Hai semuaa... Maaf kemarin nggak bisa upload, karena hari ini aku ada lomba dan kemarin aku sakit.
Mohon doanya juga buat lombaku hari ini 💖
Selamat membaca!Tak ada lagi kendaraan di jalan. Tak ada manusia yang beraktivitas. Semua lampu rumah mati tanda sang pemilik telah tidur. Hari sudah larut malam, lebih dari jam dua belas. Orang-orang harus beristirahat agar bisa kembali beraktivitas esok hari.
Bapak masih terjaga. Pria yang rambutnya sudah banyak beruban itu duduk di lantai kamarnya. Ia mengambil kotak dengan ukuran kurang lebih 20 cm x 10 cm x 30 cm di dekat lemari.
Bapak membuka penutup kotak itu. Ada lumayan banyak uang yang telah ia tabung di dalam sana. Bapak menyisihkan uang-uang tersebut agar dapat digolongkan mana untuk keperluan keluarga dan mana untuk bekal anak-anaknya.
Bapak meraih kaca mata berlensa kotak yang berada di atas kasurnya. Dihitungnya uang-uang itu dengan teliti.
Wajah Bapak berubah menjadi resah. Jumlah uangnya tidak sebanyak yang ia kira. Dengan uang segini, bagaimana ia bisa menyekolahkan anak-anaknya ke perguruan tinggi? Belum lagi kebutuhan rumah tangga yang harus ia penuhi agar keluarganya bisa hidup.
Bapak melepas kaca matanya. Air mata Bapak jatuh perlahan. Isakan kecil mulai terdengar. Pria baya itu langsung menyentuh mata yang telah banjir dengan genangan air. Bahu Bapak gemetar karena isakan yang ia tahan.
"Gimana ini?" lirih Bapak putus asa. Suara bersitan hidung terdengar sangat pilu.
Ia tak tahu harus berbuat apa. Segala upaya telah Bapak lakukan, tapi memang kenyataannya tidak pernah cukup. Hati Bapak teremas erat mengingat bagaimana caranya agar ia bisa menyekolahkan ketiga anaknya dengan ekonominya yang kurang. Bapak terisak. Kadang ia ingin sekali merasakan punya uang yang banyak. Andai saja ia memiliki uang yang lebih banyak, Bapak pasti akan lebih mampu untuk menyekolahkan anak-anaknya dengan tinggi. Bapak pasti akan mampu membelikan baju yang lebih bagus untuk anak-anaknya seperti orang lain. Pasti akan lebih mudah bagi Bapak untuk membahagiakan mereka.
Wajah Bapak sembab karena air mata. Hatinya berlubang seperti rumah lebah hingga angin perih masuk ke dalam rongga-rongganya. Perih sekali. Leher Bapak seperti diikat oleh rantai berat yang membuatnya sesak untuk bernapas.
Bapak sudah tidak tahu lagi apa yang harus ia lakukan. Jika ia ingin menyekolahkan anaknya, maka ia harus mendapat uang lebih. Ia telah berjanji untuk itu. Janji untuk bisa menyekolahkan anak-anaknya.
Janji itu memang sengaja Bapak buat agar Bapak selalu memiliki motivasi untuk bekerja lebih keras. Bapak tidak menyesal bekerja seperti sekarang. Hanya saja, yang ia sesali adalah kenapa ia tidak bisa menjadi sosok ayah yang mampu?
Bapak selalu bersyukur atas apa yang ia miliki. Tapi kadang ia juga ingin sekali mengutuk nasib buruknya karena telah lahir menjadi orang miskin. Dengan menjadi miskin, Bapak tidak bisa memberikan hidup yang lebih layak untuk ketiga anaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sayang Tak Terbasuh Hujan
Fiksi Remaja"Bapak..." Sebait nyeri terlaung lewat perihnya alunan tangis. Sakra menggenggam tangan sang ayah erat, menitikkan air mata tak henti. Bapak mengukir senyum. "Bapak akan selalu bangga menjadi ayahmu." Isakan Sakra terdengar semakin keras. Dia seseng...