kebalik kah ckckck

"Siapa yang jaga jarak?". Balasku.
"Elu". Katanya
"Gak merasa tuh". Sahutku cuek.
"Kalo gak jaga jarak kenapa seharian tadi diam? Lu tuh anaknya rame". Katanya kemudian. Oh menurut nya aku termasuk rame ya,,, tapi baru kali ini loh kami saling berkirim pesan. Tepatnya dia yang mengirimi ku pesan duluan. Apa maunya orang ini? Dia lagi mencari hiburan pasca putus kah? dari pesan-pesan grup tadi kesannya dia sedang dilanda susah move on sepertiku. Ini berbanding terbalik dari cerita putus versi nya yang sempat kudengar saat liburan dulu.

"Jaim sama Pak Dian, jaga citra lu juga di depan dia, gua sadar suka nyeplos seenaknya".

Aku tertawa puas, bagus sekali kan alibiku menjaga citranya? pintar sekali aku menjilat ckckck hueekk ini sama sekali bukan gayaku.

"Buat apa jaim sama Pak Dian? Lu naksir dia?". Halah apalagi ini? dia menganggap nya serius.

"Enggak....". Sahutku.
"Enggak?". Eh? kok dia nanya, orang ini gak percaya an rupanya.

"Dia bukan tipe gue, dia bukan orang yang bisa bikin gue jatuh cinta pada pandangan pertama". Sahutku jujur tiba-tiba aku menyesal mengirim pesan ini tapi dia sudah terlanjur membacanya.

"Gue tau, tipe lu kan yang kayak gue".

OMG!! Selain Kak Adri, adalagi orang menyebalkan yang sok-sokan bisa menebak isi hati orang lain. Ditambah tebakannya benar. Lebih menyebalkan lagi, percaya diri sekali dia menanyakan itu padaku!

"Nah itu elu tau".

Aku membalasnya tanpa berpikir. Toh bisa saja tadi jarinya mengetikkan kalimat itu tanpa pikir panjang.

"Gak usah mancing kalau gak mau umpannya di lahap ikan". Balasnya kemudian.

Astaga! Yang mancing loh kamu sialan! Umpatku dalam hati. Alisku berkerut dan mulut ku monyongkan sebagai ungkapan kesal dan membalas pesannya begini

"Lu yang mancing duluan".

"Harus nya lu yang jangan mancing, ikannya terlanjur ngabisin umpan lu".

Dua pesan berturut-turut kukirimkan padanya.

"Jadi karena umpanku udah di abisin sama si ikan, harusnya kan ikan nya kutangkap dong? sebagai bentuk tanggung jawabnya padaku". Balasnya. Santai sekali balasannya! Aku disini serasa tak rebahan di kasur melainkan dipecahan beling.

"Pancing lu mata kail nya ada satu apa dua? di cek lagi ada berapa ikan yang nyangkut disitu".

Sahutku akhirnya. Aku marah, kesal tapi bercampur kegugupan yang rasanya berputar dibadanku.

"Cuma ada satu" Balasnya. Aku menyadari pipiku memerah.

"Aku akan menangkap ikan itu dengan tanganku sendiri, dan tak kulepaskan".

Tambahnya lagi yang kali ini berhasil menaikkan suhu tubuh ku. Aku mengulang berkali-kali pesan-pesan kami meyakinkan bahwa aku tak salah sangka. Sembari meraba dahiku yang terasa semakin hangat.

Aku tertangkap! Layaknya ikan yang menggelepar aku mencari asupan air untuk memperpanjang umurku. Aku tak yakin dengan maksud nya menangkap dan tak melepaskan itu. Ingin dijadikan santapan, di jadikan koleksi aquarium atau apa. Dia juga sih yang mengawali membahas pancing memancing. Hingga pembahasan metafora ikan ini terlalu dalam. Dan aku tertawan tanpa mampu menemukan cara meloloskan diriku darinya.

Office Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang