Keesokan hari, Sakra dan Luna berdiri di dekat ruang aula kampus, tempat mereka akan segera berlomba. Sakra membukakan air mineral gelas dengan menancapkan sedotan kecil ke dalamnya.
"Minum, Na." Sakra memberikan minuman itu kepada Luna yang tampak cemas.
Setelah beberapa tegukan, Luna melihat Sakra dengan wajah khawatir. "Sa... Aku deg-degan banget."
Sakra memegang pundak Luna. "Tenang..."
"Saa... Gimana? Kayaknya peserta lain hebat-hebat," ujar Luna sambil melihat peserta lain yang sudah masuk ke dalam aula.
Sakra terkekeh melihat tingkah Luna yang menggemaskan. "Kamu juga bisa, Na... Kamu juga hebat."
Melihat Luna yang masih cemas, Sakra tersenyum. "Luna... Semua akan baik-baik aja."
Luna memandang mata Sakra lama.
"Percaya aku," tambah Sakra. "Kamu percaya, kan?"
Luna mengangguk. Saat itu pula senyuman Sakra melebar, berhasil membuat hati Luna menjadi lebih tenang.
"Supaya kamu nggak cemas, kita berdoa aja, gimana?" tanya Sakra.
"Hm." Luna mengangguk lagi.
Sakra memegang kedua tangan Luna dan mereka saling berhadapan. Keduanya memejamkan mata dan menunduk, berdoa agar diberi kelancaran.
"Aamiinn..."
"Aamiinn..."
Luna tersenyum melihat Sakra.
"Sudah lebih baik?" tanya Sakra.
"Sudah," jawab Luna.
"Sekarang tenang dan fokus. Ya?" ujar Sakra.
"Iya, Sakra..."
"Mau masuk sekarang?" tanya Sakra.
"Nanti dulu aja. Masih jauh," jawab Luna.
"Oke."
Sakra memasukkan tangannya ke dalam saku celana seragam sekolahnya, cowok itu melihat sekitar. Banyak juga peserta yang ikut dalam olimpiade ini.
Sakra meraih ponsel non-kamera jadul miliknya. Ada pesan dari Hansa.
Hansa
| Abang, aku udah pulang sekolah.
| Sekarang mau balik ke rumah.
| Semangat, ya!Senyuman Sakra terbentuk.
Sakra
Hati-hati, Han. |
Makasii.|Setelah mengirim pesan, ia memasukkan ponselnya kembali.
"Luna, kita ke sana, mau?" tawar Sakra sambil menunjuk taman hijau kampus.
"Mau."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sayang Tak Terbasuh Hujan
Fiksi Remaja"Bapak..." Sebait nyeri terlaung lewat perihnya alunan tangis. Sakra menggenggam tangan sang ayah erat, menitikkan air mata tak henti. Bapak mengukir senyum. "Bapak akan selalu bangga menjadi ayahmu." Isakan Sakra terdengar semakin keras. Dia seseng...