📅 26 Juli 2022
Ederlick Residence 56"Hanya kontraksi palsu, Senna. Aku akan membantumu melupakan sakitnya." Liam berbisik dan sesaat kemudian kembali melesakkan kejantanannya masuk ke lubang kemaluanku.
Liam memang seorang dokter, dia pasti tahu hal seperti ini. Damn, benar saja, aku melupakan sakitnya dan menikmati permainan Liam, meski sesekali merasakan perutku sakit dan seperti ada sesuatu yang mendesak turun, sepertinya kepala bayiku.
"Aaghhhh.. sial sekali, Senna kau masih begitu nikmat aahhhh.."
Liam membuang spermanya untuk kedua kalinya, di dalam milikku. Tanpa sadar aku terus menikmati permainannya hingga entah sudah berapa kali aku mencapai orgasmeku.
Liam menggendongku dan membawaku menuju bathup lalu meletakkan tubuhku di dalam sana. Dia meraih sabun dan shampo lalu duduk di samping bathup.
"Sebenarnya aku sudah tidak yakin dengan kemampuan analisisku, karena sudah cukup lama meninggalkan profesi dokterku. Tapi aku yakin itu hanya kontraksi palsu, tidak ada pembukaan di jalan lahirmu. Dokter juga sudah memberikan vitamin untukmu. Kau hanya merasakannya di bagian depan saja kan? Aku merasa perutmu hanya tegang di bagian itu saja. " Liam menjelaskan dengan panjang lebar sembari mengusap punggungku yang pegal dengan sabun.
"Benar, tapi seluruh tubuhku juga sakit Liam.", keluhku sambil menatap cemberut ke arahnya.
"Beda, Senna. Itu karena kita terlalu semangat bercinta.", Liam tertawa sambil menatap remeh ke arahku.
Menyebalkan sekali, padahal dia yang memaksakan birahinya padaku, sudah jelas aku sedang hamil besar begini, masih saja tega mengerjaiku.
"Huh, kau menyebalkan.",ucapku lalu membuang muka ke kanan, menghindari tatapan mata Liam yang membuat jantungku berdebar.
"Kau mau coba sesuatu?"
"Apa?"
"Pijat Perineum."
"Hah?"Liam menawarkan sesuatu yang sama sekali tidak aku pahami. Pijat perineum? Aku bahkan baru mendengarnya kali ini. Apa itu gaya bercinta terbaru? Aku sama sekali tidak tahu, biologi adalah pelajaran yang paling kubenci.
"Pijatan untuk melancarkan persalinanmu, agar tidak terjadi robekan di jalan lahir. Mau?", Liam menetakkan kedua jempol tangannya di ujung bawah lubang kelaminku.
"Sepertinya kalau aku tolak juga percuma, kau bahkan sudah memu--aahhh, sakit Liam!", ucapanku terpotong saat jempol Liam mulai memijat bagian itu.
"Nanti kau akan terbiasa, Senna."
Liam menekan bagian dalam kemaluanku dengan lembut ke arah dubur dan bagian sampingnya. Lalu Liam melanjutkan pijatan lembut membentuk huruf U pada area kemaluanku, tepatnya di ujung bagian bawahnya.
"Mmhhhh..ssshhh.."
Terasa kram dan sedikit nyeri hingga membuatku mendesis. Tangan Liam lalu menyusup dan mengobok lubang kemaluanku dengan jarinya. Walaupun di dalam air tapi aku masih merasa perih apalagi dia memasukkan kedua jarinya sekaligus. Tangan Liam yang lain menekan perut buncitku, sedikit ngilu karena aku tidak terbiasa. Hanya sekali, setelah itu dia menjauhkan tangannya dari perut buncitku dan mulai fokus mengobok kembali lubang milikku.
"Liammhhh.."
Aku berusaha menahan desahanku tapi akhirnya gagal, permainan jari Liam terlalu nikmat. Tanpa sadar aku membelalakkan mata karena terasa benda lebih besar menggesek lubang kemaluanku.
"Ouchh?"
Milik Liam, sejak kapan?Permainan Liam membuatku tidak fokus dan akhirnya Liam kembali menggenjotku di dalam bathup. Liam masih begitu bernafsu, aku sendiri heran melihatnya.
"Sebentar Liammhhh hahhh.."
Aku menahan gerakan Liam saat kehabisan nafas, permainan Liam benar-benar masih sama seperti dulu, bahkan ini lebih bernafsu. Entah apa yang membuat Liam begini. Aku benar-benar kewalahan menghadapi nafsu Liam. Percuma 5 hari beristirahat di Rumah Sakit, Liam justru menguras energiku beberapa jam ini.
"Gghhhh.", Liam mengeram kuat saat batang miliknya terjepit kuat oleh otot-otot vaginaku.
Sialan, sexy sekali. Suara Liam, wajahnya, gerakannya. John maafkan aku. Tuhan, mengapa kau buat aku jadi sejahat ini. Aku merenung di tengah rasa nikmat genjotan Liam.
"Aku akan membawamu dan anak kita ke rumahku."
Aku tersentak dan kaget hingga membuka kedua mataku dan menatap ke arah Liam. Liam hanya tersenyum sambil menggendongku keluar dari bathup lalu membawaku ke bawah shower.
Liam membersihkan tubuhku dari sisa sabun dan shampo, begitu lembut. Ini bahkan tidak pernah terjadi selama kami pacaran. Liam terus mengelus perut buncitku, lembut sekali, mengecup beberapa kali permukaannya. Bisa kurasakan bayi kami sesekali merespon gerakan Liam.
"Senna? Apa kau lelah?"
"Jangan bilang kau ingin lagi?"
"Bukan, astaga! Kau kira aku tega membahayakan anak kita?"Setiap kali Liam mengatakan "anak kita". Rasanya aku masih tidak ikhlas. Dia meninggalkanku, membiarkanku menghadapi semuanya sendiri. Masa-masa awal kehamilan yang membuatku frustasi. Dia bahkan tidak menoleh sama sekali padaku saat itu. Aku masih belum ikhlas.
"Kenapa diam?", Liam mengusap pipiku dan membuatku sadar dari lamunanku.
Aku hanya menggeleng lalu mematikan shower dan melepaskan genggaman tangan Liam. Aku menatap wajah Liam lama, rasanya ingin menangis. Semua penderitaanku terbayang di wajahnya. Tapi di satu sisi semua kenangan manis kita ikut terlintas. Kakiku gemetar, terlalu lelah sepertinya. Akhirnya, aku memeluk tubuh Liam erat, bertumpu pada badan kekar itu dan menumpahkan air mataku. Kenapa aku jadi secengeng ini. Menyebalkan.
"Liam, bisa nyalakan showernya?", pintaku lirih pada Liam sambil tetap memeluk erat tubuhnya.
Air hangat membasahi tubuh telanjang kami. Liam diam, sama sekali tidak bicara. Dia tahu aku sedang menangis. Tidak ingin diganggu. Dia masih yang paling pandai menghadapiku. Itu sebabnya, berkali-kali dia sakiti, aku masih semudah ini luluh kembali.
"Senna, aku masih sangat mencintaimu, apa kita masih bisa bersama lagi?"
Deg.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Hamil (Baby L)
RomanceWARNING 🔞⚠️ Follow dan Vote sebelum membaca. Beberapa bab dengan rate dewasa akan diprivate setelah bab 13. Selamat membaca Aku Hamil (Baby L). [DILARANG COPAS] [NO PLAGIARISM] Senna baru saja putus dari Liam, lalu bertemu John saat pesta tahun...