Happy reading!
Di gelapnya malam, jendela yang terbuka menjadi satu-satunya cahaya yang masuk ke kamar. Sakra tidak bisa tidur. Cowok itu hanya berbaring di kasur lesehannya. Ia meletakkan tangan kiri di bawah kepala dan tangan kanan di atas perut dengan pandangan yang menatap lurus ke langit-langit kamar.
Apakah hari ini adalah hari yang menyenangkan? batin Sakra.
Ia bahkan sekarang semakin tidak bisa membedakan yang mana hal membahagiakan dan yang mana tidak. Entah kenapa semakin ke sini, hidup Sakra semakin dibuat rumit. Baru saja tadi ia dibuat bahagia karena berhasil menemukan keluarga kandungnya, eh malah dibuat pusing lagi karena disuruh memilih antara Bapak dan mereka.
Tangan kiri Sakra yang awalnya menjadi bantalan kepala, bergerak menutup wajah karena frustasi.
Sumpah. Kenapa dunia tega sekali padanya?
Dulu sewaktu Sakra kecil, Sakra dibuat berpisah dengan keluarga kandungnya sendiri. Bahkan lucunya lagi dia nyaris mati. Lalu Sakra bertemu keluarga baru yang bisa membuatnya nyaman. Tapi tumbuh besar bersama keluarga ini, juga bukanlah suatu hal yang mudah. Sakra harus memikul banyak beban karena ia yang paling tua di antara saudara-saudaranya. Dia satu-satunya yang Bapak bisa andalkan dalam segala urusan. Meski tidak dituntut, Sakra merasa memiliki tanggung jawab besar untuk membantu keluarga dan ikut memikirkan permasalahan ekonomi sampai Sakra pernah berpikir untuk berhenti sekolah agar tidak memberatkan Bapak.
Tentu Bapak tidak mengizinkan. Sakra bekerja saja sudah Bapak larang keras, apalagi berhenti sekolah. Bapak ingin Sakra menjadi orang sukses. Bapak takut Sakra mengikuti jejaknya dan berujung menjadi orang miskin dan penuh kesulitan. Maka dari itu Bapak bekerja sangat keras agar mampu menyekolahkan Sakra. Tak peduli kesehatannya dipertaruhkan, Bapak tetap gigih dalam bekerja agar anak-anaknya sukses suatu hari.
Sebesar itu perjuangan Bapak kepada Sakra. Lalu sekarang ia disuruh memilih antara Bapak dan orang tua kandungnya?
Kriet...
Pintu kamar Sakra dibuka lebar oleh Hansa. Sakra yang tadinya sedang larut dalam pikiran, langsung teralihkan.
"Hansa?" gumam Sakra.
Hansa menutup pintu kamar kakaknya. Dia memeluk bantal guling di tangan.
"Abang... Aku nggak bisa tidur." Hansa cemberut.
"Mau tidur di sini?" tanya Sakra.
Hansa mengangguk polos.
Sakra bergeser sedikit lantas menepuk-nepuk kasurnya untuk menyuruh Hansa tidur di sisi samping.
Hansa berjalan menuju kasur lesehan itu dan langsung memeluk Sakra. "Abang... Abang jangan pergi..."
Sakra tertegun.
"Abang jangan lupa kalau Abang besar sama kami," ujar Hansa dengan kepedihan yang dapat terdengar dari suaranya.
Sakra bergerak menghadap Hansa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sayang Tak Terbasuh Hujan
Teen Fiction"Bapak..." Sebait nyeri terlaung lewat perihnya alunan tangis. Sakra menggenggam tangan sang ayah erat, menitikkan air mata tak henti. Bapak mengukir senyum. "Bapak akan selalu bangga menjadi ayahmu." Isakan Sakra terdengar semakin keras. Dia seseng...