"Terima kasih, Pak," ucap Asmi setelah menelan makanannya. Meskipun sudah tidak menangis, tetapi matanya masih merah dan basah.
"Kamu capek?"
"Halah, capek apa, sih? Memangnya tadi dia ngapain?" Aida berkata dengan sewot. Sebab, dia iri dengan segala bentuk perhatian yang diberikan oleh Tama pada Asmi.
Tama menatap Aida datar. Bersiap untuk mengatakan sesuatu. Namun, sudah keduluan Sita.
"Hari ini Asmi banyak membantu di bengkel, Kak Aida."
"Oh, ya?"
Sita sebenarnya malas mengatakan itu. Sebab, salah-salah Aida dan Maryana bisa berbalik memusuhinya. Namun, dia pun tidak bisa diam saja menutupi kebenarannya. Meskipun Sita juga muak dengan tingkah manja Asmi.
"Apa tidak seharusnya, Tuan Putri Asmi tetap di rumah dan jangan melakukan apa-apa?" sindir Maryana sinis, sambil membanting serbet makannya.
"Maryana!" tegur Tama tegas.
"Terima kasih untuk makan malamnya. Asmi permisi dulu."
Asmi bangkit dari tempat duduknya, diikuti oleh Tama. Gadis itu tidak ingin suasana di meja makan semakin runyam sehingga dia memilih untuk kembali ke kabinnya.
"Asmi? Kamu sakit?"
"Tidak, Pak."
"Sini biar aku gendong."
Asmi tidak menolak, dia bahkan melingkarkan kedua tangan di leher Tama. Memandang wajah khawatirnya dengan ekspresi sedih. Sesayang itukah Tama pada dirinya? Dengan kesedihan yang terasa semakin meletup-letup, serta rasa bahagia yang berkelindan, Asmi menenggelamkan wajahnya di dada Tama. Menikmati setiap detak jantungnya, seirama dengan denyut nadi Asmi.
"Heleh! Lebay banget jadi orang!" Aida memandang mereka dengan kesal.
"Memang nggak bisa dibiarkan," sahut Maryana tak kalah marahnya. Wanita itu merasa iri dan kecewa. Terlebih dengan sikap Tama yang terlalu memanjakan Asmi.
Memang benar dia istri termuda, tetapi apakah harus seperti itu juga? Memperlakukannya dengan berlebihan, Maryana malah khawatir kalau anak itu hanya akan tumbuh menjadi benalu.
"Sita, kok, kamu belain dia sih?" Aida melotot ke arah Sita.
"Nggak juga. Sita cuma bilang yang sebenarnya."
"Heh, Sita! Awas ya, kalau kamu sampai belain dia? Rasakan sendiri akibatnya nanti!" ancam Maryana yang geram dengan keadaan mereka sekarang.
"Tenang aja, Kak Mar. Sita selalu ada di pihakmu, kok."
Sita tersenyum simpul. Lalu dia bangkit dan meninggalkan meja makan. Tidak ingin terlibat lebih lama lagi dengan kedua kakak madunya yang sedang terbakar cemburu.
"Permisi, Sita mau lanjutin kerjaan," pamit wanita itu.
Sementara, Asmi telah sampai di kabinnya. Tama menurunkan perlahan tubuh Asmi ke atas tempat tidur, membaringkannya dengan lembut. Ketika akan beranjak menjauh, Asmi malah mencegahnya.
"Tunggu, Pak."
"Ada apa? Apa yang kamu perlukan? Obat sakit kepala? Pereda nyeri? Biar aku ambilkan."
Tama masih saja khawatir dengan keadaan Asmi. Meskipun sebenarnya, secara fisik dia tidak kenapa-napa.
"Obat?"
"Mananya yang sakit, Asmi?"
Asmi menarik tangan kanan Tama, lalu menaruhnya di dada.
"Di sini, Pak, yang sakit."
KAMU SEDANG MEMBACA
INSYAALLAH, SUAMIMU JODOHKU (TAMAT)
RomansaDia membawaku pulang ke rumah, tempat ketiga istrinya tinggal. *** PLEASE, FOLLOW SEBELUM BACA. Dikomen yuk🙏🥰🤗🤗 Sobat Wattpad. teima kacii