Liam

16.1K 127 0
                                    

📅 15 Februari 2022
Kliniken Schmieder Clinic

"Senna, kau bisa pulang hari ini. Apa ada yang menjemputmu?, ucap seorang perawat saat melepaskan selang infus yang ada di tanganku.

Aku hanya menggeleng pelan.

"Pria yang datang sebagai walimu kemarin menitipkan ini. Biaya klinik juga sudah dia lunasi. Apa dia pamanmu?", perawat itu menyerahkan sebuah undangan padaku, pasti dari Liam.

Aku hanya mengangguk agar tidak timbul pertanyaan lebih banyak lagi. Aku benci, tidak akan ada ujungnya jika harus kuceritakan semuanya. Tubuhku sudah kembali segar, mungkin memang vitamin yang diberikan dokter Andrea melalui infus cukup membantu. Perutku sudah tidak terasa nyeri, hanya bekas infus saja yang masih sedikit ngilu. Terlihat sedikit membiru disana.

"Hati-hati Senna", ucap petugas di Receptionis yang kemarin sempat membantu Liam membelikan beberapa potong pakaian ganti untukku.

Kuhabiskan 3 hari di klinik. Liam datang sebagai waliku. Tapi tidak sama sekali dia muncul di hadapanku. Kupikir jelas dia sudah tahu jika aku mengandung anaknya. Pasalnya dokter Andrea sempat mengatakan sudah menjelaskan keadaanku pada paman. Ya yang mereka tahu, Liam pamanku. Dia pasti juga mengakui hal yang sama kepada mereka.

"Astaga!", ucapku kaget saat menginjak pedal rem tiba-tiba. Aku tidak fokus, hampir saja menabrak seorang anak kecil yang tiba-tiba menyebrang.

Kulihat anak itu baik-baik saja dan langsung berlalu. Undangan Liam, ya dia menikah hari ini, malam ini. Undangan itu dia berikan padaku, aku tahu maksudnya. Dia hanya ingin memberitahu secara tidak langsung jika tidak bisa bertanggung jawab atas janin ini. Akupun tidak masalah, hanya saja sedikit kesal karena dia sama sekali tidak mau berbicara atau menemuiku. Seakan aku ini menjijikkan atau harus dihindari.

"Brengsek! Sialan!", umpatku sambil memukul kemudi mobil dan kembali menjalankannya.

Sepanjang perjalanan kubiarkan ponselku beberapa kali berdering, panggilan dari John. Tertera jelas di layar, "Bear", nama yang kuberikan pada pria yang sedikit mengobati kesepianku. Aku membayangkan jika dia tahu keadaanku pasti dia akan menjauh dan akupun akan kembali kesepian.

"Apa tidak boleh melakukan sex sama sekali dokter?", tanyaku pada dokter Andrea beberapa hari lalu.

"Boleh, asal jangan terlalu sering mengeluarkan sperma di dalam. Bisa sedikit memicu kram dan kontraksi. Kembalilah kesini bulan depan, saat usia kandunganmu 5 bulan, bawa serta suamimu, Senna", ucap dokter Andrea mengakhiri perbincangan kami.

Aku tertawa dengan pandangan lurus ke arah jalan saat mengingat kembali pertanyaanku dan jawaban dokter Andrea. Konyol, membawa suami siapa, pacar saja tidak ada. Batinku sambil menertawakan nasibku.

"John?", gumamku saat melihat sosok lelaki tinggi besar itu sudah berada di halaman rumahku.

Setelah selesai memarkirkan mobil, aku menghampiri John di teras dan berdiri tepat di hadapannya. Dia langsung memeluk erat tubuhku hingga membuatku tertawa pelan. Ya, sedikit bahagia ada yang menungguku.

"Aku mencemaskanmu, dari mana saja?", ucapnya dengan nada khawatir. Wajah khawatirnya menggemaskan, membuatku tertawa lagi.

Tanpa menjawab pertanyaannya, aku beranjak masuk ke dalam rumah. Kuusap perutku sambil terus tersenyum membayangkan wajah John. Terasa menonjol memang, aku saja yang tidak sadar perubahan di tubuhku.

"Jangan sampai John tahu kau ada disini", batinku sesaat sebelum tubuhku terhuyung, John memelukku tiba-tiba dari belakang. Tanganku sedikit menahan tangan besarnya memeluk langsung perutku.

"Rindu", ucapnya sambil mengecup permukaan leherku.

Langkahku terhenti lalu melepaskan pelukannya dan berbalik ke arah John. Belum sempat aku mengatakan ucapanku untuk tidak menggodaku, John sudah membungkam bibirku dengan ciuman panasnya.

"Emmpphhh"

📅 15 April 2022
Home Sweet Home

"Ouhh sial, mual sekali rasanya", umpatku setelah selesai menyiapkan sarapan untukku sendiri.

Sudah hampir seminggu ini aku merasakan mual yang hebat. Minggu lalu sehabis dari tempat dokter Andrea, katanya ini wajar. Tapi cukup menyiksa, hampir setiap pagi aku melewatkan sarapanku. Sementara saat malam, nafsu makanku benar-benar tidak bisa dikontrol. 2 bulan ini aku bahkan naik sampai 12kg. John bahkan sempat heran.

"Percuma aku memasak, ujung-ujungnya makan biskuit ini", runtukku di meja makan lalu menyingkap kaos yang kukenakan.

Perutku sudah cukup membesar. Beberapa hari lalu aku bahkan sudah bisa merasakan gerakan kecil. Dokter Andrea bilang baby L sehat. Ya kunamakan baby L. Saat pergi keluarpun aku harus terus mengenakan pakaian besar untuk menutupinya. Bahkan hampir sebulan ini aku dan John hanya bertemu di cafe saja.

Tapi hari ini, John mengundangku ke rumahnya. Hari ini hari ulang tahunnya. Dia juga mengundang beberapa teman kampus dan kantor kami. Tidak mungkin aku menolaknya. Itu sebabkan kemarin aku sengaja membeli baju ukuran jumbo untuk kukenakan nanti saat pergi ke rumah John.

"Cepat sekali berlalu", kulihat jam di dinding menunjukkan pukul 4 sore. Acara John 2 jam lagi.

Kuputuskan beranjak mandi dahulu setelah seharian menghabiskan waktu di depan televisi dan memakan beberapa bungkus snack ringan.

"Setidaknya tidak terlalu terlihat.", ucapku saat mematutkan diri di depan cermin dengan pakaian baruku.

Tubuhku memang cukup berubah, pipiku terlihat semakin gembul, lenganku, pahaku. Sial sekali, tidak ada lagi Senna yang sexy. Liam brengsek memang.

"Ehh?", ucapku saat merasakan gerakan kecil dari dalam sana. Kuusap perutku sambil bermonolog dengan baby L.

"Kau marah karena aku mengumpat ayahmu? Dia memang brengsek, dia selingkuh, dia meninggalkan kita, dia bahkan tidak mau lagi mengenal kita", ucapku lalu meraih tas merah maron di atas nakas dan berjalan menuju garasi.

"Moodku jadi jelek karena mengingat Liam, ckk", kutarik pintu mobil agak keras karena sedikit kesal meneruskan mengemudi menuju kediaman John.

Aku Hamil (Baby L) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang