16°

8.2K 198 1
                                    

"Masih lama di sini, Kak?"

"Gak tau."

"Kata Bunda--"

Serana lebih dulu beranjak dari kursi. "Ke toilet dulu," ucapnya singkat, membuat Ayah mengurungkan kalimat selanjutnya.

Baskara yang hendak masuk ke dalam kamar, menghentikan langkahnya, melihat Serana terduduk di sofa depan televisi dengan raut wajah murung.

Ia melangkah mendekati gadisnya. "Kenapa?" tanya Baskara, setelah mendudukkan tubuh di samping Serana.

Tangan besarnya menarik pinggang Serana lebih dekat dengannya. Serana ternyata tidak membalas pertanyaannya tadi.

"Jalan-jalan aja gimana, hm?" tawar Baskara yang membuat Serana mendongak singkat.

"Bunda aja gak bisa," balasnya sedikit ketus, masih terbawa suasana emosi saat berbincang dengan Ayah.

"Gua, kan, ada. Lo gak mau jalan sama gua?"

Serana terdiam sejenak. "Tapi gue, tuh, lagi males mandi, Bass ...."

"Yaudah. Gua mandiin. Gampang, kan?"

Sontak Serana menjauhkan tubuhnya dari Baskara. "Otak lo kenapa, sih? Bermasalah banget kayaknya."

"Lah, kenapa? Bukannya gapapa?"

"Ck, gila lo," maki Serana, mendelik tajam pada Baskara yang terus menatapnya dari samping.

"Istri gua jahat banget. Yaudah kalau gak mau jalan. Gua mau pacaran sama Zera aja." Baskara beranjak, namun dengan sekali tarikan dari Serana, lelaki itu kembali terduduk di sampingnya.

"Gitu aja ngambek. Baperan banget, sih, suami gue."

Shit!

Muka Baskara mulai merah padam. Demi dewa-dewi, Baskara merasa kalah jika Serana sudah melemahkan perasaan dan membuat degup jantungnya berpacu lebih cepat.

Serana langsung memeluk Baskara dari samping. Menenggelamkan wajah pada perut lelaki itu.

"Maaf," cicitnya, berhasil membuat Baskara tersenyum simpul. "Gue kalau lagi sama Ayah bawaannya kesel mulu. Maaf kalau lo jadi kena imbasnya."

Baskara terdiam. Membiarkan perempuan itu memohon. "Maaf, ya, Bas?"

Baskara tak kunjung membalas ucapannya. "Bas? Ish, masa lo marah, sih, sama gue?"

"Baskara?"

"Hm." Akhirnya lelaki itu bersuara walau hanya dehaman singkat.

"Maaf," cicitnya pelan, lebih pelan dari suara sebelumnya.

"Tapi kita sekamar selamanya."

Serana menghela napas berat mendengar permintaan Baskara yang itu-itu saja.

"Gue belum siap, Bas."

"Belum siap gimana? Bukannya kita udah--sssh, sakit, Sayanggg ...."

Serana benar-benar menyikut perut Baskara dengan sekuat tenaga. "Mulut lo ngeselin banget, sih!"

•••••

"Bundaa!"

"Bunn!"

Ia terus memutar tubuh ke segala arah. Melihat sudut ruangan yang tidak ada seorang pun.

"Bunda??!!"

Serana berdecak pelan kala merasa tidak ada jawaban dari Bunda. Ia benar-benar melupakan ucapan Bunda semalam, bahwa pagi ini ada kumpulan ibu-ibu di komplek sebelah.

BASKARA [END:REVISI] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang