📅 27 Juli 2022
Ederlick Residence 56Setelah kejadian di kamar mandi, kami menjadi semakin canggung. Rasanya seperti orang baru jatuh cinta saja, kenapa jadi aku yang merasa serba salah begini. Liam menyebalkan. Aku bahkan bingung harus bersikap seperti apa? Apalagi Liam meminta untuk menginap di sini satu malam. Aku merasa bersalah pada John, bercinta dengan lelaki lain di rumah pacar sendiri.
"Senna? Kau mau ikut ke rumahku kan?", Liam tiba-tiba berdiri disebelahku yang sedang mengaduk panci berisi sop. Liam memintaku menyiapkan sop jamur kesukaan dia. Kebetulan memang masih ada sisa jamur dan sayuran di lemari es.
"Eh? Tapi John akan--",lelaki ini memotong pembicaraanku. Kebiasaan.
"Bukan begitu, aku hanya bermaksud menjagamu, usia kandunganmu sudah rawan, kontraksi bisa datang kapan saja. Lihat sudah akan meletus, besar sekali. Pacarmu itu kapan pulang?", Liam mengucapkan itu sambil menunjuk perut buncitku.
"Yaaakk!", nadaku meninggi sambil memukulkan sendok sayur yang sedang kupegang.
"Aisshh, aku mengatakannya sebagai seorang dokter, walau bukan spesialis kandungan, aku sedikit paham. Kenapa kau marah? Tidak baik untuk anak kita.", Liam mengulurkan tangannya lalu mengusap lembut perut buncitku. Tubuhnya beranjak ke belakangku lalu memeluk, tidak erat tapi cukup nyaman.
"Sshh..", aku mendesis pelan, tapi cukup terdengar jelas. Bayiku selalu bergerak aktif setiap kali Liam menyentuh mereka. Entah senang, atau marah.
"See, lihatlah. Gerakannya aktif begini, sakit kan?", Liam meletakkan kepalanya di bahuku.
"Tidak, jangan sok tahu. Sana duduk, makanannya sudah siap.",ucapku sambil berbalik badan dan mendorong pelan tubuh kekarnya.
"Siap, Bunda.", Liam mengatakannya sambil tertawa. Ucapan yang bagus tapi entah mengapa saat mendengarkannya aku tidak suka.
"Habiskan makananmu.", tuturku saat meletakkan sop di atas meja makan dengan nasi yang sudah terhidang sebelumnya.
"Kau tidak menemaniku makan?"
"Jangan manja, makan sendiri, aku ke atas dulu."Kutinggalkan Liam di lantai bawah, sementara aku beranjak menuju kamar bayi yang disiapkan John, kamarnya sudah jadi, hanya barang-barangnya saja yang belum lengkap. John berjanji akan mengajak belanja setelah selesai bertugas dari luar kota.
"Sayang? Ada apa? Aku baru saja selesai rapat dengan produser.",sahut John saat aku memulai panggilan video.
"Bear, aku rindu.",raut wajahku cemberut dan itu membuat John tertawa di sebrang sana.
"Yaaa, kau lucu sekali, bagaimana kalau aku pulang saja hari ini?"
"Hah?"Aku sempat kaget dengan pertanyaan John barusan. Hari ini? Liam bahkan belum pulang dan berniat akan menginap. Belum sempat menjawab pertanyaan John, mataku terpejam menahan nyeri, bayiku menendang kuat. Sepertinya John memperhatikanku.
"Apa sakit? Sepertinya mereka setuju aku pulang cepat, Sayang. Tapi, aku belum bisa, aku bahkan harus resced, memperpanjang 3 hari lagi, mungkin baru satu minggu lagi aku pulang. Apa kau menyusul kesini saja?", John menawarkan hal yang mengejutkan lagi. Bagaimana aku bisa pergi menyusulnya dengan kondisi seperti ini. Menyebalkan.
"Fokuslah dengan pekerjaanmu, Bear. Hanya tendangan sedikit kuat saja tadi, sepertinya mereka bahagia melihat wajahmu.",ucapku sambil mengarahkan kamera pada perut buncitku.
"Sayang, aku harus pergi, nanti kutelepon lagi, ingat kata dr. Andrea, istirahat cukup dan jangan lupa selalu rindukan aku.", John mengucapkan itu sebelum memutus panggilan telepon.
Aku hanya tertawa merespon ucapan terakhirnya itu. Kapan dr. Andrea pernah bilang seperti itu? Dia manis dan romantis dengan caranya sendiri.
📅 28 Juli 2022
Ederlick Residence 56Jam dinding menunjukkan pukul 4 pagi. Liam tertidur sambil memelukku yang masih terjaga dan menghadap ke sebelah kiri. Perlahan kupindahkan lagi tangan kekarnya yang memelukku, ya sudah kali ke 6 aku melakukannya. Memang setiap malam frekuensi buang air kecilku meningkat.
"Eumm..", Liam hanya bergumam tanpa membuka matanya. Menyebalkan, padahal aku tidak bisa tidur semalaman. Tidurku tidak nyaman, posisi bayiku sudah cukup menekan ke bawah, perih sisa permainan Liam juga belum hilang.
"Ssshhh..aahhh.",tanganku meremas pinggiran ranjang dengan satu tangan lainnya menutup mulutku, takut Liam mendengarnya.
"It's okay, Senna. Kau bisa tarik napas saat merasakannya, cobalah berdiri dan kemudian jalan perlahan.",Liam tiba-tiba mengusap punggungku dari belakang. Sejak kapan dia bangun?
"Perut bagian bawahku rasanya tidak nyaman, Liam. Nyeri, Sshhh..,"ucapku sembari berdiri dan berjalan-jalan di sekitar seperti saran Liam.
"Kontraksi palsu, Senna. Persalinanmu sudah dekat. Tidak ada bantahan, kau harus ikut ke rumahku pagi ini. Demi kebaikanmu sendiri. Aku tidak akan memberitahukan pacarmu soal ini.", Liam menjelaskan panjang lebar, apapun caranya dia ingin aku menginap di rumahnya sampai hari persalinan.
📅 29 Juli 2022
Ferienhaus Residence 76"Iya Bear, aku bersama Terresa sampai kau pulang. Cepatlah pulang. Jaga kesehatan ya." ucapku pada seseorang di telepon.
John baru saja meneleponku, aku terpaksa berbohong. Liam melirikku dan terkekeh pelan, aku mencubit lengannya.
"Jangan tertawa bodoh, kau yang membuatku terjebak di situasi ini, Liam!" Liam kemudian menghampiriku dan memelukku erat.
"Jangan, Liam, badanku masih sa..aaahh", aku tidak bisa menahan desah dari bibirku saat Liam mengecupi leherku intens.
Tangan Liam meremas perlahan dengan kuat payudara kananku, sambil memainkan putingnya. Perutku menegang merasakan stimulus sentuhan Liam itu, rasanya ingin terus disentuh tapi otot perutku terus menegang. Kontraksi palsu jadi sering terasa sejak disini. Walau hanya berkisar 2 menit, tapi dalam satu jam kadang terjadi 3 kali.
Liam menetakkan tangannya di perut buncitku yang menegang, lalu berhenti melumat putingku, kali ini dia meremas berganti memilin putingku dengan jemarinya. Tangan Liam menyusuri perutku hingga menekannya di bagian bawah, terasa seperti menggoyangkan kepala bayiku, sakit.
"Sshh..ahhhh sakit."
Kedua tangan Liam bermain dengan lihai di payudara dan perutku. Tapi entah mengapa stimulus Liam itu membuatku merasakan mules yang berlebih. Aku meremas kuat tangan Liam saat ini, sakit sekali.
"Sakit? Kepala bayimu sudah sangat turun."
"Sshhh, aahhh..."
"Atur nafasmu, masih belum waktunya, kita masih bisa bermain.."
"Aahhhh.."
Desahanku terdengar nyaring sekali, bercampur rasa keenakan dan juga mulas di perut. Liam benar-benar semena-mena padaku. Tangan Liam masih lihai mengelus perut buncitku hingga rasa sakit di perutku menghilang. Tidak ada 2 menit, tapi cukup nyeri rasanya.
"Ahh emmhh Liamhh, mmmhhh..."
Batang kemaluan besar milik Liam sudah menyodok lubang kelaminku berkali-kali. Saat ini, aku memilih pasrah. Liam membuatku terbaring di sofa sementara badannya menindih sambil bergoyang cukup lincah. Aku mengimbanginya sebisaku, karena jujur rasanya tubuhku lelah sekali, tapi tidak kuasa untuk menolak.
"Shh ahhhh..Liam sakit ahh ahhh.."
Rintihan bercampur desahku kembali terdengar nyaring saat tekanan kuat itu terasa kembali di perut buncitku sesaat setelah Liam menyemburkan spermanya di dalam. Kali ini terasa lebih kuat hingga membuatku meremas kuat bahu Liam.
"Stopp please sshh ahhh, nnghhh..Liam stop please.." ucapku sambil merintih menahan sakit.
"Tahan sakitnya, gghh Senna. Kau butuh lebih banyak stimulus agar kontraksi yang membuka jalan lahirmu segera terjadi. Kita lakukan sekali lagi, spermaku akan membantu. Akan kusemburkan lebih banyak.",ucap Liam saat berhenti menggenjot tubuhku untuk beberasa saat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Hamil (Baby L)
Любовные романыWARNING 🔞⚠️ Follow dan Vote sebelum membaca. Beberapa bab dengan rate dewasa akan diprivate setelah bab 13. Selamat membaca Aku Hamil (Baby L). [DILARANG COPAS] [NO PLAGIARISM] Senna baru saja putus dari Liam, lalu bertemu John saat pesta tahun...