Marah (21+)

11.7K 89 4
                                    

📅 02 Agustus 2023
Grüner Baum Residence 78

Hari masih pagi, tapi John sudah berhasil menyemburkan spermanya dua kali di dalam lubang kewanitaanku. Sebenarnya aku masih marah, mana bisa kulupakan semua perbuatannya kemarin, walaupun pastinya dia akan mengatasnamakan ikatan persaudaraan.

"Aaahhhh-ahhhh stop, atau aku berteriak ughh.", ucapku dengan wajah sayu tetapi cukup tegas untuk menyiratkan perasaan marahku.

John mungkin khawatir kalau Leo akan terbangun, dia berhenti menggenjot lalu menarik batang kemaluannya yang masih menegang itu.

"Jadi? Aku teruskan sendiri?"
"Iya!"
"Kau tega sayang?"
"Tega! Kau sendiri tega juga denganku."
"Masih marah karena masalah kemarin?"
"Entahlah, aku tiba-tiba saja teringat kelakuan kalian kemarin."
"Dia kakakku, sayang."
"Tapi kau terlihat seperti suaminya."
"Aku tidak menempatkan kejantananku di lubangnya."
"Sama saja."
"Beda."

John kembali mendekatiku dan berusaha tidur di sampingku. Aku memukul dan menendangnya hingga dia memutuskan untuk turun dari ranjang.

"Jadi aku benar-benar harus menuntaskannya sendiri?", ucapnya sambil mengelus batang kemaluannya yang masih menegang.

"Menurutmu?", ketusku lalu membuang muka ke arah ranjang tidur Leo.

Kudengar langkah kaki John menjauh lalu diiringi suara pintu yang tertutup. Sebenarnya alasanku menghentikan permainan John juga karena rasanya perutku sangat tidak nyaman, padahal John melakukan seperti biasanya.

"Hukkmmhh..", tanganku reflek menutup mulut saat perutku terasa begitu mual.

"Kenapa mual sekali, hukkmhh..", bergegas aku beranjak dari ranjang lalu duduk dan meraih gelas berisi air putih di meja.

"Apa mungkin hamil? Sebaiknya aku segera mengeceknya.", gumamku lalu menoleh saat John membuka pintu kamar mandi dengan dada yang masih telanjang. Dia hanya melingkarkan handuk di pinggang saja.

"Hukkmmhh.."
"Kau kenapa, sayang?"
"Mual hukkmmh.."

John menatapku yang berusaha mengeluarkan isi perut di depan wastafel. Tapi justru tidak ada apapun yang keluar. John menatap dengan curiga.

"Sayang? Kau hamil?", tanya John sambil berdiri di depan pintu.

Aku langsung menutup pintu kamar mandi dengan kasar dan mengambil alat test kehamilan di lemari samping wastafel. Memang sengaja kusimpan beberapa karena aku sedang menjalani program hamil.

Setelah melakukan prosedur yang semestinya dan menunggu hasil, ternyata negatif. Aku bahkan mencobanya dua kali tapi masih saja negatif. Rasanya benar-benar kecewa, belum lagi kekesalanku pada John makin menjadi-jadi. Rasanya jadi malas menatap wajahnya, karena kesal dan tentu takut dia kecewa juga padaku.

Aku membuka pintu kamar mandi lalu menggelengkan kepala sambil menatap John yang segera menghampiri dan memeluk.

"Tidak masalah, kita bisa coba lagi."
"Lepas, aku tidak mau dipeluk."

John paham kalau aku sedang marah. Dia langsung melepaskan pelukan dan membiarkanku kembali ke ranjang. John memilih keluar kamar dan membiarkanku sendirian.

Tidak lama kemudian Leo terbangun. Pagi itu aku seperti biasa tetap membuatkan Leo sarapan dan tentu susunya. Sebenarnya payudaraku masih mengeluarkan asi, tapi jumlahnya sangat sedikit. Oleh karena itu, aku tidak menyusui Leo.

"Gwen masih di rumah sakit, tidak mau datang menjenguk?", ucap John memecah keheningan di meja makan kami.

"Aku datang sendiri saja, nanti sore.",aku berkata dengan nada datar.

Aku Hamil (Baby L) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang