Sebuah tangan mungil melingkar di perutnya. Hal itu membuat lamunannya buyar.
"Tumben," komen Baskara, membuat Serana menghela napas berat.
Cup!
Kali ini Baskara menciumnya di ujung alis. Tepat di pelipis. "Bas, ih," kesal Serana, memukul pelan lengan Baskara.
"Hm?"
"Wangi lo enak," puji Serana amat pelan, membuat Baskara tersenyum tipis.
"Minumannya beda," balas Baskara.
"Kebiasaan banget, sih." Serana terus memperhatikan Baskara yang entah akan memasak apa tengah malam menjelang pagi begini.
"Besok malem ke rumah Bunda," ucapnya mengalihkan pembicaraan.
Serana mendongak singkat. "Ini pertanyaan atau pernyataan?"
"Pernyataan, sayangnya Baskara ...."
"Apaan, sih. Geli dengernya."
Baskara terkekeh singkat. Kembali mencuri kecupan pada pipi Serana. "Lo laper, ya?"
"Menurut lo?" balas Serana merotasikan bola matanya malas.
"Serana."
"Eum?"
"Kayak gini terus, ya?"
Serana terdiam.
"Ini lo masih kobam, kan?" tanya Serana memastikan.
Baskara mengernyit. Meraih lengan Serana, lalu menatap wanita itu dengan tatapan tajam yang juga teduh.
"Kalau Dean dateng, apa lo mau balik ke dia dan ninggalin gua?"
Serana menatap Baskara heran. Kedua alisnya benar-benar hampir menyatu. "Jawab, cantik," desak lelaki itu.
"Gue bukan lo yang ketemu Raska jadi singgah ke rumah yang dulu," balas Serana dengan wajah kembali datar.
"Sebenernya lo takut kenapa, sih, Bas?"
"Takut gue sama Dean ketemu ... atau takut dimalu-maluin sama dua temen lo itu kalau misalkan kita udah gak bareng?"
Tidak ada jawaban dari Baskara. Keduanya terus menatap dalam.
"Lo selalu buat gue bertanya-tanya."
Serana berusaha mati-matian tidak memeluk Baskara, sebab wangi lelaki itu benar-benar mematikan untuknya saat ini.
Baskara hendak berbicara, tapi Serana lebih dulu menggelengkan kepalanya singkat. "Buat sekarang, gue gak mau denger kata maaf lo yang mulai basi."
Entah magnet apa yang membuatnya memutuskan untuk kembali memeluk Baskara dari samping. Sedikit menggerak-gerakkan kepala pada dada bidang lelaki itu, mencari posisi yang enak.
Dan tangan Baskara pun mulai mengusap punggungnya. Ia merasa lelaki itu sedang aneh. Seperti ada yang disembunyikan darinya.
"Dean ada di sini?"
"Gak ada. Adanya cuman gua," balas Baskara dengan suara beratnya.
Ia membalik telur berbentuk mata sapi, lalu menunggu sejenak seraya tangannya mengusap lembut punggung Serana.
"Lo gak bisa berhenti, ya?" tanya Serana yang ambigu.
"Berhenti?" beo Baskara, mengernyit heran. "Berhenti apa?"
"Kobam."
Baskara terdiam sejenak, namun tangannya masih merayap di punggung Serana. "Harus sekamar dulu tapi."
KAMU SEDANG MEMBACA
BASKARA [END:REVISI]
Ficção AdolescenteMeski sudah terikat janji suci dengan seorang gadis, ternyata ia masih dengan kebiasaan buruknya. Membuat ribuan pertanyaan datang, hingga sebuah keputusan terjadi dalam rumah tangganya. -Baskara- (BELUM REVISI) 9aglie© RANK🎖 #1 Serana [Minggu, 2...