Lagi pengen update. Minggu depan aku up tiga chapter ✌🏼
Hihii, selamat membaca!
"Aaaaa mau pinjem," pinta Luna ke remaja yang disebut Radja itu.
"Ssstt jangan berisik," kata Radja. "Ayo sana!"
Sakra tak bersuara memandang mereka berjalan menuju ruang baca. Ia menghela napas panjang. Dekat juga, ya, mereka? Mahasiswa itu memberikan komiknya ke Luna hingga membuat gadis tersebut tersenyum girang. Mereka duduk bersebelahan, yang satu membaca komik, satu lagi membuka buku tebal serta laptop.
Moreo datang hingga bel toko berkerincing karena pintu digerakkan.
"Mor," panggil Sakra ketika Moreo mendekat. "Baru pulang les?"
"Iya. Kamu udah makan, Sa?" tanya Moreo.
"Belum." Sakra menggeleng.
"Aku beliin mau?"
"Nggak usah. Aku nanti makan di rumah aja," balas Sakra. "Belum laper."
"Beneran?"
"Bener..."
"Yowis..." Moreo tak sengaja melihat ke arah meja tempat baca. "Loh, ada Mas Radja. Ada Luna juga."
"Mas Radja itu siapa?" tanya Sakra agak berbisik.
"Temen. Orang yang paling rajin ke sini buat belajar," jawab Moreo.
"Oohh..." Sakra mengangguk. "Mereka pacaran?" tanya Sakra langsung.
"Hah? Siapa? Mas Radja sama Luna?"
Sakra mengangguk.
"Nggak lah anjir! Luna itu dianggep adik sama Mas Radja. Ya kali Mas Radja pacaran sama Luna," jawab Moreo. Dia meletakkan kedua tangan di meja kasir. "Mas Radja tuh orangnya baik. Ramah lagi! Asik mah kalau sama dia, aku sama Luna sih udah nganggep dia kayak kakak sendiri."
Sakra manggut-manggut saja.
"Oh iya!" Moreo mengangkat kresek yang ia bawa. "Aku beliin kamu martabak telur."
Mata Sakra berbinar.
Moreo membuka kotak martabak itu, memperlihatkan martabak telur yang banyak. "Aku tau kamu pasti laper." Moreo mengambil satu dan memberikannya pada Sakra.
"Makasih, Mor."
"Yo sama-sama."
"Tadi Hansa ke sini," kata Sakra.
"Loh! Kok bisa?" tanya Moreo. "Kan ini jauh banget."
"Dia ngikutin aku waktu pulang sekolah," balas Sakra.
"Gila! Sejauh ini dia ikutin?" tanya Moreo. "Jalan kaki?"
"Nggak, numpang di sepeda temennya," jawab Sakra.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sayang Tak Terbasuh Hujan
Novela Juvenil"Bapak..." Sebait nyeri terlaung lewat perihnya alunan tangis. Sakra menggenggam tangan sang ayah erat, menitikkan air mata tak henti. Bapak mengukir senyum. "Bapak akan selalu bangga menjadi ayahmu." Isakan Sakra terdengar semakin keras. Dia seseng...