32 : : Terperih

69 8 0
                                    

Udah mau ending nih. Apa up 3 chapter langsung aja ya hari ini? Wkwkwk. Happy reading!

Bapak meletakkan tas selempang yang ia kenakan di meja terdekat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bapak meletakkan tas selempang yang ia kenakan di meja terdekat. Keadaan rumah sangat senyap. Kedua pintu kamar anaknya tertutup rapi. Biasanya mereka akan menyambut Bapak saat pulang. Hari ini tampaknya mereka sedang tidak baik-baik saja.

"Hansa... Rinda... Nak?"

Rinda keluar dari kamar dan memeluk Bapak tanpa bicara. Wajahnya sembab.

"Eh, kenapa nangis?" tanya Bapak. Tadi Sakra yang menangis, sekarang Rinda. Ia pikir Sakra hanya bertengkar dengan Hansa. Lalu kenapa Rinda menangis?

"Hansaaa!" panggil Bapak. "Keluar, Nak!"

Butuh waktu yang cukup lama dalam keheningan. Di mana batang hidung putranya satu lagi? Bapak perlu penjelasan.

"Hansa!"

Akhirnya pintu kamar Hansa terbuka. Cowok itu menunduk dengan berjuta perasaan bersalah terpatri di wajahnya.

"Kenapa adikmu nangis?" tanya Bapak.

"Hansa udah minta maaf," balas Hansa jujur. "Tapi dia nggak mau."

"Kamu apain dia?" Bapak menatap Hansa sedikit mendelik.

Hansa diam sejenak. "Hansa... Hansa dorong Ade sampai jatuh. Nggak sengaja."

"Kenapa bisa?" tanya Bapak.

"Nggak sengaja," balas Hansa lagi. Kali ini dengan suara lebih kecil.

"Nggak sengaja, tapi keras!" adu Rinda langsung.

"Keras?" Bapak melepas pelukannya dengan Rinda dan berjalan mendekati Hansa. Bapak berkata, "Adik kamu paling kecil, perempuan satu-satunya di keluarga kita! Harusnya dijaga, Hansa!"

"Ha-Hansa... Nggak ... sengaja." Hansa menatap Bapak dengan berkaca-kaca.

Bapak berdengus. Dia melihat kedua anaknya silih berganti. "Ada apa dengan kalian? Semua anak Bapak nangis hari ini! Termasuk Bang Sakra."

Bapak mendekati Hansa. "Pasti ada sesuatu. Bilang sama Bapak! Kamu pasti berantem sama Abang, kan? Makanya Rinda kena imbas. Kamu apain tadi Abangmu?" tanya Bapak sambil memandang Hansa dalam.

Hansa tersudut.

"Kamu ajak bertengkar, ya?" tanya Bapak.

"Ka-kata siapa?" tanya Hansa gugup.

"Kata Abang."

Tangan Hansa mengepal. Hansa tak habis pikir. Bisa-bisanya Sakra mengadu pada Bapak! Menyebalkan.

"Selain jadi pengkhianat, dia udah jadi pengadu rupanya," ejek Hansa sinis.

"Hansa, kok kamu gitu? Dia Abangmu loh," tutur Bapak penuh penekanan.

Sayang Tak Terbasuh HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang