XXXVI -Khalila si Ikan-

18 3 0
                                    

Aku menuju ke arah cafe dimana Khalila menunggu ku. Tak mengerti dengan perasaan ku yang tak tenang saat Nadia melarang ku menghubunginya jika terkait pekerjaan atau proyek. Memikirkan semisal jika aku ingin menghubungi nya alasan apa yang ku pakai. Sudah di parkiran, aku menampar pipiku sendiri menyadarkan pikiran yang sedikit terusik Nadia. Memasuki cafe dan menemukan Khalila duduk di pojok sana. Mengintip gelas minuman nya yang sudah seperempat ia minum pertanda cukup lama ia menunggu.

"Sorry babe kamu lama nunggu, tadi diskusinya agak alot jadi aku ga bisa langsung cabut". Aku berbohong! Maaf Khalila, maaf!

"Oh Gak apa-apa, misalnya kamu sibuk banget ya kabarin aja sih. Aku ngerti kok". Sahutnya dengan senyuman. Aku seperti tertancap busur panah karena senyuman itu kurasakan bentuk sindiran halusnya.

"So, kita akhirnya bisa nge date". Ucapku bermaksud mengabaikan sindirannya jika memang itu sindiran buatku.

"Menyelidiki satu sama lain berkedok nge date".

Jleb! Aku tertancap busur lainnya yang sedikit lebih besar kali ini. Secara alami aku menghela napasku yang berat, wajahku juga secara alami terarah ke laut dan aku tersenyum getir.

"Jangan bilang kita akan bicara seperti pasangan yang sedang tanya jawab atas hal-hal pribadinya". Sahutku akhirnya dengan berani karena entah kenapa bayangan wajah Mr. Ad si rubah menyebalkan itu hilir mudik seakan mengejekku.

"Baik, biarkan aku memulai, aku masih terganggu saat kamu tadi sempat bilang bahwa Mr. Ad punya obsesi denganku atau sesuatu yang hanya aku yang tau, kemudian Khalila di universe yang berbeda berkata bahwa aku cemburu dengan sesuatu yang terkait Nadia. Ucapanmu tadi menempel dikepalaku dan sulit diabaikan begitu saja kemudian memunculkan pikiran baru dikepalaku...." Ucapanku terpotong saat pelayan cafe mengantarkan lime mojito minuman favoritku. Aku berkata sambil menatapnya dan berusaha membaca pikirannya. Entah apa yang membuatku semakin berani mengatakan kata hati yang sempat menyumbat saluran napasku yang kemungkinan menyebabkan terasa berat akhir-akhir ini. Ini seperti permainan kata-kata antara kami berdua karena aku menggunakan ucapan pedas nya untuk mendapatkan jawabannya.

"Apa mungkin orang itu, maksudku, Mr. Ad yang kamu kenal dengan baik itu memberitahumu sesuatu?". Lanjutku dengan tetap tak meninggalkan wajahnya dari mataku. Aku salah berharap lebih, aku berharap dia gelagapan karena aku menyinggung si rubah itu. Dia malah menjawabku datar.

"Dia cuma bilang, bos lu belum move on yah? gitu doang".

"Sepertinya perkataannya mempengaruhi kamu, babe, you don't cut me some slack today".

"Kelonggaran seperti apa yang kamu inginkan Niko? Tidak menanyakan kabarmu? Berpura-pura tak terjadi apa-apa padahal memikirkan pundi-pundi kemungkinan kemungkinan karena mengetahui kamu terjaga sampai dini hari dan pagi-pagi buta sudah duduk dikantor, Andai itu yang kamu mau, jika saja bisa aku ingin menarik kembali semua perkataanku serta pesan-pesanku yang membuat kepalamu dipenuhi tempelan tempelan tanda tanya".

Whoooaahh Shit!! Wanita memang tak akan pernah mau disalahkan atau dicurigai! Malah aku yang gelagapan! Khalila!!

"No, No, bukan itu babe, maksudku jika hal itu mempengaruhimu, dengarkan juga versiku". Yang kulanjutkan dengan bercerita panjang lebar bagaimana kemarin Mr. Ad menghujamku dengan tuduhan belum move on dari Nadia, serta bagaimana dia memintaku tidak mengusik Khalila padahal dia sama sekali tidak mempunyai hak untuk itu.

"Lalu, apakah kamu sudah selesai dengan Nadia?".

Sungguh pertanyaannya hampir membuatku tersedak tapi kutahan. Aku yakin terlihat sedikit tergagap dihadapannya. Bagaimana ternyata aku baru menemui wanita seperti orang didepanku ini yang sama sekali tidak bisa terbaca dengan mudah selain satu kenyataan bahwa dia juga menyukaiku.

Office Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang