📅 01 Agustus 2022
Ferienhaus Residence 76Drrtt
Drrtt
Drrtt"Kudengar teleponmu berdering terus saat aku sedang di dapur. Jawablah dahulu" Liam mendekat sambil menyerahkan ponselku dengan roti dan minuman hangat di tangan lainnya.
"Ya Bear?"
"Ada apa sayang, kenapa lama sekali?"
"Maaf, aku sedikit sibuk, Bear. Kapan pulang?"
"Aku baru bisa pulang minggu depan sayang"
"Apa tidak bisa dipercepat, Bear? Aku sud...aaahh sakitt aahh"Pembicaraanku dengan John terputus, aku tidak sengaja menutupnya karena kontraksiku kembali dan aku bersiap mendorong kembali. Liam juga sudah berjaga di posisinya, sementara ponselku kembali berdering, tertera jelas nama John di layarnya. Ya jelas saja kembali terabaikan, semua fokusku berpindah pada nyeri luar biasa yang kurasakan saat ini.
"Jangan dipaksakan, lakukan 2 kali dorongan saja, lebih kuat. Masih ada kontraksi?" Aku hanya mengangguk mendengar Liam dan kembali mengejan kuat.
"Nnngghhhhh.."
"Sambung sayang.."
"Nggghhhhhh ahhhhhh"
"Good job, lakukan lagi dengan lebih bertenaga sayang."Liam begitu telaten menuntunku. Aku rasa ini adalah sisi terbaik pria yang membuatku jatuh berulang kali. Jari-jarinya mengusap permukaan jalan lahir bayiku dengan kassa, tangannya sudah kembali terbungkus sarung tangan.
Kali ini aku bisa merasakan kepala bayiku begitu dekat. Liam menuntun tanganku merasakan rambut bayiku di ujung jalan lahir. Dia membantuku memperbaiki posisi, kedua kakiku dilebarkan dan ditumpu pada sisi bathup. Kini aku bisa melihat sesaat walau samar.
"Apa itu kepalanya, Liam?"
"Benar, rambutnya tebal, mirip denganku."
"Rambutku juga tebal huh.."Aku berusaha mengatur napas dan meraih ponselku. Kurasa masih ada jeda waktu menunggu datangnya kontraksi selanjutnya. Liam kembali memilin putingku, merangsang datangnya kontraksi selanjutnya.
"Good, bagus sekali itu tadi, coba makan dulu roti ini sayang. Kau butuh energi untuk melakukan yang sebaik tadi", tangan kanan Liam menyuapiku sepotong roti, sepotong lagi, hingga aku bisa menghabiskan 2 potong roti yang dibawanya.
Aku mencoba menghubungi kembali John. Bagaimanapun juga dia harus tahu kabarku. Tidak mungkin jika menjelaskan ini semua hanya lewat pesan text.
"Halo Bear, maaf tadi terputus"
"Apa yang terjadi? Kau kesakitan tadi?"
"Aku sedang merasakan kontraksi tadi, Bear"
"Kontraksi? Kau mau melahirkan sayang?"
"Sedang.."
"Maksudmu? Sayang?"
"Aahhh.. Liam nnnnggghhhhh"Kali ini terputus kembali sambungan telepon John. Liam menahan tanganku sementara tangan lainnya masih dia gunakan membantu melebarkan jalan lahir dengan jari-jarinya.
"Sudah sangat dekat sayang, good job. Kali ini dorong 3 kali ya" aku hanya mengangguk dan mencoba mendorong lebih kuat di percobaan selanjutnya.
"Masih terasa? Ayo dorong"
"Nngghhhh.. nnghhhhhhhhh.."
"Sambung lagi sayang.."
"Ngghhhhh.."
"Good job, coba rasakan ini kepalanya"Liam membawa tanganku merasa kan bagian kepala yang lunak tepat di jalan lahirku. Rambutnya tebal, terasa. Terasa panas sekali juga di ujung sana.
"Lagi sayang, masih terasa bukan kontraksinya?"
"Nnghhhhhh.."
"Lebih kuat yang terakhir"
"Nnnghhhhhh nggahhhhhh"Gagal. Doronganku kurang kuat. Liam membantuku bediri dan duduk di pinggiran bathup. Dia membawa alat kecil, lalu menempelkannya di bagian kiri perut buncitku. Terdengar suara berdetak yang begitu keras.
Dub
Dub
Dub
Dub"Kenapa Liam?"
"Nope, semuanya baik, ayo bersandar kembali, aku perlu melanjutkan merangsang kontraksimu. Bayi tidak boleh terlalu lama berada di jalan lahir. Saat kau merasakan dorongan bayimu, dorong juga lebih kuat."Liam memberiku kecupan lembut di bibir lalu berbisik pelan di daun telingaku. Tangannya menuntun kembali aku untuk bersandar pada dinding bathup.
"Kau pasti bisa."
Perutku kembali menegang, kurasakan dorongan kuat untuk mengejan bersamaan dengan sesuatu mengganjal yang berputar di bawah sana. Tanganku meremas kuat lengan Liam.
"Ayoo?"
"Nnghhh ngghh.."
"Noo, sini kubantu.."Liam memegang kedua tanganku.
"Dorong kuat, sekuat kau menarik kedua tanganku. Tahan dulu, lakukan saat kontraksi terasa pada puncaknya. Bayimu sudah sangat diujung."
Aku hanya menganggung, berusaha mencerna setiap arahan Liam. Hanya berselang detik kontraksinya datang kembali. Kutarik kuat tangan Liam sambil mengejan dengan benar.
"Nnghhh ngghh aahhh.."
"Bagus, ada kemajuan, dia akan berputar. Tahan dan dorong sekali lagi.."
"Ngghhh ngaaahhhh..hahh hahh.."
"Sebentar.."Aku masih merasakan kontraksi dan juga dorongan kuat itu. Tapi Liam melepaskan tangannya dan mengambil sesuatu. Tunggu, itu gunting, apa yang akan dia lakukan?
"Liamhh?"
"Masih ada kan? Lakukan dorongan ketiga dengan sebaik mungkin."Kulihat Liam membawa gunting itu ke depan jalan lahirku. Aku merasakan dorongan kuat hingga mengejan sekali lagi. Secara bersamaan kurasakan sesuatu merobek jalan lahirku, tapi rasanya tersamarkan dengan nyeri dan panas ketika sesuatu yang lebih besar menerobos keluar.
"Ngghh nhhhh ahhhhh liammhhh..ouchh."
Plop
Aku merasakan sesuatu yang cukup besar melewati jalan lahir dan mengganjal disana. Aku menatap Liam yang meletakkan kembali gunting tadi. Kurasa dia melakukan robekan di jalan lahir dengan gunting itu. Aku menarik kedua kakiku hingga bisa melihat kepala bayiku mengganjal di bawah sana.
"Kepalanya sudah keluar. Kali ini kau harus lebih kuat, semakin lama disana dia akan semakin susah bernafas sayang, kau harus membantunya" Liam terlihat sangat mempesona di saat seperti ini. Dia menggenggam kuat tanganku sambil satu tangan terus bersiaga di bawah sana.
"Nngghhhhh.. Ngaahhhh aahhhh"
Pada dorongan terakhir kurasakan sesuatu meluncur begitu saja melewati jalan lahirku. Benar-benar terasa panas dan sakit. Suara tangisan terdengar bersamaan dengan tangan Liam yang mengangkat tubuh kecil itu dari sela selangkanganku. Tali placentanya masih belum putus. Liam lalu meletakkannya di dadaku, membiarkan tubuh kecil itu didekap olehku.
"Baby boy, tampan sekali sayang."
"Hhh hhh hahh hahh"Aku masih mengatur nafasku sambil mendekap tubuh kecil yang baru saja keluar dari perutku. Liam lalu bergegas memotong tali pusarnya dan mengambil handuk serta selimut.
"Biar kubersihkan dahulu sayang. See dia mirip sekali denganku."
"Cih, padahal aku yang mengandungnya."Liam mengambil baby dari gendonganku dan membersihkannya. Liam meletakkannya di dadanya sambil menatap ke arahku. Pemandangan ini sungguh indah. Liam dan jagoan kecilnya.
"Apa asimu sudah keluar sayang?"
"Kau bertanya? Bukan kah kau merasakannya sendiri?"
"Coba pilin putingnya sayang."
"Buat apa?"
"Itu akan merangsang kontraksi lagi, bayi kedua kita belum lahir."Sial, benar juga. Aku mengandung bayi kembar. Jadi aku harus melalui proses ini sekali lagi? Sial sekali. Sialan Liam, dia yang berbuat aku yang harus menanggung sakitnya. Aku terpaksa mengikuti perintah Liam.
"Telepon John mati, tidak kau hubungi lagi?"
"Diam, kau menyuruhku fokus merangsang kontraksi, malah menanyai macam-macam."
"Galak sekali, sini kubantu merangsangmu. Bayi keduamu sepertinya lebih besar."Aku tidak sadar kapan Liam meletakkan baby di atas tempat dengan lampu penghangat itu, dia tiba-tiba sudah berada di pinggir bathup.
"Liam! Aku sedang proses per..."
Ucapanku terpotong karena lumatan bibir Liam di permukaan bibirku. Tangan Liam lihai memilin putingku yang tegang.
"Uummpphh.."
Liam semakin bernafsu melumat bibirku sementara kontraksiku belum kunjung kembali. Tubuhku reflek membusungkan dada saat pilinan lembut Liam berubah menjadi remasan kasar di payudaraku.
"Uummpphhh.."
Sialan remasan tangan kekar Liam membuat asiku menetes. Liam bilang bayi kedua biasanya akan lahir 10 menit kemudian, jika semuanya lancar. Aku berharap semuanya lancar. Selancar tangan Liam meremas payudaraku saat ini.
![](https://img.wattpad.com/cover/337944655-288-k586839.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Hamil (Baby L)
Storie d'amoreWARNING 🔞⚠️ Follow dan Vote sebelum membaca. Beberapa bab dengan rate dewasa akan diprivate setelah bab 13. Selamat membaca Aku Hamil (Baby L). [DILARANG COPAS] [NO PLAGIARISM] Senna baru saja putus dari Liam, lalu bertemu John saat pesta tahun...