34°

6.1K 157 6
                                    

"Sayang!?"

Serana menoleh cepat ke arah luar dari jendela mobil. Ia mengernyit kala melihat binar di manik Raska yang tertuju pada Baskara.

Sedangkan itu, Baskara hanya menampilkan wajah datar dari dalam mobil.

"Sayangg ... kok, kamu ke sini gak--"

"Jangan banyak ceng-cong dulu anying. Baskara, belum ngomong," ucap Petro sedikit kesal, yang berdiri di sampingnya sambil bersedekap dada.

Serana menoleh pada Baskara. "Kamu keluar aja samperin dia. Aku di sini," ucapnya pelan, yang tidak mendapat jawaban dari Baskara.

"Bas," ucapnya lagi, berhasil membuat Baskara menatapnya.

"Aku--"

"Sekarang, Baskara."

Ucapan Serana yang dingin kali ini berhasil membuat Baskara mendengus pasrah dan keluar dari mobil.

Pandangan Serana tidak lepas dari lelaki itu yang kini berjalan mengitari mobil, dan kini sudah berdiri di dekatnya, tepat di samping jendela mobil.

Dalam lubuk hatinya yang paling dalam, ia benci dengan suasana seperti ini. Ia tidak ingin Baskara bertemu lagi dengan masa lalunya.

Dan suara manja dari Raska berhasil membuyarkan lamunannya. Ia terus memandang lurus tanpa mau melirik sedikit pun pada Raska.

"Raska," sela Baskara cepat saat Raska hendak berbicara lebih dulu. Ia terdiam sejenak menatap manik gadis itu. "Maaf."

Raska mengernyit heran. Maju selangkah mendekat padanya. "Hah? Maaf? Maksud kamu apa, sih?? Aku gak paham, Sayangg ...."

Serana berdeham singkat, membuat ketiga insan itu menoleh. Baskara tahu, pasti Serana memberinya kode agar cepat pulang.

"Ini?" Tunjuk Raska, dengan wajah takut bercampur heran. "Ini siapa???"

Baskara dan Petro melempar tatap se per kian detik. Lelaki itu kembali menatap Raska dengan raut wajah tak bisa dijelaskan.

"Istrinya, Baskara," balas Petro cepat, membuat Baskara melirik singkat.

Raska tertawa kecil mendengar lelucon itu. Menurutnya Petro memang lucu. Tapi kali ini lebih lucu.

Baskara dan Petro saling lempar tatap se per kian detik. Kedua lelaki itu kebingungan dengan tawa Raska yang semakin geli.

"Raska. Aku serius," ucap Baskara dengan berat hati, membuat Raska memudarkan tawanya.

Keadaan halaman rumah Raska yang seharusnya asri dan semilir angin dingin membuat nyaman, kini berubah menjadi panas.

Ditambah lagi langit tidak secerah tadi saat perjalanan. Baskara makin yakin, bahwa Tuhannya tahu jika hari ini akan ada air mata yang keluar. Entah darinya, atau Raska.

"Sayang, maksud kamu--"

"Iya. Dia istri aku," sela Baskara cepat, menoleh singkat pada Serana yang terus menatap lurus.

Baskara terus menatap manik gadis itu. Ia tahu bahwa Raska sedang menahan tangisnya untuk tidak pecah. Sebab ia tahu, Baskara tidak suka Raska menangis.

Kini Raska mencengkeram lengan Baskara. "Baskara. Kamu bohong, kan? Iya, kan? Kamu bohong, Baskara. Say it please ...."

Raska terus menggoyangkan lengan Baskara dengan sisa tenaganya. Sedangkan Petro, melangkah mundur untuk memberi ruang untuk ketiga insan itu. Ia menghampiri Pura yang baru saja sampai di depan pagar rumah Raska.

"Baskara, pleasee ... kamu ... bohong, kan??" lirihnya, menatap manik Baskara, mendesak lelaki itu menjawabnya.

Sayangnya, Baskara terus diam. Tidak memberi reaksi yang membuat Raska yakin bahwa ini semua adalah lelucon.

BASKARA [END:REVISI] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang