42. Dendam

802 50 1
                                    

Setelah menempuh perjalanan seharian, mereka akhirnya sampai di tempat tujuan. Jantung Asmi berdebar ketika mobil yang dikemudikan Pak Yan memasuki jalan perkampungan. Mereka langsung menuju rumah Maman.

Asmi meremas telapak tangan Tama saking cemasnya. Sejujurnya, Asmi takut jika harus kembali berhadapan dengan ayah tirinya. Asmi mau tak mau harus mengingat kembali perlakuan buruk Maman. 

Sebenarnya, Asmi memberitahukan pada Tama bahwa mereka ditunggu oleh keluarga Pak Haji. Namun, Tama berpendapat lain.

"Pak."

"Tenang, Asmi. Ada aku di sini. Sekarang, aku akan selalu menjagamu." Tama mengusap pundak Asmi ketika mereka berdua berdiri di depan rumah yang Maman tinggali.

"Assalamu'alaikum." 

Tidak ada jawaban. Mungkin, Maman sedang pergi, pikir Asmi. 

"Pak?" panggil Asmi berharap Mama menjawab panggilannya.

"Mungkin lagi pergi," ujar Tama, sambil tetap merangkul istrinya.

"Ya udah, masuk aja, yuk," ajak Asmi, tak lupa dia juga mengajak Pak Yan untuk masuk.

Benar saja, di dalam tidak ada siapa-siapa. Asmi mempersilakan Pak Yan untuk duduk beristirahat. Sementara dirinya, masuk ke dalam. Berniat untuk menyeduhkan kopi. 

Asmi sedang merebus air, ketika suara Maman terdengar di depan. Dia sedang menyapa Tama dan Pak Yan.

"Loh, ada tamu. Maaf saya habis beli makan."

"Tidak apa-apa, Pak."

"Mana Asmi? Dia ikut, kan?"

"Duduk dulu, Pak Maman," ucap Tama mempersilakan, "sebentar lagi Asmi keluar."

Tama sengaja mencegah pria itu untuk masuk menemui Asmi. Sebab, dia yakin kalau saat ini Asmi masih enggan dan takut bertemu dengan ayah tirinya itu.

"Baiklah."

"Apa kabar, Pak Maman, sehat kan?"

"Iya, sehat. Maaf, saya tidak datang ke pernikahan kalian."

Setelah beberapa menit, Asmi keluar dengan satu nampan berisi empat gelas kopi. Dia langsung menyajikannya di atas meja.

"Pak," sapa Asmi pada Maman dingin.

"Asmi!"

Asmi mundur ketika pria itu berniat untuk mendekapnya. Ekspresinya benar-benar menunjukkan ketidaksukaan Asmi terhadap Maman. Mungkin, sebuah benih kebencian telah tumbuh subur di hati Asmi.

"Pak Maman, malam ini, kami akan menginap di sini," ucap Tama memberitahukan.

"Iya, silakan."

"Kalau gitu, saya mohon izin untuk masuk."

Tama bangkit dari tempat duduknya. Mempersilakan Pak Yan untuk minum kopi, dan segera mengajak Asmi untuk masuk ke kamarnya. 

"Jadi, di sini ya dulu kamu tidur, Asmi?" 

"Iya, Pak. Beda banget, kan, sama tempat yang Bapak sediakan untukku?"

Asmi duduk di tempat tidurnya yang nyaris sekeras batu. Lalu, Tama duduk di tempat Asmi biasanya belajar.

"Asmi, kamu tahu tidak kalau di dunia ini, ada hal-hal yang tidak bisa kita kendalikan? Hal-hal yang terjadi begitu saja. Meskipun mungkin awalnya, kita tidak ingin itu terjadi?"

"Apa misalnya, Pak?" 

"Banyak."

"Eeemmh."

INSYAALLAH, SUAMIMU JODOHKU (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang