17°

7.8K 196 1
                                    

"Baskaraa!"

"Bangunn! Udah siangg!"

"Basss!!"

Tok!

Tok!

Tok!

Serana terus mengetuk pintu kamar Baskara. Ternyata benar terasa sia-sia membangunkan Baskara dari luar kamar. Ia jadi menyesal mengusir lelaki itu dari kamarnya semalam.

"Kalau gak bangun jugaa! Gue gak mau  dideketin sama lo lagi. TITIK!"

Serana sontak terdiam atas ucapannya tadi. Berarti, selama ini ia bersikap ingin dan berharap Baskara mendekatinya?

Sial. Pipi Serana bersemu kemerahan. Tangannya hendak lagi mengetuk dan kakinya sudah bersiap menendang pintu kamar Baskara.

Namun, pintu lebih dulu terbuka. Menampilkan Baskara dengan rambut yang berantakan dan telanjang dada.

Bruk!

"Awssshh ...."

Baskara melihat itu langsung berjongkok, menyunggingkan senyumnya. "Rasa apa?" tanyanya, seraya membantu Serana beranjak.

Gadisnya itu mencibir lucu. "Ngeselin banget, sih, lo! Pasti semalem main game dulu, kan!" tuduhnya, menyentak kasar tangan Baskara yang menggenggam lengannya.

"Enggak, Sayang. Gua telat itu karena diusir sama lo. Gak inget?" balasnya. "Hm?" Baskara memastikan dengan dehaman singkat.

Perlahan wajah Serana mendongak. Berdecak kesal mendengar penuturan Baskara yang kenyataannya seperti itu.

"Ck! Ngeles aja lo," balas Serana sinis, gemas ingin merauk wajah Baskara.

Cup!

"Baskaraaaaa!!!"

Mendengar teriakan yang menggelegar dari arah anak tangga, tawanya semakin lepas. Ia mempercepat langkah menuju ruangan Zera.

Dengan kasar Serana mengusap bibirnya. Ia mendengus, merasakan betapa kesalnya pagi kali ini dengan Baskara yang sulit dibangunkan.

Kakinya segera melangkah menuruni anak tangga. Kembali menata piring dan mangkok yang sudah diisi dengan sarapan.

"Gua berangkat, ya," pamit Baskara yang sudah rapi secepat kilat itu.

Serana menoleh. "Kok, lo gitu, sih, Bas? Gue udah masak tau ...."

Baskara mengusap gemas pucuk kepala Serana. Mencuri kecupan pada pipi gadisnya. "Udah telat, Sayang. Nanti siang lo ke sana aja bawa makanannya. Ok?"

Hendak membalas ucapan Baskara, namun lelaki itu lebih dulu mengecup pipinya singkat. Membuat balasannya urung dan tersenyum simpul saat Baskara melangkah menuju garasi.

Ia terus mengikuti Baskara dengan langkah besarnya. "Lo serius bawa motor?"

Baskara yang tengah memakai helm dan sudah menangkring manis di motor harley kesayangannya itu mengangguk samar.

"Nanti ke sana naik taksi online aja, ya. Gua yang pesen."

Motor itu mulai meninggalkan area halaman rumah. Bising knalpotnya masih saja terdengar jelas.

Ia menggeleng-gelengkan kepalanya seraya berdecak pelan. "Baskara ... Baskara ... lo jadi cowok aneh banget, sih," gumamnya.

"Aneh bisa buat gue nurut gitu aja."

•••••

"Lo hari ini ada kelas," ucap Pura, baru saja masuk ke dalam ruangannya.

BASKARA [END:REVISI] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang