Malam yang hangat. Radja memasukkan mobilnya ke dalam rumah besar yang diterangi oleh banyak lampu kuning yang memberikan kesan elegan dan mewah. Rumah dari kayu mahal yang bertingkat, dipadukan dengan taman yang luas sudah cukup menjelaskan bahwa pemiliknya adalah orang kaya raya. Gerbang rumah tertutup otomatis begitu mobil hitam mahalnya masuk ke halaman besar rumah.
Lelaki itu memarkirkan mobil di tempat parkir rumah yang berisi koleksi mobil mewah lainnya. Radja keluar dari mobil langsung.
"Mas Radja," sapa pembantu rumahnya.
"Hai, Bi!" Radja tersenyum manis.
"Sini Bibi bawain tasnya," kata Bibi.
"Haha nggak usah, Bi. Makasih. Jangan repot-repot. Santai aja. Yuk masuk!" ajak Radja dengan tutur kata halus.
Inilah sifat Radja yang sangat disukai oleh pelayan rumah. Radja tidak pernah semena-mena. Meskipun ia memiliki banyak pelayan rumah dari laki-laki sampai perempuan, Radja tidak sering merepotkan mereka. Mungkin pada saat-saat tertentu saja. Selagi ia bisa, ia akan melakukannya sendiri. Radja bukan tipe majikan yang manja. Dia bahkan berteman dengan pembantu-pembantu rumahnya.
"Mama sama Papa udah di rumah, Bi?" tanya Radja.
"Udah, Mas. Tadi Mas ditanyain tahu. Kenapa katanya kok belum pulang, trus dihubungi kok nggak angkat?"
"Hahahaha! HP Radja mati tadi. Lupa bawa power bank," sahut Radja.
"Mas nggak bawa laptop?" tanya pelayan itu.
"Nggak juga. Lupa."
"Malam, Mas." Kini penjaga pria yang menyapa.
"Malam... Kalian belum pulang?" tanya Radja.
"Sebentar lagi, Mas. Nunggu jam," katanya.
"Oohh... Titip salam buat keluarga, ya!" Radja tersenyum sambil masuk.
"Iya, makasih, Mas..."
Saat masuk ke dalam, Radja melihat Papa datang mendekat.
"Habis dari mana, Nak? Jam segini baru pulang." Papa melihat putranya.
"Habis makan-makan tadi sama Moreo-Luna," jawab Radja.
"Wih, makan di mana?" tanya Papa antusias.
"Itu rumah makan baru di samping Lippo," balas Radja sambil menaruh tas di sofa.
"Hahaha baru nyoba, ya? Kasiaaan." Papa meledek. "Papa sama Mama udah lama nyobain makanan di sana. Kamu baru tadi?"
Radja tertawa sambil melempar bantal mini ke ayahnya. "Biarin."
Lift rumah terbuka. Mama keluar dari lift dengan pakaian rapi.
"Loh, Mas, baru pulang?" tanya Mama ke putranya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sayang Tak Terbasuh Hujan
Fiksi Remaja"Bapak..." Sebait nyeri terlaung lewat perihnya alunan tangis. Sakra menggenggam tangan sang ayah erat, menitikkan air mata tak henti. Bapak mengukir senyum. "Bapak akan selalu bangga menjadi ayahmu." Isakan Sakra terdengar semakin keras. Dia seseng...