21. Aura gelap Kevan

3 3 0
                                    

Btw, gambar part sebelumnya ke baned, gegara mengandung unsur kekerasan sih. Unsur sensitif.

Jangan lupa vote ya. Gak minta lebih kok, hargai aja yang buat cerita. Terima kasih.

Tekan bintang "🌟" dipojok bawah kiri ya!!

☁️

Ctak!

Sring!

Bugh!

Pergerakan Kevan sama sekali tak bisa Kara prediksi, begitu pula Kano yang tadi disampingnya. Tau-tau Kevan sudah membuang belati Kara dan menghempaskan tubuh Kara ke tembok.

Tanpa bicara, Kano menghampiri Kanya yang terduduk.

"Lo masih kuat?" tanya Kano. Jika boleh jujur, Kanya sudah tak kuat. Tapi ia ingin melihat pembalasan Kevan ke Kara. Mungkin sedikit seru menyaksikan kematian Kara.

"Ya,"

Kano membantu Kanya untuk duduk di sebuah kursi yang layak pakai. Melepas hoodie nya untuk menutupi luka sayatan Kanya.

"Pakek ini untuk sementara," ucap Kano. Ya, walaupun ia tau kalo luka itu akan sakit jika bergesekan dengan kain.

"Thanks," ucap Kanya dan Kano mengangguk.

Mereka berdua menyaksikan kebengisan Kevan sebentar lagi.

"Bang, gue harap lo cepet selesaikan ini dan kita bawa adek lo untuk segera di obati," ucap Kano dan Kevan mengangguk samar.

Kevan mendekat ke arah Kara, memaksa gadis itu untuk berdiri.

"Kematian terlalu mudah untukmu," bisik Kevan.

"Mari kita bermain-main dulu," ucap Kevan dan menusuk paha gadis itu.

"Aaaaa......" Teriak Kara. Kevan memejamkan matanya. Nyata nya dia suka ini.

Kevan mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan sebuah video yang baru saja masuk ke dalam ponselnya

"Mari kita lihat bersama-sama tikus kecil," ucapnya dan memperlihatkan video berdurasi 15 menit itu.

"Aaa!!! Tidak! Mama! Papa!" Raungnya.

"Dasar monster! Iblis lo Raidan!" teriaknya.

"Terimakasih pujiannya,"

Video itu memperlihatkan dua orang berbeda jenis kelamin sedang diikat dan didudukkan di sebuah kursi. Kemudian mereka disiram air oleh seseorang yang berpakaian hitam-hitam, dan adegan selanjutnya adalah pembakaran hidup-hidup kedua orang tersebut.

Mereka bisa saja berlari untuk melompat ke dalam kolam yang memang pembakaran tersebut di samping sebuah kolam di rumah mereka sendiri. Sayang beribu sayang, kalau berurusan dengan Kevan. Kaki kedua orang itu hancur. Mau berlari dan terjun ke kolam juga tak akan bisa. Mau merangkak pun juga mustahil, karena Kevan tak akan semudah itu melepaskan korban. Jadi, yang terdengar hanyalah suara teriakan memilukan. Kevan suka itu.

"Sungguh hiburan yang seru sebelum ajal menjemput mereka bukan?"

"Lo iblis Raidan! Lo monster! Bajingan!" umpat Kara.

"Sekali lagi terimakasih pujiannya,"

"Bunuh gue," lirih Kara. Ia sudah siap menyusul kedua orangtuanya. Ia amat sangat tersiksa melihat kedua orang yang disayanginya disiksa sebelum kematiannya. Air matanya lolos begitu saja.

"Mereka tak salah apapun, gue yang salah," lirihnya lagi.

"Sama halnya adik saya. Dia juga tak salah apapun, dan dengan seenaknya kau menuduhnya tanpa bukti kemudian menyiksanya," bisikan itu terdengar mengerikan di telinga Kara.

TACENDERIE (ON-GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang