Bentangan tangan melebar memanjang ke masing-masing samping kanan dan kirinya. Sinar matahari yang menyinari seluruh tubuhnya seolah siap terpanggang hidup-hidup tepat diatas sana. Bak burung yang siap terbang, bersiap mengepakkan sayapnya yang sudah membentang, matanya terpejam membiarkan bayang-bayang menghasut pikirannya seolah berimajinasi tubuhnya memiliki sayap utuh dan bisa terbang bebas jika ia sudah siap terjun.
Angin yang berhembus terus mendorong kearah punggung yang sudah melebar dan kaku, tahan mati-matian agar mendapatkan tempo yang tepat untuk lekas terjun. Surai hitam yang berterbangan tak karuan tidak menganggu wajahnya yang tenang.
Pakaian yang masih lengkap bewarna biru laut dengan cardigan abu-abu yang sudah melayang-layang terkena angin. Tubuh itu berdiri tepat di atas beton pembatas rooftop, jarak kaki yang hanya dua setapak kaki manusia dewasa. Dering ponsel yang terus bergetar berasal dari kantong celananya, ia hiraukan saja. Entah akan dijawabnya atau tidak, yang pasti tubuh yang tampak menegang itu berusaha menikmati suasana diatas situ.
Rooftop yang seharusnya terkunci itu hanya ada gadis itu saja, alih-alih ada saksi mata itu juga pasti orang-orang yang berhasil melihat seorang gadis dari dasar sana. Itupun jika mereka teliti, karena jangan salahkan tinggi gedung ini yang berkisaran 40 lantai.
Rumah sakit umum ibukota yang pastinya begitu besar. Mungkin jika dilihat dari bawah sana gadis itu hanya akan terlihat seperti bayang-bayang hitam yang tak tampak, karena berlawanan dengan sinar matahari yang begitu terik. Jarak pandang manusia paling jauh ialah enam meter jauhnya, 40 lantai pasti sudah lebih dari enam meter jauhnya.
Sepi. Hanya itu yang bisa gadis itu rasakan.
Perasaan yang bercampur aduk, deru nafas yang mulai tidak normal dengan detak jantung yang terus berpacu cepat melebihi detik jam. Bahkan momen ini lebih menyeramkan ketika dirinya menaiki sebuah wahana rollercoaster.
Suara angin yang juga menulikan kedua pendengaran nya, seolah tubuh ini sedang berdiri seorang diri. Bahkan derap langkah kaki yang mendekat itu juga tak didengarnya. Pikirannya sudah terbang jauh dari tempatnya berdiri sekarang, bayang-bayang memori masa lalu mulai muncul satu persatu.
"Biasanya orang yang jatuh dari tempat kamu berdiri itu ngga bakal sampai bawah tau."
Suara lembut yang mengganggu pendengaran nya selain deru angin yang kencang, membuatnya membuka mata perlahan. Lengannya yang kaku tiba-tiba melemas. Dan ia jatuhkan begitu saja. Siapa juga yang merusak suasana yang sudah hampir jadi, ketika tubuhnya seolah sudah dibawa melayang ke atas seperti burung merpati putih. Seketika memori-memori yang tersusun tadi langsung hilang begitu saja.
Wajahnya menunjukkan wajah yang muram, dahi nya menunjukkan kerutan disana, menggertakkan rahang nya kesal, bahkan kepalan tangannya terlihat meremas ujung baju yang sangat ia benci. Bukan dari warna nya tapi lebih ke dirinya yang sudah muak dengan pakaian ini.
Tubuh itu otomatis berputar, dilihatnya kebawah sana seorang gadis dengan rambut terurai semi coklat yang berterbangan karena angin. Senyum yang menimbulkan lesung pipi yang begitu manis, mata coklat yang terkena pancaran sinar matahari lengkap dengan kacamata yang bertengger disana, sangat disayangkan karena menyamarkan warna indah mata sang gadis.
Tunggu dulu, ia berusaha memperhatikan sekali lagi. Gadis itu berpakaian rapi dengan jas dinas dokter yang terpasang, lengkap dengan stetoskop yang tergantung ditengkuknya.
Wajah Gracia yang sempat tersihir karena kehadiran gadis itu kini menjadi kembali muram. Dari sekian banyak gadis cantik kenapa harus seorang dokter, ia membencinya.
"Ah pergilah dok, disini bukan tempatmu." Ucapnya yang begitu ketus dari sang gadis berpakaian pasien.
Bukannya beranjak pergi karena usiran yang cukup dingin itu justru gadis itu meraih kursi yang tergelatak disana. Benar, dokter muda itu menaikinya dan sekarang sudah berada tepat dihadapan sang pasien.
KAMU SEDANG MEMBACA
AMERTA & KAHARSA || greshan
Fanfiction"Yang abadi di dunia itu ngga ada." "Kebahagiaan bisa abadi tau, kayak kisah Jack Dawson sama Rose DeWitt, sampai umur mereka sama-sama usai." "Tapi, Jack ninggalin Rose. Jangankan mereka, Habibie aja ditinggal sama Ainun." "Kamu aja yang ngga tau p...