Happy reading! Ini chapter yang sangad puanjangg hahaha...
Sinar matahari mengintip dari ufuk timur bersama sejuk angin tenggara yang datang menyelimuti bumi. Radja membenahi sepedanya yang rusak di taman hijau dekat balkon rumah. Cowok itu menyeka peluh yang sedari tadi keluar.
"Itu coba rantainya naikin!" Ada Papa yang mengarahkan Radja.
"Nggak bisa, Pa." Radja berusaha. "Pak Ramon jam berapa dateng? Biasanya dia yang jago benerin ginian. Mana temen-temen Radja udah pada nungguin lagi."
Ya. Benar. Hari libur memang seharusnya digunakan untuk bersenang-senang. Radja sudah ada janji dengan teman-temannya untuk bersepeda pagi ini. Tapi karena sepedanya jarang dipakai akibat selalu memakai kendaraan bermesin, Radja tidak tahu bahwa ada bagian sepedanya yang rusak.
"Perasaan waktu ini masih oke-oke aja nih sepeda," gumam Radja.
Suara jejak kaki terdengar. Cowok berkaos putih dan bercelana pendek selutut datang mendekat hingga menarik atensi Papa.
"Nggak gitu caranya, Mas." Sakra langsung mengambil alih.
Radja meminggirkan badan dan melihat adiknya yang sudah berjongkok sambil memegang rantai berisi oli itu. Cekatan sekali Sakra dalam bekerja.
"Kamu bisa?" tanya Radja.
"Ini gampang, Mas..." Sakra meletakkan rantai sepeda itu pada letak yang tepat. "Nah. Kayak gini caranya."
Mulut Radja membentuk huruf 'o' dengan kepala yang manggut-manggut.
Sakra berdiri. "Udah!"
"Udah?" tanya Radja.
"Hm," jawab Sakra sambil mengangguk. "Coba naik!"
"Bentar!" Radja berlari ke tempat keran untuk membasuh tangan. Anak itu kembali lagi dan naik ke sepedanya yang sudah selesai dibenahi. Sepedanya berfungsi dengan baik. Radja mengayuhnya sedikit hingga maju beberapa senti ke depan. "Ih iya!"
"Wow, keren banget!" kata Papa memuji Sakra.
Sakra terkekeh. "Ade di rumah Bapak sering pakai sepeda, Pa. Makanya paham soal begituan."
Radja menjongkrak sepedanya lalu mendekati Sakra dan Papa. Ditepuknya punggung Sakra dua kali. "Makasih, ya, Dek."
Radja meraih tangan Papa dan bersaliman. "Duluan, Pa. Daaa!"
"Iya, hati-hati!" Papa melihat Radja yang langsung mendekati sepeda lalu mengayuhnya.
"Mas ke mana?" tanya Sakra pada Papa.
"Sepedaan sama temen-temennya. Hari libur." Papa menggidik bahu.
"Oooh..." Sakra menjawab.
"Cuci dulu gih, tanganmu!" Papa menyuruh. Dia menunjuk arah keran. "Di situ."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sayang Tak Terbasuh Hujan
Novela Juvenil"Bapak..." Sebait nyeri terlaung lewat perihnya alunan tangis. Sakra menggenggam tangan sang ayah erat, menitikkan air mata tak henti. Bapak mengukir senyum. "Bapak akan selalu bangga menjadi ayahmu." Isakan Sakra terdengar semakin keras. Dia seseng...