5

12.6K 341 0
                                    

Panggilan di ponsel milik Serana entah sudah berapa puluh kali masuk, dan Baskara selalu saja menolaknya, sebab nama Dean terpampang jelas di layar ponsel milik Serana.

Ia berdecak pelan kala dering itu kembali berbunyi. Tangannya menjauh dari pinggang Serana.

Memutuskan untuk mematikan ponsel itu, dan kembali memejamkan mata. Tapi kali ini tangannya justru menempel pada pucuk kepala perempuan yang terlelap pulas.

"Ngghh ...."

Baskara membuka matanya sedikit. Merasakan Serana melenguh dan berbalik badan, menghadap padanya yang telanjang dada akibat suhu ruangan ini panas sejak Serana memintanya memeluk erat.

Tangan mungil itu berubah menjadi memeluk perutnya. Jika sudah begini, mana mungkin Baskara bisa tidur.

Terlebih lagi perut Serana belum ditutup sempurna. Menimbulkan kulit yang--sedikit--saling menempel.

"Baskaraaa~~!! Pakett!" teriakan dari arah luar, membuat Serana mengeratkan pelukan padanya, dan semakin mendekatkan wajah pada dada bidangnya.

Sialan temen bangke.

"PAKETT!"

Baskara berdecak pelan. Pasti itu kerjaan dua orang pengangguran. Saat dirinya berusaha bodo amat dan kembali menikmati wajah damai Serana, suara itu kembali mengusiknya.

Dengan amat terpaksa ia melepas perlahan tangan Serana yang melingkar pada perutnya.

Saat sudah sampai pintu depan, Baskara membuka knop pintu dengan puncak emosi tertinggi. "Ngapain, sih?" tanyanya ketus.

"Waduhhh! Galak banget, Sayang," ucap Petro, menuai kekehan singkat dari Pura.

Baskara mengusap wajahnya, lalu menyugar rambut ke belakang. "Bacot. Mau ngapain lo ke sini?"

"Jadi gini, gue selaku ketua S2 pengangguran, mau ngasih sepucuk surat dari mantan lo tersayang." Pura memberikan sebuah amplop putih.

Baskara mengernyit. Satu tangannya berkacak pinggang, dan satunya lagi mengambil alih amplop itu.

Ia langsung menutup pintu itu. Tidak memberi celah untuk Petro dan Pura masuk ke dalam rumahnya.

"Si anjir. Kalau lagi kumat begitu. Tuh, liat! Temen lo, tuh, tuhh!" erang Petro pada Pura.

••••••

Dengan rasa malas ia melempar amplop putih yang belum dibuka itu ke arah sofa.

Saat langkahnya hendak kembali masuk ke dalam kamar bawah, pintu sudah terbuka, menampilkan istrinya dengan wajah bangun tidurnya.

Tangannya mengusap lembut pipi itu. "Sorry. Keganggu, ya?"

Serana hanya membalas dengan gelengan singkat, dan berjalan melewati Baskara begitu saja.

Baskara mengernyit. Menutup pintu kamar lebih dulu, sebelum menghampiri perempuan itu yang kini duduk di sofa dengan mata yang kembali terpejam.

Serana tahu Baskara sudah duduk di sampingnya. Bahkan dengan mendadak, tubuhnya melayang, dan duduk di pangkuan Baskara.

"Jangan buat gue kesel bisa gak sih?"

"Kenapa, hm? Lo masih ngantuk?" Suara berat itu menerpa ceruk lehernya.

Serana kembali menggelengkan kepala dengan sangat pelan dan singkat. "Gue berangkat kerja, ya?"

BASKARA [END:REVISI] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang