32°

6.5K 175 0
                                    

Antrean panjang tidak membuat rasa penasaran dan senangnya berkurang. Ia terus menggenggam jemari mungil itu, dan sesekali mengusap perut Serana.

Suasana depan ruangan tidak terlalu ramai. Matanya melirik pada wanita yang tengah mengandung juga, namun sepertinya sudah lebih dari lima bulan.

"Nanti kamu kayak gitu," bisik Baskara, menunjuk singkat pada wanita tadi menggunakan dagunya.

Serana yang tengah bersandar pada bahu Baskara, melirik singkat. "Aku jadi takut," cicitnya, dan kembali membenarkan posisi kepalanya di bahu Baskara.

"Kok, takut? Malah lucu tau," balas Baskara, seraya mengusap lembut tangan Serana. "Feeling aku anak kita kembar."

Mendadak Serana terasa sulit untuk menelan saliva. Ia tidak bisa membayangkan jika ada dua bayi di dalam perutnya. Ditambah lagi setelah lahir, dan proses panjang pertumbuhannya.

"Bas, ihhh ... aku lagi takut gini, malah kamu mikir ke sana."

Baskara menarik simpul kedua ujung bibirnya. Ia jadi heran dengan dirinya sendiri yang bisa sabar dan melalui proses sampai detik ini bersama Serana.

Tidak lama kemudian, nomor antrean keduanya dipanggil, dan Baskara terus menggenggam Serana sampai dalam ruangan.

Pria berkacamata kotak itu menyapa keduanya dengan senyum ramah. "Bagaimana hari ini? Aman, kan?"

Seperti Bunda saja, pikir Serana yang mendadak kangen dengan suara Bunda.

Serana dituntun untuk berbaring di atas brankar. Kemeja putihnya disingkap sedikit, dan Baskara terus memperhatikan itu semuanya.

Dari wajah hingga perut Serana, ia tatap begitu dalam tanpa berkedip. Ia menelisik, ada sedikit rasa takut pada benak Serana. Dan semoga saja dugaannya salah.

"Wahh, selamat, yaa ... ini beneran mau jadi Mama-Papa muda, nihh ...."

Serana melempar tatapan pada Baskara yang kini menatap layar. Ia tersenyum kikuk melihat raut wajah Baskara yang tidak bisa dijelaskan.

"Tapi akhir-akhir ini ada mual? Atau gimana?" tanya Dokter itu, lalu beranjak dari kursi, dan menyuruh Serana untuk turun dari brankar.

"Ada, Dok. Tapi gak separah itu," balas Serana pelan, terasa amat malu untuk menjawabnya.

"Kamu aja yang jawab. Aku malu," bisik Serana, saat Baskara membantunya turun dari brankar.

"Loh, lohhh ... ngapain malu? Orang pakai baju juga. Ngapain malu?" sahut Dokter itu, membuat Serana meringis malu.

Ternyata pria itu memiliki pendengaran yang bagus. Nyatanya, bisikan Serana pada Baskara tadi, didengar olehnya.

Akhirnya keduanya duduk berhadapan. Singkat sekali Serana melirik Baskara yang tampak tidak gugup.

Dokter mulai menjelaskan hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan selama usia kehamilan yang masih muda ini.

Pandangan Serana menangkap name tag yang berada di jas pria itu. Naufan Gundarto.

Seperti tidak asing baginya.

•••••

Dering ponsel milik Baskara berkali-kali berbunyi, hingga mengganggunya rasa pulas di dalam mobil.

Ia meraih ponsel Baskara. Menekan tombol hijau tanpa melihat siapa peneleponnya. Benda pipih itu ia arahkan mendekat pada telinga Baskara.

"Basss! Gila-gilaa! Gua sama Pura nabrak tiangg!"

Mata Serana perlahan terbuka mendengar berita itu. Ia melirik pada Baskara yang tampak santai.

BASKARA [END:REVISI] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang