10°

10.2K 258 3
                                    

Kepulan asap rokok menyerbu hingga sudut ruang kamarnya. Kini Serana sudah kembali pada ruangan semula. Tidak lagi di kamarnya dengan cat yang begitu monoton dan gelap.

Hening.

Hanya ada Zera di pojok kamar yang tengah sibuk bermain dengan kakinya sendiri.

Lelaki itu terlihat frustasi memikirkan perasaan Serana yang terus tersakiti oleh perbuatannya.

Lingkaran dalam hubungan ini sudah tidak benar. Ia harus secepatnya bertemu dengan Raska dan menjelaskan semuanya.

Tapi dimulai dari mana ia menjelaskan ini semua?

Pintu kamar terbuka. Menampilkan Serana yang sudah memakai daster tanpa jaket. Menandakan perempuan itu sudah terasa lebih sehat dibandingkan kemarin.

Baskara menoleh singkat. Beranjak dari tepi kasur, mematikan rokok dengan cara menekan ujungnya pada pinggiran asbak yang berada di atas meja dekat lemari televisi.

Ia mengusap singkat pucuk kepala Serana sebelum membawa perempuan itu ke dalam dekapan.

"Udah mendingan, hm?" Serana menganggukkan kepalanya samar saat mendengar pertanyaan Baskara.

"Lo gak kerja?" tanya Serana menyelidiki Baskara yang tengah menggesekkan dagu pada pucuk kepalanya.

"Lagi males," balasnya singkat, dan membawa Serana ke tepi kasur. Mengangkat perempuan itu hingga duduk di pangkuannya.

"Bass ... ih, gue mau mandi."

"Nanti siang aja," jawab Baskara, menaruh dagu dekat dengan tengkuk leher Serana.

"Gue berat, ya?" tanya Serana pelan dengan begitu hati-hati.

Dari belakang, Baskara tertawa kecil mendengar pertanyaan itu. "47 kiloan?" tebak Baskara, membuat Serana mengernyit heran. Heran sebab Baskara menebaknya dengan tepat.

"Kurus gitu dibilang berat? Emangnya lo di sini gak gua kasih makan, hm?"

"Apaan, sih! Orang itu termasuk beratt ... gue, tuh, maunya 45 kilo, yaa!" elak Serana, memainkan jemari besar milik Baskara.

"Tumben lo mau deket-deket sama gua."

Serana melengkungkan bibirnya ke bawah. Ia juga menyamakan kaki kecilnya dengan kaki milik Baskara yang tentu jauh berbeda.

"Mau bilang makasih," ucap Serana cepat, dengan nada pelan hampir seperti bisikan.

Baskara semakin menenggelamkan wajah pada ceruk leher Serana. "Hm?"

"Makasih."

"Ada yang kurang," ucap Baskara. "Harus ada sayangnya."

"Dih, ngelunjak. Masa dikit-dikit ngasih syarat," cibir Serana menuai kekehan dari Baskara.

Miaaw

"Ih, kok, Zera ada di sini, sih?!"

Baskara menjauhkan wajahnya. Menatap Zera yang ada di dekat ujung kakinya dan kaki Serana. "Oh, lo mau cuman kita berdua doang di sini, hm?"

"Ish, bukan gitu, Baskaraa ... gue geli sama tingkahnya yang centil itu, ish! Geli, gelii ...."

Baskara mengecup singkat pipi Serana dari samping. "Dia tau kalau gua lagi ganteng banget. Makanya ke sini."

"Lo bisa gak, sehari gak cium-cium gue?!"

"Enggak. Gak bisa. Harus, wajib."

Serana hendak beranjak dari pangkuan Baskara. Tapi pinggangnya lebih dulu ditahan oleh tangan itu. "Mau ke mana, hm?"

BASKARA [END:REVISI] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang