Asmi kembali ke meja makan, bergabung dengan anggota keluarga lainnya. Mereka pun makan malam bersama seperti biasa. Sambil sesekali mengobrolkan hal ringan.Di saat makan malam selesai, dan meja mulai dibereskan. Asmi bangkit untuk turut melakukan pekerjaan pelayan. Namun, Tama mencegahnya.
"Asmi, tolong duduk dulu."
"Baik, Pak."
Asmi menurut dia kembali duduk tenang di tempatnya. Seperti juga yang lainnya. Sepertinya ada hal serius yang ingin Tama sampaikan kepada mereka semua malam ini.
"Asmi," panggil Tama ramah dan begitu nyaman dalam pendengaran wanita 18 tahun itu.
"Besok kita pulang."
"Hah?" Asmi terkejut. Begitu juga dengan yang lainnya. Apa maksudnya? Bukankah mereka sekarang ada di rumah?
"Besok kita pulang ke rumahmu, Asmi. Bersiaplah. Ini juga harus diketahui Maryana, Aida, Sita. Kami pamit."
Maryana, Aida, dan Sita saling pandang. Sementara Asmi tersenyum pada Tama. Bukan karena dia akan pulang ke kampung halaman. Itu tidak lagi menjadi hal yang penting. Karena saat ini yang terpenting bagi Asmi adalah, melewatkan waktu bersama Tama. Mau itu di rumah, di kebun, di kandang, bahkan dalam perjalanan esok ketika mereka pulang.
Lagipula, Asmi tidak begitu antusias untuk pulang. Bagaimana nanti dia akan menghadapi Maman yang sekarang sangat dibencinya itu?
Sejujurnya ada banyak sekali hal yang ingin Asmi tanyakan pada suaminya. Mengenai perjalanan besok. Jam berapa mereka akan berangkat, di mana mereka akan menginap ketika sampai nanti.
"Jangan khawatir, Asmi," ucap Tama seolah menutup setiap tanya yang mulai tumbuh dalam kepala Asmi. Membuatnya tersenyum, dan menjadi sangat tidak sabar menunggu hari esok datang.
Ketika malam, Asmi membereskan barang-barang yang sekiranya akan dia butuhkan. Beberapa pakaian untuk ganti, pakaian sholat, produk perawatan diri.
Setelah memasukkannya ke dalam tas, Asmi berbaring di atas tempat tidur. Menatap langit-langit kabin, berpikir, berkedip, berguling, dan terus. Dia tidak bisa tidur.
Asmi memutuskan untuk memberi kabar kepada keluarga Pak Haji bahwa mereka akan datang. Asmi mengirimkan pesan kepada Bu Haji, agar dibaca keesokan harinya. Mungkin Bu Haji sudah tidur. Dia sebenarnya takut kalau mengganggu. Di luar dugaan Bu Haji malah melakukan panggilan.
"Halo, Asmi," sapa Bu Haji terdengar antusias di ujung sinyal.
"Halo, Umi. Sehatkah?"
"Sehat, alhamdulillah. Kamu gimana? Sehat? Besok jadi pulang?"
"Ya, insyaallah, Umi. Tadi Pak Tama bilang gitu. Alhamdulillah kami semua sehat."
"Ya udah kalau gitu nanti Umi siapin kamar untuk kalian."
"Eh?"
"Sekarang istirahat dulu, Asmi. Besok harus menempuh perjalanan jauh. Kalian bawa sopir, kan? Bilangin sama Tama, jangan nyetir sendirian. Bawa orang buat gantian nyetirnya. Hati-hati ya, Asmi. Sampai jumpa."
"Ba-baik, Umi."
Asmi bahkan hampir tidak mengingat kata-kata yang diucapkan dengan cepat oleh Bu Haji. Agaknya, wanita itu terlalu bersemangat. Entah karena apa.
"Selamat malam, Asmi. Assalamualaikum."
"Wa'alaikumussalam, Umi."
Apa tadi kata Bu Haji? Kamar? Jadi, Bu Haji mengira kalau Asmi dan Tama akan pulang ke rumah mereka? Rasanya, Asmi ingin segera berkabar pada Tama. Namun, pria itu pasti sedang sibuk dengan Sita.
KAMU SEDANG MEMBACA
INSYAALLAH, SUAMIMU JODOHKU (TAMAT)
عاطفيةDia membawaku pulang ke rumah, tempat ketiga istrinya tinggal. *** PLEASE, FOLLOW SEBELUM BACA. Dikomen yuk🙏🥰🤗🤗 Sobat Wattpad. teima kacii