Pernyataan Cinta

57.4K 135 1
                                    

Waktu itu kami bertemu selepas perayaan pesta pergantian tahun 2022. Aku dan juga pria yang kusapa dengan panggilan Bear.

📅 01 Januari 2022
Lubeck, Jerman

"Senna! Tunggu! Kau yang tadi menyumbang lagu penutup di konser Gerald kan?", sapa seseorang dengan suara berat ketika aku akan memasuki mobilku.

Hanya anggukan kecil dariku, tanganku menarik pintu mobil yang sudah terbuka, hendak masuk sebelum tangan kekarnya menahan pundakku.

"Boleh bertukar nomor ponsel, ini milikku", dia menempelkan sticky note kecil di kaca jendela mobilku lalu melepaskan pegangan tangannya dari pundakku.

"Jangan lupa menghubungiku", suara teriakan kecil darinya kemudian diiringi lambaian tangan saat sosoknya mulai menjauh dariku.

Kulepaskan sticky note itu dari jendela mobil lalu menyimpannya di dashboard. Kepalaku sedikit pusing, mungkin akibat alkohol yang kuminum tadi. Tapi jam menunjukkan hampir setengah 6 pagi, bagaimanapun aku tetap harus pulang.

Baru setengah perjalanan, kubawa menepi mobilku lalu menyandarkan tubuhku pada jok mobil, sementara tanganku menekan kuat pelipisku. Pusing sekali, aku tidak yakin sanggup menyetir sampai rumah.

"Senna! Hei Senna!", suara berat seseorang terdengar dari luar bersamaan dengan ketokan di jendela mobil.

Pria tadi, walau kepalaku pusing berat tapi aku masih bisa mengenali wajahnya. Kuturunkan jendela mobil lalu menatap wajahnya. Tampan, aku sempat terdiam sejenak sebelum dia membuyarkan lamunanku.

"Kau baik-baik saja? Perlu kuantar sampai rumah?", sahutnya pelan sambil membuka pintu mobilku dari luar.

Hari itu aku pasrah karena benar-benar sudah tidak bisa lagi mempertahankan kesadaranku. Pria yang belum kuketahui namanya itu mengambil alih kursi kemudi dan mengantarkanku pulang, sepertinya.

📅 12 Februari 2022
Eiscafé Eismeer

"Senna hari ini apa ada waktu senggang? Aku ingin menunjukkan padamu lagu terbaruku.", seru seorang lelaki tampan yang menghampiri mejaku.

"Ada, Bear. Boleh, kapan?", sahutku sambil membereskan laptop dan beberapa barang di atas meja.

"Hari ini? Kuantar kau pulang, Senna.", tangannya mulai cekatan membantuku membereskan dokumen di atas meja.

"Aku membawa mobil, Bear."
"Biar aku yang mengemudikannya."
"Lalu mobilmu?"
"Akan kutitipkan pada temanku, Senna."
"Sungguh?"
"Tentu, kau juga terlihat pucat."

Perkataan John membuatku tersadar, memang beberapa minggu ini aku merasakan sesuatu yang aneh dengan tubuhku. Nafsu makanku hilang dan sering kali masalah pencernaanku kambuh. Kupikir setelah mengkonsumsi obat pencernaan semuanya akan beres. Tapi sepertinya tidak bereaksi sama sekali.

John akhirnya mengantarkanku menuju rumah. Dia membawa serta gitar kesayangannya, sepertinya dia memang akan melakukan pertunjukan pribadi di kamarku.

Sejak pertemuan setelah perayaan tahun baru kemarin kami memang semakin dekat. Terlebih statusku yang baru saja putus dengan mantan pacarku membuat kita semakin intens berkomunikasi. Beberapa kali dia bermain di kamarku, kebetulan memang sudah hampir 3 bulan ini aku tinggal sendirian di rumah. Kehadirannya cukup menyenangkan suasana.

"Kau tunggu di sini dulu ya. Aku ingin berganti baju.", ucapku setelah melihat John duduk di atas ranjang dengan gitar kesayangannya.

Kutatap pantulan wajahku di kaca kamar mandi. Terlihat jelas memang wajahku cukup pucat. Sesaat aku teringat kalau dua bulan ini, tepatnya semenjak putus dengan Liam aku belum datang bulan. Kupikir karena stress, tapi sekilas aku berpikiran apa ada hubungannya dengan aktivitas sex yang sering kulakukan bersama mantan pacarku dahulu.

"Senna? Kenapa lama sekali.", suara berat John yang tiba-tiba membuka pintu kamar mandi mengagetkanku. Belum lagi keadaanku yang setengah telanjang, hanya berbalutkan bra dan cd saja.

"Maaf, kukira kau--", perkataan John kupotong sembari berjalan mendekat ke arahnya.

"Tidak masalah John. Kau seperti belum pernah melihat wanita saja. Jangan sungkan.", kutepuk pelan pipi pria tinggi besar ini, tentu sambil berjinjit karena perbedaan tinggi kami cukup signifikan.

John hanya tersenyum lalu dengan cepat membawaku ke dalam pelukannya. Aku sedikit tersentak kaget dan hendak melepaskan tapi tubuhnya hangat sekali.

"Senna, aku suka denganmu.", ucapnya lirih saat tubuh kekarnya masih mendekapku erat.

Sedetik setelahnya John mulai melumat bibirku. Lembut sekali. Tangannya mengusap dadaku dan meremasnya pelan. Meski di balik bra, remasan tangan kekar itu cukup terasa hingga membuatku mendesah di antara kecupan kami.

"Aaahhhh-ahhhh"

Aku Hamil (Baby L) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang