10.2K 277 0
                                    

Pagi kali ini, tubuh Serana terasa begitu lemas. Tapi ia harus mengerjakan apa yang diucapkan Bundanya sebelum benar-benar menjalani pernikahan ini.

Setelah mencuci muka dan menggosok gigi, ia melangkah menuju kamar Baskara yang berada di seberang kamarnya.

"Bask--"

Ceklek!

Mulutnya mengatup, mendapati Baskara yang sudah siap dengan kemeja dan jas hitamnya.

Matanya menyipit melihat lelaki itu memakai jas dari rumah. "Tumben lo," cibirnya pelan, melirik acuh pada Baskara.

Cup

"Pagi, sayangnya Baskara," sapa lelaki itu, secepat kilat hilang dari hadapan Serana.

Serana mendengus, mengusap-usap dahinya yang dikecup singkat oleh lelaki menyebalkan nan menggemaskan itu.

Sontak matanya membesar, menyadari batinnya sudah tidak beres, memuji Baskara dengan diam-diam.

Kakinya berjalan menuruni anak tangga, mendapati lelaki itu tengah memangku Zera di karpet bawah dekat sofa.

"Zera, liat, deh. Mama kamu lagi salting," ucapnya pada Zera, mengarahkan kepala kucing itu pada Serana yang baru saja selesai menuruni anak tangga.

"Apaan, sih, lo? Gue gak pernah salting, ya! Hati gue udah kebal sama rayuan buaya!" sahutnya, berjalan begitu saja menuju dapur.

"Kalau lo salting, kita harus sekamar!"

"Gak mau, iw!" balasnya dari arah dapur dengan sedikit berteriak.

"Kalau gue salting, lo harus nikah sama Zera!" teriak Serana lagi.

Baskara tertawa kecil seraya menggelengkan kepalanya samar. Menurutnya, semakin hari, semakin menggemaskan saja.

"Bas!"

"Hm."

"Baskaraaa!"

"Apa, Serayang!"

"Jawab yang bener!"

Baskara mendengus. Menaruh Zera di atas sofa, lalu berjalan menghampiri Serana. "Ada apa, nyonya Wibisono?"

"Ck! Gak usah bercanda, dehh!!" kesalnya, lalu membalikkan tubuh menghadap Baskara.

"Tolong pasangin gas."

"Udah ngegas, nyuruh suaminya lagi," cibir Baskara, membuat Serana mendelik.

"Yaudah, ah, awas! Bilang kalau gak mau gue suruh!"

Baskara mencuri kecupan pada pucuk kepala Serana. "Isi bensin dulu," ucapnya jahil, di akhiri kekehan singkat.

"Tolong bukain jas gua." Baskara menghadapkan tubuh sepenuhnya pada Serana yang entah mengapa hari ini memakai apron.

"Tumben lo pakai apron. Mau jadi barista, ya?"

"Apaan, sih, gak jelas banget lo," balasnya, dengan fokus menggulung lengan kemeja, setelah melepas jas Baskara. "Udah, ah, Bas. Cepetan pasangin gasnya, gue udah kesiangan ini."

"Siapa suruh gak sekamar," balas Baskara yang sudah membalikkan tubuh, dan berjongkok di depan tabung gas.

•••••

Seperti biasa, setelah Baskara berangkat ke kantor, ia harus melanjutkan cuciannya dan tugas wajib untuk Zera.

Saat langkahnya menuju belakang, mendadak dering ponsel berbunyi. Dahinya mengernyit, menyadari bahwa itu bukan dering ponselnya.

BASKARA [END:REVISI] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang